Fadya Kamila
Hujan deras kala itu memaksaku untuk menghentikan langkah di sebuah halte bus. Aku berusaha mengeringkan seragam sekolahku yang sudah basah kuyup. Sial. Percuma saja sudah terlanjur basah. Aku menyesal tidak mendengar apa kata bunda untuk membawa payung. Jaket kesayanganku pun tertinggal di kelas.
Aku memeluk tubuhku sendiri dengan kedua tangan. Untungnya aku masih memakai tank top sehingga pakaian dalamku tidak akan terlihat. Lagian apa bagusnya dari tubuh gadis SMP sepertiku. Tubuh mungil, kulit putih pucat, rambut lurus sebahu. Yah benar apa kata bunda, aku memang cuek dalam hal berpenampilan.
Buugh
Sesuatu tepatnya seseorang menyenggol bahuku hingga membuat tubuhku hampir limbung. Aku pikir sebentar lagi aku akan terjatuh di tanah yang becek dan berair. Aku pun memejamkan mata, pasrah dengan kejadian yang tidak terduga ini.
"Kamu ga mau buka mata, cantik?"
Refleks aku membuka mata dan mengerjap beberapa kali. Lengan kokoh menyangga pinggangku. Lengan satunya lagi menahan kepala belakangku.
"Eh, hm iya."
"Sorry, gue ga sengaja nabrak lo tadi."
"Iya gapapa."
Lelaki ini tersenyum di depan wajahku. Tunggu. Kenapa wajahnya dekat sekali. Aku tersadar ternyata posisi kami belum berubah. Aku masih di dalam sanggahannya.
"Iya udah lepas." Kataku gugup. Sungguh sebelumnya aku tidak pernah sedekat ini dengan lawan jenis.
"Oh iya, eh sorry. Refleks tadi soalnya gue ga mau lo jatoh ."
Aku tidak menanggapi perkataannya barusan. Masih berusaha menetralkan detak jantungku. Itu tadi perasaan apa ya?
"Gue Ferino, lo?" Dia mengulurkan tangannya sembari tersenyum lebar kearahku.
"Aku Fadya."
"Hm, lo SMP mana?"
"Bhakti Mulya."
"Kalo gue SMP Angkasa."
Aku hanya mengangguk.
"Elo."
"Itu."Kami saling melemparkan senyum.
"Ladies first."
"Itu muka kamu kenapa?"
"Oh ini, biasalah urusan cowok."
Jujur aku penasaran sedari tadi karena luka lebam di wajahnya.
"Kamu mau bilang apa tadi."
"Lo habis UN?"
"Iya, kamu juga?"
"Iya nih, hari terakhir UN malah babak belur dah gitu kejebak hujan lagi."
Aku hanya tersenyum menanggapi perkataannya. Hujannya semakin deras. Dan kebetulan hanya ada kami di halte tersebut. Maklum ini halte sudah tidak berfungsi dan hari menjelang sore.
Dia melepas jaket yang tersampir dibahunya. Mengangguk agar aku membuka lengan dan memakai jaketnya. Aku terkejut mendapat perlakuan seperti ini. Dan jantungku rasanya menghangat. Ada apa ini?
"Biar lo ga kedinginan."
"Makasih."
Jam menunjukkan pukul 4 sore. Hujan pun mulai reda. Meski masih menyisakkan rintik-rintik gerimis. Cowok disampingku berkali-kali melihat jam tangannya. Sepertinya dia ada janji, mungkin.
"Duh, sorry nih gue duluan ga apa2?"
"Eh, iya tapi ini jaketnya?" Aku berusaha melepas jaket itu untuk menyerahkan kepadanya. Tapi tangannya lebih dulu menahan pergerakanku.
"Udah pake aja dulu, lo kan cewek, ga enak dilihat dengan keadaan seragam putih lo yang basah itu."
Pipiku memanas. Benar saja berarti sedari tadi banyak orang lewat memperhatikan keadaanku dan juga cowok ini. Aku malu sekali.
"Malah ngelamun, gue duluan ya Aya? Bye."
Cowok itu berlalu menembus gerimis sambil melambaikan tangan kearahku. Sesekali ia menengok ke belakang.
Aku semakin mengeratkan jaket yang kupakai. Tepatnya jaket milik cowok itu. Ferino.
Kuputuskan untuk menembus gerimis kecil dihadapanku. Mengingat hari mulai petang, jarak rumahku pun tinggal sedikit lagi. Aku hanya perlu melewati beberapa pertokoan. Satu perempatan dan masuk ke gerbang Perumahan Cipta Asri.
##########
KAMU SEDANG MEMBACA
him (END)
Novela JuvenilBertahan atau melepaskan Selalu ada alasan yg menyertai keduanya Tapi ada satu hal yg sulit dihentikan ketika kamu melepaskan seseorang Kamu tidak selalu bisa benar2 menghapusnya dalam ingatanmu Meskipun kamu sudah berusaha keras mengenyahkan segala...