12 - Redamancy

59.7K 7.1K 888
                                    

redamancy (n.) the act of loving in return. 

D I O

Seandainya gue bilang gue benar-benar menyesal sudah menjawab video call dari Bokap gue sendiri, apa itu lantas bikin gue jadi anak durhaka?

Not that I hate my Dad, though. Buat gue, dia adalah figur ayah terbaik yang bisa gue dapatkan. Sejak gue kecil, Papi bukan tipe laki-laki yang galak atau kerap melampiaskan amarahnya setiap kali dia merasa nggak senang dengan sesuatu. Papi adalah orang yang humoris, hampir selalu menjadikan segalanya sebagai bahan gurau dan hobi banget bertingkah konyol. Sebagian besar orang yang nggak mengenalnya mungkin nggak akan menyangka jika Papi bisa kayak gitu. Dia adalah pengusaha sukses yang sudah mapan bahkan sejak sebelum menikah—salah satu alasan kenapa dia bisa menikahi Mami yang waktu muda pernah jadi model sampai ke tingkat internasional. Susah membayangkan perusahaan besar dengan skala mutinasional dipimpin oleh orang sekonyol dan hampir tidak bisa diajak bicara serius seperti Papi, tapi memang begitulah karakternya.

Gue sayang sama dia. Gue nggak pernah malu mengakui kalau dia adalah bokap gue. Tetapi, lo tau, tingkah anehnya adalah sesuatu yang nggak akan mudah diterima sama semua orang. Seperti sekarang misalnya. Dari baju yang Papi pake, gue bisa menebak jika dia baru kelar nge-gym. Tapi kenapa juga harus pake sunglasses? Pertama, Papi nggak lagi di pantai. Kedua, Papi nggak lagi nge-gym di pantai—yah lo bayangin aja pantai mana di Jakarta Raya ini yang nyediain treadmill outdoor? Ketiga, langit udah gelap. Bilang ke gue, apa ada orang waras yang pake sunglasses di dalam ruangan saat malam sudah menjelang?

Dari dulu, gue memang selalu meragukan kewarasan Papi—sesuatu yang sering Mami bilang adalah penyebab kenapa model kawakan sepertinya bisa jatuh cinta sama Papi.

"Dio, kasih HP kamu ke temanmu lahhh, Papi mau ngobrol nih."

"Biar apa, Pi?" Gue membalas dongkol.

"Ini cewek pasti bukan sembarang cewek. Papi tau anak Papi. Sudah sekian tahun kamu nggak pernah jalan sama makhluk yang namanya cewek, apalagi berduaan begini malam-malam. Apa jangan-jangan ini cewek yang dibilang Mami tadi sore." Papi nyerocos panjang-lebar sambil berjalan melintasi koridor sebuah bangunan. Gue menyipitkan mata, menduga jika Papi sedang beranjak menuju luar gym sekarang. Ck. Gue tau Papi memang nggak tau malu, tapi nggak mengira dia bakal sepede itu video call-an sambil jalan—yang mana sesuai dugaan gue, membuat orang-orang yang berpapasan dengannya menoleh heran. Mana nggak pake earphone pula.

"Mami cerita apa?"

"Mami bilang kamu kirimin lipstik ke dia. Warnanya bagus. Luar biasa, soalnya Mami bilang, pilihan warna lipstik yang Papi atau kamu belikan selalu buruk. Jelek semua, sampai Mami hibahkan ke Rina." Rina yang dimakud Papi adalah asisten rumah tangga keluarga gue. "Papi penasaran dong, soalnya Papi nggak mau kalah sama kamu, meski cuma menyangkut dunia perdengdongan para perempuan."

"Dengdong?" salah satu alis Hana berkerut, membuat gue harus mati-matian menahan diri supaya tidak membenturkan kepala gue ke pilar bangunan terdekat. Sumpah deh, Papi betulan bikin gue malu.

"Maksud Papi gue dandan." Gue berbisik keras pada Hana yang langsung manggut-manggut mengerti, lantas berpaling pada Papi. "Pi, jangan pake bahasa lekong gitu, dong."

"Aduh, Dio, itu bukan bahasa lekong. Itu bahasa gaul. Papi kamu ini kan gaul abis. Umur boleh tua, tapi jiwa Papi tetap muda dan membara. Kayak lagunya Rhoma Irama." Papi terkekeh, lalu menatap ke kejauhan, sejenak tak memandang fokus pada kamera. "Onde mandeeee... ujan ko labek bana." (Wadohhhh, ujannya deres banget, cuy).

Secret Love SongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang