H A N A
Each time you fall in love
It's clearly not enough
You sleep all day and drive out in LA
It isn't safe
Seisi kamar kos gue dipenuhi oleh alunan lagu Each Time You Fall in Love milik Ciggarettes After Sex sambil tangan gue nggak berhenti mengambili baju-baju dan barang-barang ajaib lainnya yang kebetulan tersumpal disana—seperti misalnya kepala charger ponsel si Batak yang waktu itu raib entah kemana (kayaknya waktu itu gue jahil mau ngumpetin kepala charger dia tapi ujung-ujungnya malah kelupaan) sampai kolor kebanggaan warna merah muda milik ibu kos yang sengaja gue colong dari jemuran. Soalnya pusing nggak sih lo kalau ketemu ibu kos lo setiap saat dan apa yang dia omongin nggak jauh-jauh dari perkara kolor merah jambu serta dimana tempat yang tepat untuk mencari kolor di Tanah Abang?
Sambil beres-beres, bayangan soal wajah pangeran sembilan ratus rupiah gue, cinta gue si Dio Alvaro itu nggak berhenti melintas dalam benak gue. Sebetulnya gue sangat-sangat malas untuk melakukan aktivitas yang namanya beres-beres, atau apa pun itu yang berkaitan dengan perkara bersih-membersihkan dan rapi-merapikan ruangan. Namun kemudian, gue baru dapat pencerahan setelah bersemedi semalaman.
Nggak, gue nggak semedi di kaki Gunung Kawi macam pemuja Mak Lampir atau berendam di Pantai Selatan. Kenapa? Soalnya Gunung Kawi kejauhan. Berat di ongkos. Lupakan juga masalah berendam di Pantai Selatan. Kena air kamar mandi di atas jam empat pagi aja sudah bisa bikin gue menggigil kedinginan, apalagi nyemplung ke laut dalam di tengah malam? Bisa-bisa gue jadi ikan sarden yang siap dikalengin alias beku-mati-tidak berdaya.
Mari kita abaikan soal Gunung Kawi, Mak Lampir atau Nyi Roro Kidul karena cerita gue ini bukan cerita silat yang penuh siluman dan golok sakti ala Wiro Sableng. Intinya, gue mendapatkan pencerahan soal masa depan gue bersama Dio Alvaro. Ini serius. Gue percaya perasaan gue buat Dio Alvaro adalah sesuatu yang murni, sesuatu yang penuh dengan pertanda—lo bayangin aja, jarang banget nggak sih ada pangeran yang dikirim Tuhan untuk menolong lo di masa paling terdesak dalam hidup (baca: waktu duit lo kurang buat bayar belanjaan lo di kasir minimarket) dan ternyata malam harinya lo baru tau kalau penyelamat lo itu adalah teman kuliah lo sekaligus cowok most wanted di seantero kampus yang benar-benar tipe lo banget. Oke, kenapa sekarang gue jadi kedengeran kayak saudaranya Young Lex yang baru kelar kursus nge-rap?
Sugesti dari gue; lupakan dan skip.
(Hehehe, udah kayak kata mutiara waktu abis kelar ngisi soal ujian aja).
Jadi, setelah menimbang dan berpikir masak-masak layaknya Dayang Sumbi yang memikirkan cara untuk menolak lamaran Sangkuariang, gue memutuskan untuk mulai membenahi hidup gue yang sangat berantakan ini. Gue tidak berikrar bakal ikut PIMNAS atau ke luar negeri dalam rangka pertukaran mahasiswa tahun depan. Nggak, karena itu ibarat mimpi terbang di depan matahari. Bukannya tercapai, yang ada malah terbakar. Langkah-langkah yang gue ambil untuk membenahi hidup gue adalah langkah-langkah logis yang berada di dalam jangkauan kemampuan gue.
Pertama; membersihkan kamar gue yang kata Edgar udah kayak lokasi beternak semut, rayap dan kecoak. Tapi dia emang agak lebay, sih. Gue mungkin jarang bersih-bersih, tapi kamar gue nggak semenjijikkan itu—kebetulan aja waktu itu Edgar masuk ke kamar kos gue waktu salah satu dari BH biru langit kebanggaan gue lagi nyangkut di rak buku—dan nggak ada peternakan kecoak seperti yang dia sebutkan. Cuma ya, emang rada berantakan. Jadi gue sengaja merapikan sambil menurunkan foto-foto pria ganteng dari seluruh penjuru dunia yang tertusuk pin di sterofoam sambil berbisik dalam hati;
"Maafkan aku, koleksi makhluk tampanku, tapi kini saatnya aku hijrah."
Iya, lo nggak salah dengar. Gue memang memilih hijrah dan membuka lembaran hidup baru dimana satu-satunya cowok ganteng yang akan gue perhatikan adalah cinta gue itu, si Dio Alvaro. Besok-besok, sterefoam itu bakal kembali dipenuhi foto, tapi tentu saja bukan foto Jeviar, bukan foto Adrian, bukan foto member Super Junior atau foto-foto Zayn Malik setelah doi keluar dari One Direction. Mereka memang indah, namun mereka fana alias tidak tergapai, termasuk Jeviar dan Adrian. Jeviar terlalu susah ditebak dan mulutnya bau mulut buaya, sementara Adrian, well, kata Faris, kalau gue mau mendapatkan hati seorang Adrian, gue harus operasi plastik dulu sampai mirip Miranda Kerr.
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret Love Song
Teen Fiction[Completed] (sebagian chapters diprivat untuk followers, follow untuk membaca) Untukmu, yang berani singgah namun tak pernah sungguh. Tentang kita, yang dulu sedekat nadi tapi terlalu rumit untuk menjadi. Dariku, yang masih...