13 - Da Real MVP

51.3K 6.5K 731
                                    

"So, tell me about this guy."

Hana langsung berhenti memainkan ponsel di tangannya begitu mendengar suara Rainer, disusul oleh secangkir kopi dengan busa bertumpuk di atasnya. "Apaan nih?"

"Caramel macchiato."

"Enak?"

"One of the best in my café."

"Nggak usah sok Eropa gitu, deh." Hana mendengus sebelum meletakkan ponsel di atas meja, kemudian meraih gelas dan menyesap seteguk. Tegukan pertama itu belum lagi sempurna melalui kerongkongannya ketika detik berikutnya dia terbatuk, membuat sisa kopi dalam mulutnya muncrat sampai membentuk bercak-bercak di atas meja.

"Jijik banget, anjir." Rainer mendesis, meski dengan cekatan langsung mengeluarkan sehelai lap meja dan mengeringkan cairan kopi yang terpercik. "Habis ini gue harus buru-buru bersihin mejanya pake formalin."

"Lo kira gue mayat?!"

"Mayat aja masih lebih cakep dari lo."

Hana mendelik. "Kencing banteng dari kebun binatang mana yang baru aja lo kasih ke gue?"

"Dasar lidah kampung."

"Apa banget one of the best. One of the best kepala lo ceper! Masih enakan juga kopi Good Day kemana-mana. Udah lebih enak, ceban dapet serenteng pula. Kopi ini mah menang penampilan doang. Sama aja kayak para ayam kampus genit. Penampilan oke, isi busuk."

"Mulut lo makin fasih aja nyinyirin orang." Rainer menggeleng-gelengkan kepala. "Tapi lupain aja. Sekarang kasih tau gue tentang cowok itu."

"Cowok yang mana?"

"Nggak usah berlagak seolah-olah ada banyak cowok dalam hidup lo."

"Apa sih, Rai?!"

"Cowok yang udah bikin lo nggak berhenti cengengesan macam pasien rumah sakit jiwa lolos dari kerangkeng kayak sekarang." Rainer melipat tangan di dada, memandang pada Hana dengan tegas. "Nggak usah ngelak. Gue tau kalau lo lagi jatuh cinta, lo bakal gimana."

"Tapi gue nggak—"

Kata-kata Hana terputus karena secara tiba-tiba, Rainer menyentil dahinya. Cukup keras, karena rona merah langsung menyebar di sana sesaat setelahnya. Mengerang lirih, Hana memberengut sembari mengusap kulit dahinya sementara Rainer justru tertawa.

"Gue udah bilang kan tadi? Jangan ngelak."

"Dia baik."

"Baik aja?"

"Ganteng."

"Kalau itu udah tau. Lo ini tipe cewek yang ogah berdekatan dengan makhluk bernama cowok kalau cowoknya nggak ganteng." Rainer berujar. "Lo tuh emang shallow banget kalau udah urusan cowok. Pokoknya ganteng. Titik. Dan lo bakal tergila-gila sama dia."

"Kata siapa? Ada kok cowok yang nggak ganteng tapi bisa dekat sama gue?"

"Oh ya? Siapa?"

"Lo."

Mata Rainer menyipit. "Seingat gue, dulu lo adalah salah satu cewek yang paling sering bilang kalau gue itu ganteng banget."

"Dulu. Kalau sekarang sih udah nggak ganteng. Mungkin karena lo udah mulai menua."

"Gue belum setua itu, Yohana Sayang."

"Ew. Jangan sayang-sayang-an sama gue. Cuma Dio Alvaro yang boleh manggil gue sayang. Lo selaku rakyat jelata yang nggak mungkin bersaing dengan titisan pangeran jagad raya kayak Dio mending langsung minggir sebelum keok karena kesenggol."

Secret Love SongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang