Tidak ada yang lebih melekat daripada keinginan untuk melupakan.
(Putri Setyo Nugraha)
🌷🌷🌷
"Van, kok lo kejam gitu sih?"
Revan mengangkat kedua alisnya bingung, "kejam?"
"Kasihan tau Rani ...." Putri menundukan kepalanya dia melihat sepatunya yang mulai kotor, jujur saja dia merasa tak enak dengan Rani. "Gue pernah ada diposisi dia," lanjutnya lagi.
Revan diam, dia memperhatikan gadis yang sedang duduk disebelahnya ini. Wajahnya terlihat murung, gak ada cahayanya banget. Revan mendengus ringan kemudian mendongakkan kepalanya melihat langit yang sudah mulai gelap. Posisi mereka sekarang sedang duduk di taman kota untuk menghabiskan sore bersama. Cie bersama, uhuk.
"Jadi lo mihak siapa sih sebenernya?" tanya Revan tiba-tiba. Putri mengangkat kepalanya lalu menatap Revan dari samping, perempuan itu terpaku dengan objek disampingnya ini, jarak mereka terbilang sangat dekat dan Putri baru sadar bahwa Revan memang ganteng dilihat dari sisi manapun.
Putri masih terpaku, dia masih mengatur detak jantungnya yang berdegup dengan kencang. Sejak Revan memberikan sebuah senyuman padanya tadi jantung Putri jadi gak berfungsi dengan normal, bawaannya deg-degan mulu apalagi kalau keinget kejadian itu. Duh, aku kudu ottokeh ini? batin Putri berbicara.
Revan menoleh dan Putri langsung membuang pandangannya. Revan mengerutkan keningnya mendapati Putri sedang menatapnya tadi, tatapannya dalem banget Revan bisa merasakannya. Sedangkan Putri, dia sedang berdoa dalam hati semoga Revan gak tau kalau sedari tadi dia memandanginya terus. Malu banget pasti lah ya ketangkep basah gitu lagi curi-curi pandang sama doi.
"Put--"
"Gue gak liatin lo sumpah!" ucap Putri tiba-tiba.
Revan sempat diam beberapa saat sampai akhirnya dia menyemburkan tawanya. "Ohh jadi lo liatin gue dari tadi?" ucapnya disela-sela tawa.
"Eh?"
Sudah dipastikan wajah Putri sekarang merah seperti kepiting rebus, Putri membuang pandangannya tak mau menatap Revan. Dia malu gaes, salting pula. Unch.
"G-gue mihak lo kok, Van." Putri mencoba mengalihkan pembicaraan dan itu berhasil membuat Revan menghentikan tawanya. Revan menoleh ke arah Putri, "asal gak kayak tadi caranya dengan lo kasar ke dia. Gue cewek, Van, gue paham perasaan dia apalagi gue pernah ada di posisi kayak gitu."
Revan mengangkat kedua alisnya, "lo pernah?" tanya Revan dan Putri mengangguk.
"Dan rasanya itu sakit banget, Van ...." jawab Putri pelan. Ingatannya kembali pada beberapa tahun yang lalu dimana dia melihat Adnan sedang berjalan bersama perempuan lain dan saat itu emosi Putri memang masih labil, dia menghampiri keduanya dan langsung menampar perempuan itu. Posisi mereka saat itu memang sudah berpacaran.
Air mata Putri tiba-tiba menetes saat mengingat hal dimana Adnan malah menamparnya dengan sangat keras.
Hatinya kembali sakit rasanya seperti ada beban berat yang menghantam dadanya, nafasnya kembali sesak. Memang sih yang di lakukan Revan tak sekasar Adnan tapi tetap saja menurut pandangan perempuan itu adalah hal yang salah. Setuju tidak, girls?"Sama siapa lo di gituin? Mantan?"
"Iya ...."
"Di apain emang?"
"Tampar."
Revan diam pun sama dengan Putri. Mereka sama-sama terdiam dengan pikiran masing-masing. Entah kenapa perasaan Revan jadi panas begitu mendengar itu, dan tanpa Revan sadari dia sudah mengepalkan kedua tangannya.
Putri mengusap air matanya yang sudah meluncur mulus di wajahnya dengan cepat, "ya pokoknya caranya gak gitu, Van. Lo awal mulai hubungan sama Rani pasti baik-baik dan kalau mau mengakhirinya juga harus secara baik-baik."
Revan tak langsung menjawab suasana menjadi hening hanya ada suara gelak tawa anak-anak yang menghiasinya. Putri menatap Revan yang sedang melamun. "Hoy," perempuan itu menyenggol pelan lengan Revan.
"Siapa yang nampar lo tadi?"
"Mantan gue."
"Namanya?"
"Hmm .... udahlah, Van, gak usah dibahas."
Revan mendengus pelan saat mengdengar jawaban Putri, agak kecewa sih tapi dia juga sadar bahwa dia tak bisa memaksakan Putri untuk bercerita padanya. Mungkin lain waktu Putri mau memceritakan semuanya. Iya, Revan yakin.
"Iya deh ...."
"Btw, inget ya lo harus selesain masalah ini baik-baik, jangan kasar."
Revan menoleh dan menatap wajah Putri, "gak bisa gue, Put." ujarnya pelan nyaris tak terdengar.
"Bisa, lo pasti bisa, 'kan gue bantu." Putri tersenyum hangat, Revan sempat diam sesaat dia seperti memikirkan sesuatu sampai akhirnya dia pun tersenyum juga.
Duh jantung gue...
Lagi-lagi Putri membuang pandangannya dia tak mau menatap Revan. Sedangkan laki-laki itu kembali menatap langit. "Gue mau pulang," kata Putri.
"Bentar lah gue masih betah disini," soalnya ada lo, ehehe.
"Ish, nyokap gue pasti khawatir."
"Gue udah bilang kok."
"Hah?"
Revan menoleh, "iya gue udah bilang ke dia kalau lo lagi sama gue."
Putri terdiam dia seperti sedang memikirkan sesuatu, wajahnya terlihat serius sekali membuat Revan menahan tawanya. Putri yang curiga karena gelagat Revan langsung saja memicingkan matanya.
"Lo ngerjain gue ya?!"
"Gak."
"Bohong lo!"
"Elah, kagak!"
"Ish, jujur gak!"
"Udah jujur!"
"Gue ceburin lo di kali nih ...."
"Ceburin aja entar lo gak ada yang nganter pulang, mampus."
"Ish .... Revan!"
"HAHAHA .... ya udah mukanya biasa aja, HAHAHA ....."
Dan dunia pun serasa milik Putri dan Revan. Mereka menghabiskan sore penuh dengan canda dan tawa. Eeaa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Story Of Putri [COMPLETED]
Teen FictionRevan bertanya, "mengapa wanita selalu beranggapan bahwa pria mudah bosan?" Gadis itu, Putri, menarik sudut bibirnya ke atas dan menjawab, "fakta membuktikan, beberapa pria beranggapan wanita tidak mempunyai pendirian. Dan beberapa wanita mengangga...