Part 4

2.5K 225 23
                                    

Please follow, vote, comment, dan rekomendasiin cerita ini ke temen2 kamu yg lain :)

Happy reading :)

Aku berulang kali menarik kaos yang dipakai Wilona untuk membangunkannya. Tidak peduli semahal apa kaos itu. Aku juga tidak mengerti kenapa dia harus repot-repot membelinya, jika hanya untuk digunakan tidur begini.

Pakaian selalu menjadi hal merepotkan untuk sebagian orang, termasuk designer satu ini. Aku ingat sekali kabar terakhir soal kaosku yang tertinggal dirumahnya saat menginap. Wilona tidak segan-segan memberikannya pada asisten rumah tangga untuk dijadikan lap. Menyebalkan.

Sebagai gantinya, dia memberiku kaos yang katanya 'limited edition'. Aku tidak tahu dimana letak istimewanya kaos yang hanya bertuliskan, "You just want attention, you don't want my heart" itu. Wilona bilang, karena penggalan lirik lagu Charlie Puth yang sedang booming itu membuatnya masuk dalam kategori trend fashion.

Belum lagi karena kaos itu dibuat dengan kualitas terbaik. Bahannya 100 % cotton combed. Dingin dan sejuk digunakan, awet dan tahan lama, menyerap keringat, dan tidak luntur. Jauh berbeda dengan kaos kusamku yang gambar Teletubbiesnya sudah tidak kelihatan. Hanya Tingkiwingki yang seingatku masih bisa dikenali dari empat sekawan tokoh kartun zaman aku masih SD itu. Tapi siapa coba, yang mau repot-repot melihat kaos yang hanya kupakai untuk tidur itu?

"Iiiihhh, sebantar lagi," omel Wilona jengah. Dia kembali menarik selimut yang tadi kusingkap. Aku mendesah frustasi.

Seharusnya Wilona tahu, dia tidak akan bisa tidur nyenyak saat menginap di rumahku jika adzan subuh sudah menggema. Aku tidak akan segan-segan menyeretnya untuk bangun. Aku tidak ingin masuk surga sendirin. Jika persahabatan kami bisa sampai akhirat nanti, pasti akan menyenangkan.

Meski belum sepenuhnya berhasil, tapi Wilona perlahan berubah walaupun bukan dalam skala besar. Setidaknya dia mau mencoba. Seperti memakai pakaian tertutup, sesekali ikut menemani kajian, dan melaksanakan sholat meski tidak tepat awal waktu.

"Kamu mau yaa, Allah mengulur untuk mengabulkan permintaanmu juga?" pancingku.

"Iyaaa...iyaa, ini aku banguuun," keluhnya kesal, dengan mulut yang masih sesekali menguap. Aku terkekeh geli. Dia menyibak selimut, lalu berjalan gontai ke kamar mandi.

***

Wilona tiba-tiba duduk di sampingku, meraih remot yang sedang kupegang. Acara kajian yang tadi kutonton memang sedang dijeda iklan, sehingga Wilona tidak merasa perlu berbasa-basi untuk mengganti stasiun TV. Dia segera menyesap ramuan teh pelangsingnya, setelah memindahkan stasiun TV ke acara gosip. Tadi pagi dia sudah ribut minta ditemani ke minimarket terdekat untuk membelinya, setelah menimbang berat badan yang katanya naik satu kg.

Akhirnya aku mengalah. Menelusuri lowongan pekerjaan di gadgetku akan lebih ada gunanya dibanding mengikuti Wilona mengonsumsi kehidupan para artis itu. Beruntungnya hari ini aku tidak ada jadwal mengajar di pesantren. Berpura-pura bahagia akan menguras banyak energiku, dan aku sedang tidak punya banyak persediaan. Jadi setelah membantu Bunda bersih-bersih rumah dan menyiapkan berbagai menu rumah makannya, aku segera menghibur diri dengan menonton beberapa acara di TV. Sebelum Wilona menjajah daerah kekuasaanku tentu saja.

"Ihh...mereka sweet banget sih, nggak nyangka dia bakal menikah dengan orang lain."Aku baru saja mengamati screenshoot yang kuambil dari beberapa artikel lowongan pekerjaan, saat Wilona berseru heboh menanggapi berita pernikahan salah satu penyanyi cantik Indonesia paling populer abad ini.

"Padahal dia pacaran lama banget sama mantannya dulu. Kasihan ya, bertahun-tahun menjalin hubungan tapi ternyata cuma menjaga jodoh orang. Kejam banget takdirnya," lanjutnya lagi.

The One That Got AwayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang