🙃
H A N A
"Lah, kok penumpangnya nambah? Lo habis membelah diri apa gimana nih, Na?"
Itu respon pertama Faris waktu dia balik ke mobil setelah menunaikan urusan panggilan alamnya yang nyaris membuat separkiran McDonald's geger. Gue hanya diam, melempar pandangan ke luar jendela sambil menggigit kentang goreng gue.
"Gue ngomong ama lo, Nana Dalem!"
"Tadi nemu depan McDonald's. Gara-gara kasihan, ya gue pungut aja."
"Dih, jahatnya!" Edgar berseru protes, tapi lagi-lagi gue mengabaikannya. Sumpah ya, gue benci banget terjebak dalam situasi kayak gini. Situasi di mana gue hanya bisa membisu seribu bahasa binatang sebab nggak tahu harus ngomong apa. Terlebih tadi, waktu Edgar dengan santainya bilang begitu. Gue cuma mampu cengo, karena nggak tahu kenapa... ada sebagian dari diri gue yang menganggap ucapannya itu benar.
Kenapa ya, di saat-saat darurat lo kayak tadi, malah justru gue yang selalu ada, bukannya Dio?
Gue punya seribu satu alasan untuk membantah, sebenarnya. Gue bisa bilang karena Dio sibuk dan dia adalah mahasiswa harapan bangsa yang kelak bakal mengabdikan dirinya kepada masyarakat. Ditambah lagi, ada kemungkinan besar kalau masa depan Dio bakal lebih cerah daripada masa depan Edgar. Gue nggak bilang jadi anak seni rupa itu bikin lo auto-miskin, cuma kalau jadi peseni rupa bisa lebih kaya jadi dokter, atuhlah orang pada rebutan masuk jurusan seni rupa, bukannya jurusan kedokteran.
Atau gue juga bisa balas Dio itu lagi sama ibunya sekarang. Dio anak berbakti, suka meluangkan waktu buat nongkrong sama maminya atau nelepon papinya kalau lagi senggang. Kurang idaman apa? Udah ganteng, pintar, bermasa depan secemerlang lampu Philip LED yang bentuknya kayak puting-beliung, terus cinta keluarga lagi. Beuh, kelojotan aja dah para perawan macam kucing kena sebor kuah indomi.
Bodohnya, gue hanya diam, sambil mengizinkan sebuah tanya ikut melintas dalam pikiran gue;
Iya, ya? Kenapa bisa selalu lo ada, bukannya dia?
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret Love Song
Ficção Adolescente[Completed] (sebagian chapters diprivat untuk followers, follow untuk membaca) Untukmu, yang berani singgah namun tak pernah sungguh. Tentang kita, yang dulu sedekat nadi tapi terlalu rumit untuk menjadi. Dariku, yang masih...