Setelah kejadian di kafe kemarin. Fadya memutuskan untuk tidak terlalu memikirkannya meskipun ada rasa penasaran kembali menghinggapinya.
Ucapan Rino ketika mengantarkannya hanyalah menyuruh Fadya untuk beristirahat. Dan Fadya pun mengiyakannya. Jujur dalam hatinya berharap Rino mau menjelaskan semuanya seperti yang ia katakan pada Dika sebelum mereka berdua pamit.
Tapi biarkanlah, Fadya masih cukup bersabar untuk menunggu penjelasan Rino. Meskipun ini semua membuatnya tidak cukup tidur semalaman.
Dan disinilah Fadya sekarang. Memandangi wajah lelahnya didepan cermin berukuran besar yang ditempel disetiap dinding toilet sekolah.
Hingga ia tidak menyadari kedatangan seseorang disebelahnya. Fadya masih ingat siapa perempuan ini. Perempuan yang dulu sempat menanyakan perihal hubungannya dengan Rino.
Ah, mengapa banyak sekali hal yang membingungkan tentang lelakinya.
"Hai, lo Fadya kan?" Sapa perempuan itu sambil merapikan rambut dengan jemarinya.
"Masih inget gue kan? Oiah gue Bunga kalo lo lupa. Gue sekelas sama cowok lo."
"Iya." Hanya kata singkat itu yang keluar dari bibir pucatnya. Ia sedang tidak bersemangat hari ini.
"Gimana nih hubungan lo sama Rino?"
"Baik."
"Yakin baik-baik aja?"
"Maksud kamu?"
"Rino ga ada cerita-cerita gitu tentang gue?"
Apalagi ini? Batin Fadya. Belum cukupkah kehadiran Vera kemarin. Sekarang ditambah perempuan ini.
Rino......
"Asal lo tau Fadya Kamila, Rino cukup dekat dengan gue. Bahkan kita pernah menghabiskan waktu bersama."
"Lalu?" Pening di kepala Fadya kini mulai terasa.
Pandangannya tidak terlalu fokus. Dan hilir mudik siswi-siswi yang bergantian keluar masuk toilet menambah ketidakfokusannya.
"Gadis polos. Pikiran lo ga nyampe kesana dengan apa yang gue bilang menghabiskan waktu bersama?"
"Aku cukup percaya Rino, kalian berteman pasti pernah main atau kerja kelompok bareng."
"Bener-bener." Bunga menggelengkan kepala tidak percaya gadis ini belum tahu apa-apa. Setelah apa yang sengaja ia lakukan terhadap Rino dan dalam keadaan mabuk Rino telah melakukan itu dengannya. Walau ia yang merencanakan semuanya.
Beberapa pasang mata yang melewati mereka tentunya penasaran karena sedari tadi kedua gadis yang berbeda kelas ini berbicara. Dengan Bunga yang mendominasi pembicaraan sembari melipat kedua tangannya di depan dada menghadap Fadya. Dan wajah Fadya yang terlihat semakin pucat.
"Kalau kamu udah selesai bicara, aku keluar duluan."
"Tunggu."
"....."
"Gue cukup sakit hati ngeliat ceweknya Dika balik dari luar kota"
Mendengar nama tersebut perhatian Fadya kembali tertuju pada Bunga. Benar saja mungkin disini hanya dialah yang tidak tahu apa-apa.
"Dan Rino keliatan bahagia juga sama lo."
Fadya mengernyitkan kedua alisnya.
"Bukannya sebagai teman kamu harusnya ikut senang melihat teman kamu senang?"
"Ia tapi gue yang paling menderita disini. Gue korbannya."
"Maksud kamu?"
"Dika pernah nidurin gue. Bahkan sering karena suatu hal."
Fadya cukup terkejut mendengar pengakuan Bunga.
"Lalu? Kenapa harus ngomong ke aku?"
Samar-samar Fadya melihat sebelah bibir Bunga menampakkan senyum. Ditambah rasa pusing yang semakin hebat karena kurang tidur semalam dan Fadya tidak berselera untuk sarapan.
"Karena lo perlu tau ini."
Bunga mendekatkan wajahnya kehadapan Fadya. Berbisik ditelinga gadis itu.
"Dan gue juga pernah tidur bareng Rino."
Bersamaan dengan pengakuan Bunga yang mencengangkan itu. Sekitar Fadya menjadi gelap. Ia tidak mendengar apa-apa lagi. Tubuhnya limbung seketika kalau saja tidak ada beberapa siswi yang lewat untuk menopang tubuhnya sebelum mendarat di lantai.
Seketika itu juga suara heboh terdengar di depan toilet perempuan. Bahwa ada seorang siswi yang pingsan.
Dika dan teman-temannya yang tidak sengaja melewat pun ikut diam melihat keadaan. Tak lama dari arah berlawanan Rino dengan peluh di keningnya berlari menuju toilet itu.
Riska teman sekelas Rino juga Bunga tidak sengaja mendengar percakapan mereka sewaktu di toilet tadi. Sehingga ia pun segera mencari keberadaan Rino yang sedang asik main basket bersama teman-temannya. Riska melihat wajah Fadya yang pucat. Ia khawatir akan terjadi apa-apa. Dan benar saja dugaannya.
Dengan sigap Rino pun membopong Fadya dan membawanya ke UKS. Dika tersenyum melihat pemandangan tersebut terlebih ia kini melihat Bunga keluar dari toilet.
Bunga tersenyum puas setelah mengatakan hal tadi kepada Fadya meskipun api cemburu menyelimutinya karena melihat wajah khawatir Rino. Dan kenapa harus Rino yang membawa Fadya ke UKS.
"Licik juga lo. Bikin anak orang sampe pingsan gitu." Suara Dika terdengar dibelakang dirinya. Bunga pun menoleh.
"Ia. Gue emang licik. Setelah semuanya disini terlihat bahagia dan hanya gue yang menderita. Terlebih lo udah terang-terangan mencampakkan gue."
Bunga berlalu meninggalkan Dika. Ia pun sangat kecewa pada Dika karena tidak lagi memakai jasanya. Perasaannya hancur karena ia merasa tidak cukup berarti untuk siapa-siapa disini.
Tubuhnya yang sudah rusak membuatnya tidak lagi bisa menjadi gadis seusianya. Yang masih polos dan lugu. Yang masa depannya akan cerah. Bunga sudah kehilangan itu semua ketika faktor ekonomi menghimpitnya.
Dan kini setelah Dika tidak lagi memberinya bayaran karena tidak lagi memintanya melayani. Bunga pun terpaksa bekerja di sebuah club malam. Ia tersenyum miris meratapi nasibnya.
----------------------------------------------
KAMU SEDANG MEMBACA
him (END)
Teen FictionBertahan atau melepaskan Selalu ada alasan yg menyertai keduanya Tapi ada satu hal yg sulit dihentikan ketika kamu melepaskan seseorang Kamu tidak selalu bisa benar2 menghapusnya dalam ingatanmu Meskipun kamu sudah berusaha keras mengenyahkan segala...