Hubungan Rino dan Fadya bisa dikatakan berjalan seperti biasa. Meski ditengah kesibukan masing-masing. Mereka tetap menyempatkan diri memberi kabar satu sama lain.
Rino yang mulai terlihat lebih menikmati kebebasannya tidak menyadari bahwa sebenarnya Fadya mulai sedikit kecewa. Pernah sesekali Fadya diminta menemani Rino di sanggar seninya. Bau asap rokok hingga pemandangan beberapa mahasiswa yang sedang pacaran menjadi hal yang biasa disana.
Tapi tidak bagi Fadya. Ia mulai risih dan tidak nyaman. Mengapa orang-orang ini sangat cuek bercumbu didepan orang lain. Dan lagi tidak ada yang menghargai perempuan karena dengan sengaja merokok disana.
Pun dengan Rino yang setia dengan rokok ditangan kirinya dan tangan lainnya ia gunakan untuk memegang kuas. Rino hanya menyuruh Fadya menutup hidungnya.
Jelas Fadya menolak dan segera beranjak dari tempat yang lama-lama bisa membunuhnya secara perlahan karena menjadi perokok pasif. Apa Rino tidak ingat bahwa kekasihnya ini calon dokter yang menjunjung tinggi kesehatan?
"Ay...sorry. Kalo kamu mau balik biar aku anter."
"Ga usah Rino kamu lanjutin aja kegiatan kamu. Aku salah tempat disini."
"Maaf. Tapi aku yang ajak kamu kesini."
"Dan ini untuk yang terakhir kalinya Ino. Aku ga kuat liat semua yang ada di dalam sana."
"Ay. Kamu ga ngdukung karir aku?"
"Aku ngdukung kamu Rino. Tapi kalau kamu meminta aku selalu nemenin kamu kaya gini. Aku ga bisa. Banyak hal yang lebih penting dari ini."
"Maksud kamu. Ini semua ga penting buat kamu. Hah? Nemenin pacar sendiri ga penting, hah?"Rino membentaknya. Fadya tidak percaya ini. Hatinya berdenyut sakit. Ia memandang wajah Rino tak percaya.
"Kamu ngebentak aku?"
"Aku mau kamu ngerti Ay?"Dan Rino tidak minta maaf setelah membentaknya.
"Aku harus mengerti kaya gimana lagi Ino? Kehidupan kamu, kebiasaan kamu dan pergaulan kamu yang sekarang. Sulit buat aku memahaminya."
"Itu jiwa seni kami Ay. Kami hanya mengekspresikan diri kami."
"Iya tapi itu bukan dunia aku Rino. Aku ga bisa masuk ke dalamnya. Berbaur dengan teman-teman kamu seperti yang kamu minta."
"Ay...please. Kamu hanya perlu berada disamping aku. Ga papa kamu ga nemenin aku di sanggar.""Maaf Rino. Lebih baik pertemuan kita ga disini. Ga seperti ini."
"Seluruh waktu aku curahkan diatas kanvas Ay. Aku ga punya banyak waktu buat nemenin kamu. Makanya kalau kamu ada waktu. Aku yang minta kamu kesini."
"Dan aku sudah berbaik hati nurutin kemauan kamu Rino. Tapi lama-lama aku ga bisa."
"Kamu naif Ay. Mana ada dukungan kamu sama aku. Sebenernya kamu ga setuju kan dengan apa yang sedang aku lakuin sekarang, jawab!"Rino menampilkan wajah mencemooh dan lagi membentaknya. Fadya meminjat pelipisnya. Entah harus bagaimana lagi ia berbicara dengan Rino. Bahwa sejujurnya ia mendukung karir Rino hanya saja tidak suka dengan pergaulan Rino dan semua kebiasaan-kebiasaan lelaki ini kini.
Penampilan Rino yang mulai urakan. Kebiasaan merokokya yang makin menjadi dan wanita-wanita yang kerap kali selalu berbaur dengan Rino. Tipikal wanita-wanita bebas.
"Kamu ga seperti dulu Rino. Kamu berani membentak aku."
"Ay. Aku cuma pengen dimengerti sama kamu."Rino mencoba meraih tangan Fadya. Masih dengan rokoknya yang baru saja ia matikan. Fadya memandangi sekali lagi Rino. Menyayangkan kekasihnya yang jadi seperti ini. Jika memang Fadya tidak bisa memahami Rino dan segala yang melekat pada dirinya. Akankah hubungan mereka kandas lagi untuk yang kedua kalinya?
Tapi Fadya harus bagaimana? Sulit rasanya menerima ini semua.
"Mungkin kita butuh waktu Rino. Jaga kesehatan dan pergaulan kamu. Aku pulang."
Tanpa menunggu Rino. Fadya menghentikan taxi yang kebetulan melintas di depan kampus Rino saat itu.
Perlahan tapi pasti. Air matanya mulai menetes. Sedari tadi ia menahannya. Namun pada akhirnya tak kuasa juga ia pendam.
Kecewa. Hanya satu kata itu yang memenuhi benaknya. Harapan akan hubungan yang lebih baik rasanya jauh dari jangkauan. Mengapa ini lebih rumit dari yang dibayangkan.
Mengapa dari dulu hubungannya dengan Rino terasa pelik?
***
"Kenapa cewek lo balik No?"
"Biasa. Ga kuat dia liat yang aneh-aneh disini."
"Seriusan? Wah parah dong kalo ga bisa berbaur sama kita. Lo nya ga bisa bebas ntar."
"Maklum anak kedokteran."
"Gila man. Keren dong itu padahal. Ya jelas lah dia kan hidup sehat. Ga kaya kita ini. Semrawut."
"Lo aja kali Zak. Gue engga."
"Ah so bersih lo Rino.""Akhirnya kalian putus ga?" Meta sengaja mendekati Rino. Duduk dipangkuan lelaki itu.
"Ga gini caranya Met. Hati gue udah full buat dia. Dari SMA." Rino menurunkan Meta dari pangkuannya. Ia sudah biasa dengan teman-teman ceweknya ini. Tapi hatinya tetap milik Fadya. Takkan pernah tergantikan dengan siapapun.
"Widih keren tuh." Zaky kembali menimpali.
"Yah. Walau kita sempet putus dulu."
"Semoga kalian jodoh deh. Walau butuh extra usaha buat yakinin dia dengan pilihan karir lo ini."
"Thanks Zak."
"Nah. Denger tuh Met. Lo udah ga ada tempat dihati Rino. Udah stuck dia sama calon dokter.""Yah. Sebelum janur kuning melengkung. Gue masih bisa usaha. Ya kan Rino."
Rino hanya geleng kepala. Melanjutkan pekerjaannya. Meski hatinya tidak tenang. Ucapan terakhir Fadya begitu membekas dihatinya. Apakah sebegitunya Fadya menghawatirkan pergaulannya?
Ini tidak seperti yang kamu kira, Ay...
***
"Mulai besok. Yanuar bakal anter jemput kamu Ay."
"Lho kenapa bun. Aku ga masalah ko kalo harus naik taxi juga. Sekali-kali Rino bisa jemput aku."
"Kamu masih berhubungan dengan dia?"
"Bunda. Aku sayang Rino."
"Bunda ngerti Ay. Tapi bunda dan ayah pengen yang terbaik buat kamu."
"Biar aku yang bilang sama Yanuar untuk ga usah repot-repot.""Fadya. Ini pilihan yang terbaik buat kamu nak."
"Tapi Ayah. Fadya belum mau mikirin nikah apalagi menyetujui perjodohan ini."
"Dijalani pelan-pelan Ay. Ayah tau Yanuar orangnya seperti apa. Dia tidak akan mengecewakan."
"Kalau sampai kapanpun Fadya ga bisa cinta sama Yanuar. Gimana? Fadya udah selesai makannya. Permisi.""Fadya...."
"Biarin yah...mungkin Fadya hanya perlu waktu."
"Ayah cuma ga mau. Dia semakin dekat dengan Rino yang sekarang bun."
"Iya bunda ngerti. Tapi Rino juga masih baik ko yah. Hanya saja penampilannya yang berubah. Percaya sama anak kita. Pada akhirnya dia akan milih yang terbaik untuk hidupnya..."***
Fadya kembali menangis di dalam kamarnya. Ia tau maksud kedua orang tuanya. Dan ia bisa apa. Ketika apa yang mau ia pertahankan nyatanya membuat kecewa juga...
Rino...aku ingin kamu yang dulu. Rino yang lembut dan penuh kasih. Rino yang bisa mengisi hariku dengan indah...terlalu tinggikah harapku saat ini?
💘💘💘
Ini lagu beneran jadi soundtrack banget lh pokonya.
Aku tau doi masih baik banget tp aku ngerasanya dia yg BEDA aja ga seperti dlu.
Karena waktu bisa saja mengubah seseorang...25.12.2018
KAMU SEDANG MEMBACA
him (END)
Teen FictionBertahan atau melepaskan Selalu ada alasan yg menyertai keduanya Tapi ada satu hal yg sulit dihentikan ketika kamu melepaskan seseorang Kamu tidak selalu bisa benar2 menghapusnya dalam ingatanmu Meskipun kamu sudah berusaha keras mengenyahkan segala...