40💕bimbang

34 3 0
                                    

"Apa kabar Fadya?" Tanyanya enteng berbanding terbalik dengan hatiku yang sedikit berdenyut.

"Baik. Kamu?"

"Baik juga, selalu, semoga." Racaunya sambil kembali tersenyum.

"Duluan ya." Aku membuang jauh-jauh pikiranku kalau Rino sengaja datang untuk menjemput.

Memangnya siapa aku? Siapa kita?

"Kamu ga kangen sama aku?" Tahannya sambil berdiri berusaha mendekatiku.

"Eh?"

"Aku sengaja jemput kamu kesini. Sengaja cari informasi tentang kamu. Jadwal kuliah kamu. Dan semuanya." Jelasnya sambil menghunuskan tatapannya kearahku.

"Untuk kepentingan apa? Eh maksud aku kamu ada perlu apa sama aku?"

"Naik dulu deh. Ga romantis masa mau ngobrol depan gerbang gini." Pintanya sedikit memaksa.

"Oh oke." Jujur aku penasaran jadi tidak ada salahnya mengikuti kemauan Rino.

Dan ngomong-ngomong aku juga merindukannya. Sedikit.

Rino membawaku ke sebuah warung siomay yang cukup terkenal di Bandung. Mungkinkah dia masih ingat makanan favoritku?

Kami memesan masing2 satu porsi baso tahu siomay, aku dengan jus jeruk hangat dan Rino memesan teh hangat.

"Dimakan, Ay." Beberapa menit lalu pesanan datang namun aku sedang fokus pada hp untuk mengabari bunda kalau pulang agak telat.

"Eh iya." Panggilannya tidak berubah. Dan aku jadi tersenyum simpul.

"Masih ga suka tahu kan? Biar aku ambil yang ada tahunya."

"Iya." Dan dia juga masih ingat apa yang tidak aku suka.

"Jangan senyum Ay."

"Lho kenapa?"

"Kamu jadi makin cantik."

"Gombal Rino." Aku menggeleng kepala. Jujur ini pertemuan pertama kami setelah kurang lebih setahun ini tak pernah sekalipun berjumpa. Dan kita sedikit kaku. Atau hanya aku yang merasakannya.

Rino sudah menyelesaikan makanannya. Ia menyeruput teh hangatnya. Sambil memandangiku. Mengamati gerak gerikku.

"Kamu kalo liatin aku terus aku jadi ga bisa nelen!"

"Oke. Ay. Kamu ga berubah ya. Masih ada jutek2 nya." Rino tersenyum hingga matanya menyipit. Sepertinya hari ini dia sedang bahagia.

"Hallo?"
"..."
"Iya. Masih diluar."
"..."
"Belum tau ada di rumah jam berapa."
"..."
"Oke. Sorry ya."
"..."
"Eh ga usah."
"..."
"Aku bisa pulang sendiri."
"..."
"Ga usah repot2."
"..."
"Iya. Nanti dikabarin kalo udah di rumah."
"..."
"Oke. Bye."

"Siapa?"

"Temen."

"Bukan pacar?"

"Bukan." Aku balas menatap Rino yang sedikit mengintimidasi karena baru saja aku menerima telpon dari Yanuar kalau dia mau tau.

Yanuar adalah anaknya teman ayah yang sekarang sedang menyelesaikan pendidikan kedokteran untuk mendapat gelar Magisternya.

"Kalau kamu ga ada pacar." Rino menatapku serius.

"Bisa kita mulai lagi dari awal?" Lanjutnya.

Aku terdiam. Sedikit memikirkan. Tentang yang namanya kesempatan kedua. Setiap orang berhak memilikinya. Tapi sedikit yang bisa memanfaatkannya dengan baik.

Aku tidak ingin kembali gagal. Jika memang hatinya dan hatiku masih memiliki rasa yang sama.

"Ga papa ga di jawab sekarang, Ay. Aku tunggu sampai kapan pun."

"Oke." Jawabku singkat. Tak ingin terlalu larut dalam bahagia yang meragukan juga.

Akhirnya Rino mengantarku pulang. Dia sempat bertemu dengan kedua orang tuaku. Setelahnya ia segera pulang.

Ayah dan bunda sempat mengomentari penampilan Rino kini setelah Rino pamitan pulang. Aku menjelaskan kepada mereka kalau Rino masuk jurusan seni. Seperti cita-citanya menjadi seorang pelukis.

Eh bukan. Dulu cita-cita Rino aneh.

Di taman belakang sekolah. Rino pernah membawaku menghabiskan sisa hari. Saat itu hari terakhir UAS.
"Ay, beneran kamu mau jadi dokter?"
"Iya, Ino doain yah moga kesampean."
"Pasti Ay. Kamu kan pinter anaknya."
"Muji nih?"
"Iyalah siapa yang ga bangga punya cewek sepinter kamu."
"Oke deh pujian diterima. Kalau kamu cita-citanya jadi apa?" Sambil tersenyum Fadya duduk menghadap Rino.
"Kalo kamu jadi dokter. Biar kita deketan terus aku mau deh jadi pasiennya kamu."
"Idih ngaco. Mana ada orang yang mau sakit terus."
"Kalo dokternya secantik kamu. Aku rela deh Ay."
"Ih. Serius Ino. Kamu mau jadi apa nanti?"
"Jadi apa ya? Beneran Ay. Aku maunya jadi orang yang paling ada terus di deket kamu. Biar ntar kalo ada pasien genit yang godain kamu. Aku langsung pasang badan."
"Makin ngacoo Inoooo." Gemas Fadya mencubit kedua pipi kekasihnya itu. Rino memegang kedua tangan Fadya yang masih dipipinya.
"Jangan jauh-jauh dari aku Ay...."

Kuhembuskan nafas. Memikirnya Rino yang tiba-tiba kembali. Benarkah kini lelaki itu menginginkanku lagi?

Karena hingga detik ini pun aku tak pernah melupakannya. Terlebih dengan semua kenangan manis yang selalu saja menghampiri.

Lalu bagaimana dengan keinginan Ayah untuk menjodohkanku dengan Yanuar. Meski belum begitu serius tetapi ayah sangat berharap kelak Yanuar lah yang menjadi pedamping hidupku.

Orang tua mana yang tidak menginginkan kebahagiaan putrinya. Meski harus dengan jalan perjodohan yang mereka anggap pilihan terbaik.

Yanuar. Lelaki baik, sopan, ramah dan juga mapan. Apalagi ayah berkawan baik dengan ayahnya Yanuar juga. Pun dengan bunda yang juga mendukung keinginan baik ayah.

Tapi hingga saat ini aku belum bisa membuka hatiku untuk Yanuar. Lelaki baik itu masih kuanggap teman dalam hal sharing ilmu-ilmu kedokteran.

Meski usia kami terpaut lima tahun. Dia seusia Kak Radit. Dan tentu saja kuanggap seperti kakak sendiri.

Entahlah...

***

FerinoAksen: besok aku jemput Ay. Kamu ada kuliah pagi kan? Sorenya tunggu aku juga. Aku jemput lagi ke kampus.

Ini beneran Rino tau jadwal kuliahku? Darimana?

FerinoAksen: jangan bengong gitu Ay. Aku bukan paparazi yang ngintilin kamu selama ini. Hehehe
Aku cuma tanya sama orang yang kebetulan tau semua tentang kamu.

Hah? Siapa? Nanda? Ah iya pasti nih. Nanda kan berharap juga aku balikan sama Rino suatu hari nanti.

FerinoAksen: marah ya Ay? Yah jangan dulu marahan dong. Kan kita belum jadian lagi. Kalo udah marahan jadi kaya sepasang kekasih beneran. Akunya jadi ge er.

Duh. Rino Rino kok jadi selebai ini sih? Aku pengen ketawa jadinya.

FadyaKamila💟: engga ko Rino. Aq ga marah. Dari td km kirim chat mulu. Jadinya aq mw bls nya bingung.

FerinoAksen: hehe maaf Ay. Kalo aku jadi selebai ini. Jangan lupa ya aku tunggu jawaban baiknya. Ay...hati ini masih terisi sama kamu.

Iya Rino. Aku juga sebenernya masih ngersain rasa yang sama. Tapi aku ragu....

Kuputuskan tak lagi membalas pesannya. Hanya bergumam dalam hati apa yang masih kurasakan hingga saat ini.

Inginnya langsung mengatakan iya. Karena aku salah satu orang yang percaya akan kesempatan kedua. Tidak ada salahnya dicoba lagi memperbaiki hubungan yang sempat kandas.

Mungkinkah Tuhan ingin manyatukan aku dan dia lagi agar ada hubungan baik yang kembali terjalin. Agar kami bisa memulai lagi dari awal.

Semoga saja...

💟💟💟

him (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang