37 - Happy Ending

48.6K 6.5K 1.5K
                                    

🌼

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🌼

H a n a

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

H a n a

Tiga cowok yang berada di sekitar gue hanya bisa tercengang waktu gue ngibrit meninggalkan halaman kos Edgar menuju jalan raya. Sebenarnya bakal lebih drama lagi kalau tiga-tiga menahan gue sambil bilang, "Na, sini gue antar!" tapi sayangnya, itu hanya berada dalam angan-angan. Sialnya, kepergian gue juga nggak bisa terjadi dengan syahdu karena koneksi internet gue yang mendadak letoy, bikin aplikasi ojek online gue jadi lama banget loadingnya, berasa kayak berabad-abad. Itu membuat gue berdiri kayak orang bego di pinggir jalan sambil mandangin ponsel di tangan, sementara Faris, Dio dan Edgar mengernyit seraya nggak berhenti menatap punggung gue. Ini ya kalau dalam komik, mungkin di kepala tiga cowok itu, udah muncul tiga garis sama tanda setetes air.

"Waduh, beneran deh ini operator kartu gue minta digampar! Paket murah sih iya paket murah, tapi sinyalnya macam gue lagi ada di tengah belantara Papua Nugini aja!" gue mendengus sebelum berbalik dengan nggak tahu malu, melotot pada Edgar yang kontan tersentak. "Batak!"

"I—iya?"

"Password Wi-Finya apa?!"

"Mana gue tahu, bangsat."

"Heh, ngelunjak ya lo sekarang! Password Wi-Fi-nya apa?! Buruan kasih tahu nggak!?"

"Passwordnya tuh itu!" Edgar berseru, kini ikut-ikutan sewot. "Passwordnya managuetahubangsat. Nggak pake spasi, huruf kecil semua. Emangnya lo mau ke mana?"

"Ke kampus. Gue perlu nemuin Desna sama Rinjani."

"Dengan piyama kayak gitu?"

"Kan gue pake jaket. Masih bisa masuk kalau sampai kantin, mah." Gue menjawab nggak peduli seraya mengetikkan password untuk menyambungkan ponsel gue dengan koneksi Wi-Fi kos Edgar. Dalam hitungan detik, ponsel gue terhubung dengan jaringan internet yang buset cepat banget deh, macam laju larinya Muhammad Zohri. Sayangnya, niat gue memesan ojek online kembali terinterupsi oleh suara sepeda motor yang mendekat diiringi jeritan heboh milik seseorang yang gue kenal.

"Di sini, Pak! Nah, sip, oke, eak berhenti dengan cantik daaaaaan... saya pun turun." Gue lupa sejenak pada apa yang mau gue lakukan saat motor ojek online yang ternyata ditumpangi Rama berhenti beberapa meter di depan gue, tepat di tepi jalan. Cowok itu nyengir tanpa dosa, seakan-akan tatapan penuh tanya yang diarahkan oleh gue, Faris, Edgar dan Dio tidak menjadi masalah buatnya. Dia melepas helm di kepalanya, mengembalikannya pada abang ojek yang mengantar.

Secret Love SongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang