E D G A R
Mungkin ini bisa masuk rekor paling mencengangkan, namun setelah beberapa hari berlalu, Hana nggak menunjukkan tanda-tanda kalau ikrarnya buat menyerah sama Dio hanya bacot belaka. Susah dipercaya, tapi ternyata dia memang benar-benar sudah lelah. Dalam hati gue, ada sedikit rasa kasihan. Pahit banget nasibnya, kapal hubungannya sama calon imam kecintaan dunia akhiratnya udah karam duluan sebelum bisa berlayar.
Keputusan Hana sendiri membuat Faris dan Rama kecewa karena kehilangan bahan ledekan. Gue sendiri nggak tau mau bilang apa. Satu-satunya yang punya itikad baik buat nge-chat Dio duluan—berhubung anaknya juga menghilang kayak lenyap ditelan Buto Ijo—tapi langsung dihentikan oleh Je yang merebut ponselnya sebelum cewek itu bisa mengirim pesan.
"Nggak guna juga ngechat dia."
"Apaan, sih?!" Raya protes.
"Gue bilang, useless kalau lo coba ngechat Dio."
Faris langsung ngegas. "Cemburu mah bilang aja kali, Sob. Nggak usah sok asik alibi gini-gitu." Ujarnya sambil mengaduk sisa bumbu gado-gado di piringnya pakai garpu, sementara rama iseng menambahkan sambal hijau ke sisi bumbu gado-gado di piring Faris. Faris cekikikan, balas menambahkan sisa tembakau dari rokok yang belum habis hingga garam dan lada yang disediakan di atas meja, membuat ramuan yang lebih mematikan dari mantra Avada Kedavra.
"Ew, jorok lo berdua." Kata gue.
"Kan Dio nggak bakal tau kalau yang ngechat gue, soalnya gue pake HP Adrian."
"Siapa bilang gue cemburu?"
Muka Raya langsung memerah.
"I—iya, sih, tapi kan—ngg—tapi kan intinya—"
Je tertawa. "Cie, kepengennya gue cemburu ya?"
"Apaan, sih?!"
Je masih terus saja tertawa hingga ekspresi wajah Raya membuatnya bertanya. "Ra, are you okay?"
"Nggak. Abisnya lo nyebelin."
Je berdecak. "Jangan gitu, dong." Je meraih rahang Raya, memaksa cewek itu berhenti tertunduk. Buset. Gue heran, apa ada ya orang udah mantanan masih suka kayak gitu? "Tapi beneran bakal useless ngechat dia."
"Useless kayak gimana, sih?"
"Orang kayak Dio, kalau udah sibuk, boro-boro ngecek HP, makan aja mungkin dia lupa."
Hana langsung melotot. Yah. Masih peduli aja dia. "Serius lo?! Kalau nanti dia kena magh gimana?!"
"Deh, katanya udah nyerah mau ngedapetin Dio. Kok masih perhatian aja, sih?"
Hana menghela napas dengan gerakan nggak kentara sementara matanya masih menatap sangar ala-ala nyai blorong ke Rama yang masih aja cengar-cengir pamer gigi macem brand ambassador Pepsodent. "Ngomong sekali lagi ya lo, Wardah, nanti si Arsya gue bawa kesini beneran." Kata Hana, nyebutin nama cewek Jawa puteri keraton yang dikirimin eyangnya Rama buat dia jaga selama tuh cewek kuliah di Jakarta.
"Ler." Kata Rama.
"Ya ampun, Rama, ketauan eyang lo udah disambelin kali mulut lo sekalian sama cobek-cobeknya." Gue ngakak.
"Kan yangti lagi nggak ada disini."
"YANGTI? APAAN TUH? SPESIES PUDEL TERBARU?" Hana ngakak ngeledek. "Buset. Seriusan lo manggil eyang lo pake sebutan yangti? Macem bocah cadel baru belajar ngomong najis bentukan anak TK gini dibilang PK playboy cap kabel di seantero kampus. Sebagai cewek gue merasa terhina."

KAMU SEDANG MEMBACA
Secret Love Song
Teen Fiction[Completed] (sebagian chapters diprivat untuk followers, follow untuk membaca) Untukmu, yang berani singgah namun tak pernah sungguh. Tentang kita, yang dulu sedekat nadi tapi terlalu rumit untuk menjadi. Dariku, yang masih...