Hari Minggu ini Fadya sudah duduk di bangku teras rumahnya. Menunggu sang pujaan hati menjemput. Mereka sudah janjian akan menghabiskan Hari Minggu ini untuk nonton film.
Bunyi klakson di depan gerbang mengalihkan perhatian Fadya. Ia mendapati Rino menurunkan kaca mobil merahnya dan melambai kearah Fadya. Karena hari ini tidak ada orang di rumah, Fadya pun langsung keluar gerbang untuk menyambut Rino.
Rino hendak melangkah masuk namun ditahan Fadya.
"Di rumah lagi ga ada orang."
"Oh. Tadinya aku mau pamitan ma ortu kamu."
"Bunda sama Ayah lagi arisan di rumah sodara."
"Oh, sama Pak Dodo juga?"
"Iya. Karena Ayah capek jadi Pak Dodo yang nyupirin."
"Mbok Iyem?"
"Lagi pulang kampung tiga hari."
"Ooh." Rino membukakan pintu mobil untuk kekasihnya.
Keduanya kini sudah duduk di dalam mobil. Rino refleks mendekati Fadya. Wajah keduanya kini sudah cukup dekat. Jantung Fadya pun sudah berdetak tak karuan.
"Pake sabuk pengamannya Ay." Rino mencubit gemas ujung hidung Fadya.
Untung gue ga hilaf.
Fadya menyembunyikan kegugupannya. Ia mengedarkan pandangannya kearah jendela. Kedua tangannya sibuk meremas tas slempang di pangkuannya.
Menyadari kegugupan Fadya, Rino mengambil lembut kedua tangan Fadya. Menggenggamnya hangat diatas pangkuan gadisnya. Tangan yang satu masih memegang kemudi.
"Ga usah gugup gitu Ay. Tambah gemes jadinya."
"Aku ga gugup ko." Fadya mengalihkan pandangannya kearaah Rino.
Rino hanya tersenyum melihatnya. Tak lama seulas senyum pun muncul di wajah cantik Fadya.
"Nah gitu dong senyum kalo lagi bareng aku."
"Iyain aja deh."
"Dih kamu udah mulai rese ya." Rino mengacak puncak kepala Fadya. Setelahnya ia mengelus lembut rambut gadis pujaannya itu.
Gue sayang banget sama lo.
###
"Tunggu disini ya, aku beli tiket dulu."
"Iya." Fadya duduk di bangku tunggu dekat pintu masuk bioskop. Ponselnya bergetar menandakan ada pesan masuk.
Danu.
Fadya memang menyimpan semua nomor teman sekelasnya. Ia mendapatkan itu dari group WA anak kelas IPA.1. Group ini dibuat agar mudah menginformasikan hal penting.
Meski seringnya banyak obrolan tidak penting yang bertebaran. Saling membalas komen hingga notif ratusan. Terkadang ada yang membawa nama Fadya. Mengatakan dirinya cute dan terang-terangan bilang suka.
Danu: Lo harus tau ini Fadya. Rino pernah dipukulin orang waktu dia SMP.
Fadya mengernyit bingung. Entah apa tujuan Danu menyampaikan ini kepadanya. Mengingat saat obrolan terakhir mereka yang tidak selesai saat itu, Danu kembali menyinggung masalah Rino.
Mungkin benar adanya jika Rino pernah berkelahi. Dulu saat pertama kali mereka bertemu, wajah Rino memang babak belur. Tapi entah apa masalahnya. Hingga saat ini Fadya belum menanyakannya.
Tetapi apakah ia harus menanyakan kisah masa lalu seseorang? Jika orang itu tidak pernah berniat menceritakannya. Bukankah itu hal yang tidak perlu ia ketahui.
Senyum mengembang diwajah Rino. Dengan dua bungkus pop corn dan dua botol minuman cola ditangannya ia pun menghampiri Fadya. Duduk bersebelahan dengan gadisnya menunggu pintu theater dibuka.
"Nih minum dulu siapa tau haus nunggu aku tadi."
"Apa deh lebai. Ga ko." Fadya masih memandangi wajah Rino. Menyelami apa yang mungkin Rino sembunyikan. Menerka-nerka jika masa lalu yang banyak disinggung beberapa temannya itu hal yang buruk-kah?
"Kenapa liatin aku nya kaya gitu?" Rino menyentil jari tangannya di depan wajah Fadya. Tak lupa mengelus lembut rambut gadisnya.
"Eh, hm engga apa-apa ko."
Tapi dia baik banget sama aku.
Terlepas dari bagaimana masa lalu seseorang. Bukankah kita tidak perlu mempermasalahkannya selama orang memperlakukan kita dengan baik...
###
"Seru tadi, masa yang ditonton film horor." Ucap Fadya seraya menyendokan es krim rasa cokelat ke mulutnya.
Kini kedua remaja itu sengaja menghabiskan sisa hari dengan memandangi keramaian kota dari atas bukit. Keduanya duduk diatas kap mobil ditemani hembusan angin sore.
"Yang penting kebersamaannya Ay."
Fadya mengangguk setuju dengan perkataan Rino. Helaian rambut Fadya yang tertiup angin membuat Rino gatal untuk tidak menyentuhnya. Ditariknya ikatan rambut gadisnya.
"Ko malah dilepas sih?"
"Sini biar aku betulin Ay. Masa rambutnya jadi ikutan makan es krim." Rino meminta Fadya membalikkan badannya. Dengan begitu Rino bisa dengan mudah menjumput rambut Fadya menjadi satu lalu mengikatnya kembali.
"Makasih." Fadya kembali membalikkan badan kearah Rino.
"Belepotan." Rino mengusap ujung bibir Fadya yang terkena es krim.
Duh! Makin diabetes aku.
"Kamu, kenapa ga mau es krimnya?"
"Ga ah takut tambah manis. Disebelah aku kan udah ada cewek manis." Rino mengusap lembut pipi Fadya. Membuat sang empunya semakin deg-deg-an dibuatnya.
"Ay..."
"Hmmm."
"I love you."Fadya hanya mengangguk dengan pipi merah merona. Ia ingin membalas ucapan Rino barusan tapi ia masih malu untuk mengakui secara terang-terangan.
"Ko ga dibales?"
"Apanya?"
"Yang tadi."
"Yang mana?"Cewek emang gengsian ya!
"Udah ah pulang yuk dah sore banget." Ajak Rino.
Rino lebih dulu turun dari kap mobil. Kemudian Rino membantu Fadya turun dengan menggenggam lembut tangan gadisnya.
Rino berjalan hendak membukakan pintu disebelah kemudi untuk Fadya. Namun langkahnya terhenti ketika sebuah pelukan hangat di punggungnya.
"Jangan ngebalik!" Fadya menyandarkan kepalanya ke punggung Rino. Rino pun menggenggam erat jemari tangan Fadya di perutnya. Mengusapnya lembut. Ia dapat merasakan detak jantung gadisnya.
"I love you too." Balas Fadya malu-malu.
Rino semakin menggenggam erat jemari itu sekali lagi. Ia tersenyum bahagia. Ia berharap selamanya bersama gadisnya ini.
Momen seperti ini, janganlah cepat berlalu. Kuingin selamanya bersamamu. Sungguh...
##########
Ini so sweet banget ya. Seandainya dulu seperti ini.😢
KAMU SEDANG MEMBACA
him (END)
Teen FictionBertahan atau melepaskan Selalu ada alasan yg menyertai keduanya Tapi ada satu hal yg sulit dihentikan ketika kamu melepaskan seseorang Kamu tidak selalu bisa benar2 menghapusnya dalam ingatanmu Meskipun kamu sudah berusaha keras mengenyahkan segala...