18💕who are you?

37 3 0
                                    

Alvera Ditha: Rino bisa ketemu ga?

Rino cukup terkejut mendapat pesan singkat dari Vera. Sahabat masa kecilnya, juga cinta pertamanya. Ia juga rindu berbagi obrolan dengan gadis ini. Ia yakin kini ia sudah menghapus semua perasaannya terhadap Vera.

Jika pertemuan ini hanya sekedar mengakrabkan kembali pertemanan yang sempat terputus. Bukankah tidak masalah.

Ferino Aksen: oke

Rino pun akhirnya menyetujui ajakan Vera untuk bertemu. Mereka memutuskan untuk bertemu disebuah kafe tengah kota. Suasana sore yang hangat memancarkan sinar lembayung diujung baratnya.

Rino mengedarkan pandangan begitu ia memasuki kafe. Sapaan sopan dari pelayan ia tanggapi dengan sebuah anggukan kecil. Dan ketika seorang perempuan melambaikan tangan kerahnya Rino pun berjalan hendak mendekati perempuan itu bersamaan dengan arah pandangnya terhadap seorang lelaki yang duduk disebelah Vera. Itu Dika.

"Hai Rino, duduk."

Rino pun mengangguk dan kemudian duduk dihadapan kedua pasangan kekasih ini.

"Sorry nih aku ga pernah bilang sama kamu kalau aku pacaran sama Dika." Tatapan lembut Vera memberi desiran khawatir dihati Rino.

"Ga apa-apa, selamat ya buat kalian berdua." Rino mencoba menampilkan senyumnya demi menghargai kebahagian Vera, sahabat masa kecil yang pernah ia sayangi.

"Kayanya double date kita udah lengkap." Dika membuka suara sekaligus melambaikan tangan kearah perempuan yang kini berdiri di dekat pintu masuk kafe.

Rino cukup terkejut mendapati Fadya, kekasihnya juga diminta datang oleh Dika? Bagaimana mungkin?

"Siapa Yang?"

"Pacarnya Rino sayang."

"Ko kamu ga bilang-bilang?"

"Kejutan." Dika mendekati telinga Vera berbisik. Itu semua membuat Rino ilfeel, mengingat bukankah Dika pacaran juga dengan Bunga.

Raut wajah terkejut juga ditampakkan Fadya ketika sampai di dekat meja mereka.

Fadya dan Rino untuk beberapa detik mereka saling pandang. Namun, dehaman Dika seketika membuat Fadya mengalihkan pandangannya.

"Sorry Fadya gue ga bilang jujur kalo mau ngadain pertemuan ini." Senyum Dika seolah menyiratkan kesengajaannya mengerjai Fadya.

"Dan aku cukup berbaik hati untuk datang karena alasan dari teman satu kelompok aku yang mengajak mengerjakan tugas." Fadya menekankan kata teman satu kelompok dengan pandangan lurus kearah Dika disertai raut wajah kesal.

Rino yang melihat ini semua cukup jengah mengingat entah mengapa ia mempunyai firâsat buruk kalau Dika punya rencana jahat. Dan ia tidak akan rela jika hal ini nantinya menyakiti Fadya, gadis yang ia sayangi.

"Kita bisa pulang dari sini." Rino menggenggam tangan Fadya sembari hendak beranjak dari tempat itu.

"Rino."

Suara siapa itu?

Let's see. Sepertinya lo juga masih nyimpen rasa sama cowok brengsek ini.

"Padahal ada hal yang mau gue sampein sama lo Fadya Kamila." Tatapan menghujam kini Dika tunjukan kepada Rino.

"Dika, aku ga ngerti ya ini sebenarnya ada apa?"

Lo emang ga bakal ngerti Vera sayang. Tapi gue pengen lo benci sama cinta terpendam lo ini yang berkedok sahabat masa kecil.

"Yaudah kamu mau bilang apa, bisa cepat katakan." Wajah lelah kini Fadya tunjukan. Demi apapun itu ia yakin antara mereka bertiga ada sesuatu yang tidak ia ketahui dan entah mengapa dirinya sebentar lagi pun akan terlibat.

"Sebelumnya kenalan dulu nih sama cewek gue."

"Vera."

"Fadya." Senyum riang Vera hanya ditanggapi dengan senyum tipis Fadya. Bukannya sisi ramah Fadya sudah hilang, hanya saja mood nya sudah cukup buruk atas kebohongan Dika yang berdalih ingin menyelesaikan tugas kelompok.

Padahal Fadya sudah rela membawa laptop dan meluangkan waktunya untuk semua ini. Meski sebenarnya ia sudah mengumpulkan dan mulai menyusun laporan kelompoknya.

Hingga ia melupakan tidak mengkonfirmasi terlebih dulu kepada Ferina teman satu kelompoknya juga. Karena dengan liciknya Dika mengatakan semua teman kelompoknya sudah hadir dan tinggal menunggu dirinya.

Oke cukup curhatan Fadya kepada dirinya sendiri. Ini kita lihat ada apa sebenarnya dengan orang-orang ini. Termasuk Rino kekasihnya yang lebih banyak diam seperti sedang memendam sesuatu.

"Mulai sekarang lo bisa deket sama cewek gue ini, Fadya."

"Kita pulang aja?"

Rino sudah malas menanggapi sikap Dika ini. Ia pun tidak ingin membuat perasaan tidak nyaman yang pasti mulai dirasakan kekasihnya.

"Eitss. Nyantai bro. Gue cuma mau kasih tau ke cewek lo. Kalo cewek gue ini adalah sahabat lo sedari kecil. Iya kan sayang?"

"Iya. Fadya mungkin kita bisa jadi teman." Vera mencoba mencairkan suasana yang sudah dirasa tidak mengenakan.

Terlebih lagi, dia masih tidak mengerti mengapa sikap Dika jadi seperti ini.

"Biar lo bisa lebih tau tentang cowok lo nanti."

"Gue dan Fadya bisa pamit sekarang." Rino dengan lugas mengucapkan itu. Ia pun hendak menarik tangan gadisnya sebelum kata-kata Dika kembali menelusup indera pendengaran ketiganya.

"Lo harus penasaran Fadya, kenapa cowok lo ga bisa lama-lama disini."

"Dika udah cukup." Sergah Vera

"Kenapa sayang? Kamu juga ga mau memperjelas semuanya."

"Maksud kamu apa sih?"

Fadya hanya diam membisu, berusaha mencerna setiap kata demi kata yang ia dengar disini. Dari orang-orang ini yang entah mengapa membuat sesuatu dalam dadanya terasa bergemuruh.

Ada apakah ini sebenarnya? Mengapa seolah-olah hanya dirinya yang cukup bodoh disini.

"Gue ga ngerti maksud lo sebenernya apa Dik? Oke gue disini ngerasa ga nyaman karena gue tadinya menghargai kalian sebagai temen gue. Tapi ketika tiba-tiba lo bawa cewek gue berada disini juga dan itu membuatnya ga nyaman. Sorry gue ga bisa ngebiarin itu semua."

"Meskipun lo harusnya jelasin juga sampe sekarang lo masih suka sama Vera?"

"Dika."

"Dan kamu juga Ver, aku tau kamu punya rasa yang lebih dari sahabat ke Rino. Iya kan?"

"Engga, Dika itu semua ga benar. Aku sama Rino cuma teman. Walau dulu kita bersahabat."

Raut sedih ditunjukkan Vera terlebih ia sendiri pun tidak yakin akan perasaannya terhadap Rino. Karena sedari dulu ia berusaha menampik semuanya dan mencoba membuka hatinya untuk Dika.

"Gue bisa jelasin ini semua ke cewek gue tanpa perlu lo ikut campur. Gue duluan."

Tidak perlu menunggu lama lagi akhirnya Rino mengamit tangan Fadya dan meninggalkan mereka.

Hening yang tercipta selama mereka berada di dalam mobil Rino. Fadya dengan segala praduganya yang berkecamuk dalam benaknya. Juga Rino dengan segala rasa bersalahnya kenapa tidak sedari awal terbuka tentang dirinya kepada Fadya.

Hingga pada akhirnya Fadya harus mendengar ini semua dari orang lain.

Who are you?

------------------------------------------------------

Speechless....😌

him (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang