Fadya pov
Seharian ini aku cukup bosan karena berdiam diri di rumah. Seminggu sudah MPLS berlangsung. Dan akhirnya kegiatan itu selesai. Menyisakan hal-hal lucu menurutku.
Bagaimana tidak? Saat hari terakhir semua siswa baru diminta membuat surat kepada kakak kelas yang mereka sukai. Dan aku mendapat banyak surat. Dari mulai gombalan-gombalan receh. Sampai puisi-puisi romantis ala2 abg.
Alhasil kuberikan semua surat2 nya kepada Nanda untuk dibaca. Dan dengan senang hati Nanda membaca satu per satu surat itu. Bahkan sampai disodorkan kepadaku untuk segera memilih. Ya kali lagi acara cari jodoh.
"Wangi banget Kak mau kemana?"
Ku hampiri kak Radit yang sudah duduk manis di depan tv sambil memainkan ponselnya.
"Nonton bola. Ikut yuk!"
"Dimana emangnya?"
"Stadionlah masa di bioskop."
"Masih lama kak libur semesterannya?" Kuabaikan candaan Kak Radit barusan. Sungguh sebenarnya aku lagi tidak mood ngapa-ngapain sekarang.
"Masih dong. Kenapa emang adikku yang cantik."
"Anter jemput aku sekolah ya kak?"
"Lho. Kenapa sama motor kamu?"
"Males aja bawa motor sendiri, pegel."
"Oh yaudah. Baiklah tuan putri." Kak Radit memberi salam hormat disertai cengiran lebarnya.
"Dih lebai deh kakak."
"Apa sih yang engga buat kamu dek."
Setelah Kak Radit berlalu tidak lupa ia mengacak rambut dan mencubit gemas pipiku. Seperti yang juga pernah dilakukan seseorang.
Mendengar Kak Radit hendak menonton bola. Ingatanku kembali ke masa silam. Dimana lelaki itu mengajakku nonton bola langsung di stadion.
Kala itu menjadi pengalaman pertamaku. Tidak dengannya yang sudah sering berkelut dengan hobby nya ini mengelu-elukan klub sepak bola ternama dari kota kami.
Dari turun motor, dengan manis ia melepas ikatan helmku. Menyapu rambut panjangku dengan belaian lembut. Tidak tahu saja hatiku sudah mendidih semenjak tadi dengan perlakuan-perlakuan manisnya.
Belum lagi, ia selalu menggenggam tanganku di dalam saku jaketnya. Biar lebih hangat katanya.
Kebetulan udara sore tadi dingin karena habis turun hujan. Kota tempat tinggalku ini memang terkenal dengan udara yang menyejukkan.
Tidak sampai disana. Selama menonton pertandingan, ia selalu menanyakan apa aku bosan. Mau minum apa. Pegel apa engga. Dan semacamnya.
Dia tahu ini yang pertama buatku. Ditengah hiruk pikuk para suporter yang ramai. Dengan si aku yang biasanya bercengkrama dengan novel-novel teenlit kesukaanku.
Hingga kubisikkan tepat ditelinganya cukup membuatnya bungkam dan khusyuk menonton.
"Ferino sayang. Udah ya nonton bolanya yang serius kaya biasanya. Jangan khawatirin aku. I love you."
Dan dengan senyuman mengembang diwajah tampannya. Ia membawa jemariku untuk dikecupnya. Kerlingan matanya seraya mengucapkan terimakasih tak luput membuatku tersipu malu.
Ingat. Kita berada dimana.Hingga dering ponsel menyela ingatanku pada kenangan yang masih saja selalu kembali hadir tanpa bisa kusingkirkan.
Nanda?
"Ay. Lo harus ke rumah sakit sekarang!"
"Tenang dulu Nan. Tarik napas. Kenapa-kenapa? Ada apa ini?"
KAMU SEDANG MEMBACA
him (END)
Teen FictionBertahan atau melepaskan Selalu ada alasan yg menyertai keduanya Tapi ada satu hal yg sulit dihentikan ketika kamu melepaskan seseorang Kamu tidak selalu bisa benar2 menghapusnya dalam ingatanmu Meskipun kamu sudah berusaha keras mengenyahkan segala...