{26} I SURVIVED

2.1K 83 5
                                    

Happy reading...

Setelah bang fahri menyuruhnya menyusul iren, adhit langsung bergegas ke tujuan tanpa mengganti dulu bajunya, sepanjang perjalanan ia terus menghubungi nomor iren, namun tetap tidak bisa dihubungi. Ia bahkan hampir saja membanting hp nya karena kesal.

Sampailah ia ketempat yang bang fahri maksud. Ia memarkirkan mobilnya di taman dan berjalan kaki menelusuri rumah dean.

"Permisi bu. Ibu tau rumahnya dean ? Katanya sih rumahnya nggak jau dari sini" tanya adhit kepada ibu ibu yang sedang mengobrol bersama seorang gadis di halaman rumahnya.

"Ouh nak dean, di situ nak, deket rumah oren itu" jawab wanita paruh baya tersebut sambil menunjuk ke arah rumah berwarna oren disembrang rumahnya.

"Oh gitu makas..."

"ntar kamu belok aja trus lurussss beberapa meter dari situ ada perempatan, trus kamu pilih belok ke kanan abis itu ada masjid, kamu lurus lagi, trus dari situ kamu tanya lagi ke orang, dimana rumah dean"

"Lah bu katanya deket rumah oren..."

"Hehe ibu ndak tau"

"Yo wes aku pergi dulu, makasih bude" jawab adhit tersenyum palsu menahan kekesalannya.

Adhit kembali melanjutkan penjelajahannya mencari rumah dean.

"Gila, sepi amat udah kaya TPU" gerutu adhit yang sama sekali tak melihat orang melewat.

"Mau tanya ke siap...coba"

Beberapa meter dari tempat adhit berdiri, sebuah rumah besar nan mewah membuat langkah adhit terhenti. Bukan karena terpana oleh rumahnya, karena rumah adhit pun tak kalah dengan bangunan yang satu ini, ia berhenti karena melihat mobil yang terparkir asal di depan gerbang.

"Kayaknya gua pernah liat ni mobil" gumamnya. Ingatannya kembali ke hari hari dimana ia lumayan sering melihat mobil itu.

DEAN !

"Bini gua lu taro dimana ? Kurang ajar lu gak balikin bini gua" kata adhit kesal, ia pun memasuki rumah tersebut. Untungnya gerbang terbuka lebar.

Ketika baru saja ia akan mengetuk pintu, ia mendengar perdebatan dibalik pintu. Ia urungkan niatnya mengetuk pintu dan memilih untuk mendengarkan terlebih dahulu agar tak salah paham.

"Gua gak main main ren, lu terima gua aja. Itu doang yangu mau !"

"Terima lu ? Lu gak bisa maksa gue !"

"Oke, kalau gitu terpaksa gua lakuin yang lebih spesial buat lu !"

"Apaan si dean ! Lepasin gue !"

BRUKK

Suara dobrakan pintu membuat dean mengalihkan perhatiannya. Begitu pun iren, dilihatnya adhit yang mengepalkan tangannya dan menatap mereka dengan penuh amarah.

Adhit memperhatikan sekujur tubuh iren, ia membuang nafas tenang saat mengetahui bahwa dean belum melakukan apa apa. Tapi ketika matanya tertuju kepada 3 kancing seragam iren yang terbuka, betapa murkanya ia, dengan kasar ia menarik iren yang masih berada di pelukan dean.

"Adhit ? Ngapain lu disini hah ?" Tanya dean sedikit kesal.

"KENAPA ? GUA NYURUH LU BUAT BAWA PULANG IREN KERUMAHNYA ! BUKAN KERUMAH LU !" Teriak adhit.

"Apa urusannya sama lu ?" seketika raut wajah dean berubah. Ia terlihat menantang adhit.

"URUSAN IREN YA URUSAN GUA!" Adhit semakin meninggikan suaranya karena geram.

ADHIT DAN IRENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang