Semakin hari Rino terus saja bersikap seolah-olah dirinya dan Fadya seperti sepasang kekasih. Mulai dari menjemput ke rumah, menemani Fadya saat jam istirahat dan mengantarnya pulang.
Sebenarnya lama-lama Fadya merasa risau juga. Ia beberapa kali menolak agar tidak menimbulkan gosip lagi. Setelah pengumuman Rino secara tidak langsung saat mengantar Fadya yang habis pingsan.
Lagipula status diantara mereka masih belum jelas juga. Dimana-mana perempuan butuh kejelasan, bukan?
Seperti saat ini mereka sedang berada di atap sekolah pada jam istirahat. Fadya memasang kabel headset ke telinganya sambil membaca novel teenlit kesukaannya.
Rino duduk disebelah Fadya dengan posisi menghadap Fadya. Rino selalu seperti itu memandangj wajah Fadya dari pinggir sambil mengunyah permen karet.
Ditatap kaya gitu lagi kan. Duh!
Fadya akan membiarkan hal itu karena berulang kali ia mencoba mengusir Rino tidak berhasil. Ia pun pernah melarang Rino untuk tidak memandanginya pun tidak dihiraukan oleh lelaki ini. Alhasil, Fadya membiarkannya selalu seperti ini.
"Ay...."
"Aya...."
"Fadya...."
"Fadya Kamila...."Gue lupa dia lagi dengerin musik.
Rino melepas satu headset milik Fadya. Membuat si empunya melirik kearah Rino.
"Kenapa?" Suara Fadya pelan hampir seperti gumaman.
"Mau permen ga Ay?"
"Enggak."
"Gue beliin roti nih."
"Aku udah sarapan."
"Ay...gue mau ngomong serius nih."
"Iya ngomong aja." Aya melirik kearah Rino sambil menutup novel yang ia baca.
"Tapi lo harus janji dulu."
"Kenapa aku harus janji?"
"Setelah gue ngomong gini, apapun keputusan lo nanti, janji sama gue kalo lo ga akan ngejauh."
"Ih apaan sih, keputusan apa lagi? Aku ga ngerti."
"Ya pokoknya janji dulu Ay."
Rino pernah memiliki masa lalu dengan sahabat kecilnya, Vera. Ia pernah menyatakan perasaannya kepada Vera. Namun, perasaan itu tidak disambut hangat oleh Vera. Setelah itu Vera menjauh dari Rino.
Rino berharap jika Fadya tidak menyambut perasaannya, tidak apa. Asalkan Fadya tidak menjauhinya. Berada di dekat Fadya sudah membuat Rino nyaman. Meski terkadang Fadya jutek tapi Rino suka. Banyak sisi baik yang Fadya tunjukan dan itu seperti memberi peluang untuk Rino menjalin hubungan yang lebih dari sekedar gebetan.
Ngarep banget gue!
"Malah ngelamun."
"Janji dulu deh Ay."
"Iya apa dulu emangnya?"
"Janji ya?"
"Iya iya."
Tuh kan baiknya keluar. Bikin gemes.
"Gue suka sama lo."
Kedua mata mereka bertemu. Saling mengunci dengan tatapan yang sulit diartikan. Fadya kemudian menghentikan pandangan itu. Ia menatap langit yang biru.
Jujur ia masih belum mengerti apa kata hatinya. Sedikit kenangan di masa lalu masih membayanginya. Namun, perlakuan Rino selama ini membuat hatinya mulai menghangat kembali.
Tak lama lonceng pun berbunyi menandakan jam istirahat telah berakhir. Fadya pun beranjak dari tempat duduknya. Menggantungkan pernyataan Rino barusan.
"Ay..."
"Hmmm."
"Mau kan lo jadi pacar gue?"
"Udah lonceng Rino, masuk dulu yuk."
"Pulang sekolah gue tunggu jawaban lo ya."
Fadya hanya mengangguk sambil berjalan kearah tangga menuju kelasnya. Diikuti Rino disebelahnya. Rino bersenandung, melantunkan lagu cinta.
###
Sesampainya di kelas, Fadya mendudukan diri dibangkunya. Sepeti biasa guru Matematika akan menjelaskan materi, dilanjutkan memberi beberapa soal kepada para muridnya. Kemudian guru itu beranjak keluar kelas.
"Nan, Rino nembak aku."
"Serius lo Ay?"
"Ssstttt." Fadya sampai harus membekam mulut Nanda yang tidak kontrol mengeluarkan suara cukup keras. Mengundang perhatian beberapa teman di kelas itu.
"Sorry-sorry Ay. Duh akhirnya. Trus lo terima ga?"
"Belum keburu lonceng."
"Ah lo mah kebanyakan gaya. Udah terima aja. Gue tau lo mulai suka juga kan sama dia?"
"Aku ga tau."
"Walaupun lo belum membuka hati lo sepenuhnya tapi apa salahnya dicoba Ay."
"Dicoba emang mainan."
"Ya ga gitu juga keles. Nih ya udah hampir 3 bulan kalian tuh deket banget. Banyak yang ngira udah pacaran sih. Masa ga lo jadiin sekalian. Ga malu lo?"
"Ih kamu ko gitu amat ngomongnya."
"Habis lo sih kelamaan mikir. Selama ini lo udah ngasih harapan juga ke dia, secara ga langsung sih. Lo kan jutek-jutek gemesin."
"Bisa aja."
"Yaudah pulangnya tinggal lo jawab aja kalo lo nerima dia."
"Aku masih trauma."
"Laki-laki di masa lalu lo itu? Lo belum bisa move on?"
"Bukan gitu Nan. Aku cuma takut Rino nyakitin aku trus ninggalin gitu."
"Ga mungkin deh Ay. Percaya sama gue. Dia keliatan tulus sama lo."
"Ga liat lo, perjuangan dia pdkt sama lo selama ini." Lanjut Nanda bersemangat.
"Yaudah segimana nanti deh. Lanjutin ngerjain soal nih pusing juga."
"Ye elo mah kebiasaan ngalihin topik. Gampang bukan buat lo ini soal, otak encer banget gitu."
"Emang bisa liat otak aku bentuknya begimana? Tau darimana encer."
"Pemisalan itu Fadya Kamila."
Keduanya pun terkekeh sambil melanjutkan tugas yang diberikan guru.
##########
KAMU SEDANG MEMBACA
him (END)
Novela JuvenilBertahan atau melepaskan Selalu ada alasan yg menyertai keduanya Tapi ada satu hal yg sulit dihentikan ketika kamu melepaskan seseorang Kamu tidak selalu bisa benar2 menghapusnya dalam ingatanmu Meskipun kamu sudah berusaha keras mengenyahkan segala...