Bab 28

195 20 0
                                    

"KAMU Adnan ya?" tanya Maryam pada Revan. Laki-laki itu mengangkat kedua alisnya.

Adnan?

Revan terkekeh sambil menggelengkan kepala, "bukan, nek, saya Revan."

"Adnan, jangan buat nangis Putri terus!" ucap Maryam galak.

Revan mengerutkan keningnya samar, kemudian dia teringat dengan ucapan Putri. "Nenek gue budek plus pikun, Van. So, maklumin aja ya faktor U. Hehe."

Revan tertawa pelan kemudian dia menjawab dengan sabar, "bukan, nek, saya Revan bukan Adnan. Revan nek, Revan." ucapnya dengan penuh penekanan diakhir kalimat.

Raut wajah Maryam berubah jadi terkejut, tangan kanannya juga dia letakkan di depan mulutnya. Ekspresinya lucu banget. "Oalah, salah orang toh aku."

Revan terkekeh, "iya, nek. Saya Revan."

"Siapa tadi namanya?"

"Revan, nek."

"Revanek?"

Revan menggeleng kuat, "bukan. Revannya aja, gak pake nek."

"Ohh, nak Revan ...." Maryam menganggukan kepalanya paham. Revan tersenyum. Akhirnya masalah nama selesai, batin Revan bersorak.

Saat ini Putri sedang berada di dapur. Gadis itu sedang membuatkan minum. Berhubung bibi--asisten rumah tangga neneknya sedang keluar, jadi Putri yang membuatkannya.

Hening dalam beberapa saat sampai akhirnya Maryam berbicara.

"Nenek bersyukur kamu bukan Adnan, nak. Kamu orang baik, nenek bisa ngerasainnya sewaktu tadi lihat kamu di depan."

Revan diam mendengarkan, dia gak berani ngomong. Maryam mendengus seraya membetulkan kacamatanya. "Adnan itu sering buat Putri nangis."

Nangis?

"Nenek tau sendiri, Putri sih gak mau ngasih tau. Nenek cari tau apa penyebab Putri sering nangis begitu sampe akhirnya nenek tau alasanannya."

Revan masih diam.

"Alasannya ya karena Adnan." lanjutnya lagi dengan nada tak suka.

Revan sangat tertarik dengan obrolan ini dan sebenarnya dia ingin menanyakan sesuatu, tapi dia gak berani juga. Jadi ya Revan diam mendengarkan saja, sesekali dia mengangguk lalu tersenyum. Iya, gitu-gitu aja terus sampai leher dan wajah Revan terasa pegal.

"Kalau udah nangis, Putri suka gak keluar kamar seharian. Dia ngurung diri, lupa makan, lupa keluarganya, lupa teman-temannya juga.

"Besoknya Putri keluar kamar dengan wajah yang menyeramkan. Matanya sembab, hidungnya merah, rambutnya acak-acakan. Persis kayak setan. Hih." lanjutnya lagi.

Revan tertawa saat melihat ekspresi serta gaya bicara Maryam yang bisa dibilang sangat meyakinkan. Wanita itu akhirnya diam tak berbicara lagi.

Revan menggaruk tengkuk lehernya yang tak gatal, dia sedang memikirkan sesuatu.

Tanya gak ya?

"Tanya aja kalau ada yang mau ditanyain." Revan terkejud gaes saat neneknya Putri ini berbicara seperti itu. Hebat, padahal wanita tua ini budek tapi dia bisa mendengar suara hati Revan.

Ciaaa.

Revan pun berdehem kemudian memberanikan diri untuk bertanya. "Hm, nek, maaf sebelumnya kalau saya lancang. Tapi boleh saya tanya sesuatu?"

Maryam mengangguk, "tanyakan saja, nak. Jangan sungkan." jawab wanita itu dengan senyuman hangatnya.

Senyumnya mirip banget sama Putri. Revan sampai cengo. Mungkin senyum Maryam itu dia turunkan pada cucunya.

Revan pun menggelengkan kepalanya pelan, dia kembali tersadar dari lamunannya.

"Apa Adnan itu orang yang nampar Putri, nek?" tanya Revan dengan hati-hati.

Maryam sempat terkejud gaes, terlihat sekali dari raut wajahnya. Tapi gak berlangsung lama. Revan yang menyadari itu langsung saja meminta maaf. Dia takut.







Takut lampu hijau yang Maryam kasih tiba-tiba berubah jadi merah. Cia.





Enggak kok enggak, Revan takut karena dia pikir Maryam punya penyakit jantung. Bahaya banget 'kan kalau sampai kambuh. Revan juga berpikir neneknya ini belum tahu tentang hal itu.

"M-maaf nek, saya--"

"Kamu tau dari mana?" potong Maryam dengan cepat.

Revan sempat menaikan kedua alisnya ke atas tapi sedetik kemudian dia menetralkan raut wajahnya. "Nebak doang sih, nek."

"Iya benar, dia yang nampar Putri." kata Maryam pelan dan tak lama dia meninggikan suaranya, "nah gara-gara itu tuh Putri ngurung diri seharian di kamar!"

Revan membungkam mulutnya, laki-laki itu diam, dia juga terlihat terkejud. Emosinya tiba-tiba memuncak saat mengetahui fakta tersebut.

Jadi Adnan orangnya. Bangsad memang.

"Jangan bilang soal itu sama Rita ya, nak, dia gak tau. Nenek minta tolong sekali sama kamu."

Revan tersentak mendengar suara Maryam. Padahal pelan loh gaes. Cowok itu mengerutkan keningnya, "Rita?"

Ya Allah, Van, masa nama calon ibu mertua lu gak tau. Lelaki macam ava kau?):

"Iya, dia ibunya Putri. Kalau sampai dia tau nenek khawatir dia jatuh sakit lagi."

Revan mengangguk samar. Oh ibunya Putri ....

Nah kan baru tempe eh salah baru tahu maksudnya):

"Iya, nek. Saya gak akan bilang kok soal ini ke tante Rita." dan juga Putri.

Iya, Revan bakal pura-pura gak tahu soal hal ini sampai Putri yang memceritakannya sendiri padanya.

Maryam mengeluarkan nafasnya lega seraya menyandarkan punggungnya kebelakang sofa. "Terima kasih ya, nak. Nenek juga titip Putri sama kamu."

"Ya Allah, nek. Nenek gak usah berterima kasih, saya jadi gak enak." kata Revan sambil tertawa canggung. Maryam ikut tertawa. "Saya bakal jaga Putri kok, nek." ucap Revan meyakinkan.

Iyalah jelaz bakal jaga Putri, wong Putri doimya. Dia juga udah sadar dengan perasaannya terhadap Putri,  makanya Revan gak bakal biarin siapapun nyakitin doinya itu.

Cia.

Uhuq.

Maryam mengangguk, "nenek yakin dan percaya sama kamu, nak. Kamu bahkan jauh lebih baik dari Adnan."

Revan diam kemudian dia menarik sudut bibirnya ke atas. Laki-laki itu merasa sangat senang. Entahlah, karena apa. Entah karena sudah mendapat lampu hijau dari neneknya atau perihal masalah menjaga Putri? dua-duanya kali ya.

Hmm.

Dan tak lama Putri datang membawa nampan yang berisi minuman dan juga beberapa toples kue. Dia menyusunnya di atas meja seraya berkata,

"Maaf ya lama, soalnya tadi Putri bantu mang Ijan dulu."

Story Of Putri [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang