Chapter 22

2.2K 224 36
                                    

Happy Reading!
.
.
.

#Ruang Kerja Yuri

"Bagaimana yoong? Apa sudah ada perkembangan kabar dari pihak polisi" tanya yuri memainkan pena yang ia ketuk ketuk di atas meja.

"Belum daddy. Polisi mengatakan. Pelaku pengeroyokan sinb sangat licin. Dan juga, tidak adanya barang bukti apapun disana. Ini menyulitkan polisi mengatasi kasus yang menimpa sinb" yoong duduk bersandar disofa. Menghela nafas panjang. Sudah lima hari yoong ikut berpatisipasi dalam mencari dan mengatasi kasus pengeroyokan sinb. Bahkan yoong bersikap layaknya seorang detektif di TKP.

"BAJ-"

"Daddy. Jangan mengumpat dan emosi. Ingat darah tinggimu" ujar yoong memperingati yuri agar tidak meluapkan emosinya. Bukan karna darah tinggi yuri. Melainkan yoong takut dirinya lah jadi objek kemurkaan yuri.

Yuri menghela nafas, mengusap dadanya berharap mendapat kesabaran yang tinggi.

"Daddy tenang saja. Jika kutemukan pelakunya. Akan ku cincang cincang dan ku jadikan makanan untuk Rebertoku" seringai yoong mampu membuat yuri bergidik ngeri dengan anak sulungnya ini. Sungguh mengerikan tapi tidak semengerikan jessica jika sudah murka padanya.
.
.
.

Hari kelima sinb masih berada dirumah sakit. Yerin masih setia menemani sinb diruang rawatnya. Mata sinb masih terbalut perban karena empat jam yang lalu sinb menjalani oprasi perbaikan saraf mata.
Yerin menggenggam tangan sinb menempelkan punggung tangan sinb dipipinya. Sinb tersenyum ketika yerin terus menggenggam tangannya.

SINB POV

Aku merasa senang dan bahagia jika yerin berada didekatku. Dan aku akan merasa hampa jika jibangku pergi dariku. Didalam kesulitan hidup ini pasti akan diikuti kebahagian dibelakangnya. Aku yakin suatu saat nanti aku dan yerin kelak akan mendapatkan kebahagian yang kami inginkan. Seberat apapun cobaan yang kami hadapi, dengan tangguh kami akan siap menghadapi dan menjalaninya. Karena bagiku, yerin adalah duniaku. Rumah kedua bagiku setelah keluargaku.
Luka yang kudapat dari pengeroyokan kemarin tidak ada apa apanya daripada luka jika kami dipisahkan. Jika aku sudah sembuh nanti, aku akan mencari tau siapa yang menyuruh pria bertopeng yang menghajarku kemarin.

"Sinb.." ah suara lembutnya seperti alunan lagu balad yang kusukai.
Yerin mengusap lenganku dengan penuh perhatian.

"Apa aku boleh bertanya padamu?"

"Tanyakan saja sayang" ujar ku memberi senyum.

"Apa yang melakukan itu appaku? Atau.."

"Taehyung?" Aku yakin, pasti dia sedang mengangguk meski aku tidak melihatnya.

"Ntahlah. Ketika aku menanyakan hal itu pada si pria bertopeng itu, dia tidak memberitauku siapa pelakunya. Lagipula dia tidak mungkin menyebut siapa yang sudah menyuruhnya" dan aku yakin saat ini dia sedang menghela nafas sembari menggigit bibirnya. Pasti yerin juga cemas takut takut jika pelakunya adalah appanya. Jika benar appanya yerin, aku tidak akan melaporkannya kepada polisi, aku belum membuktikan padanya jika aku bersungguh sungguh pada putrinya ini. Tapi jika itu taehyung, maka tanganku sendiri yang akan menghajar si pokerface itu.

Aku tidak sabar melepas perban yang membaluti mata dan kepalaku ini. Aku ingin melihat wajah jibangku. Aku merindukan eyesmile, senyum, tawanya, semua panca indra yang ada padanya.
Tapi kata dokter, perbanku ini hanya bisa dilepas jika sudah dokter berkata kapan harus dilepaskan.
Lagipula, aku sangat bosan hanya duduk saja diranjang ini.

"Yerin? Aku ingin jalan jalan" pintaku

"Tapi kau belum pulih sinb. Jika kau banyak bergerak, luka jahit diperutmu akan terbuka kembali" aih yerin, aku benar benar bosan kau tau.

Under Our Sky {END}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang