Hola, ada yang baru selesai tarawih?
Nih, aku kasih dongeng sebelum tidur... Wkwk...Jangan lupa vote, comment, follow authornya, dan rekomendasiin cerita ini ke temen2 kamu yaa... Thank you ❤
Cepat lambatnya update tergantung point2 diatas... Hehee... Happy reading :)
***
Aku melangkah keluar kantor tepat saat jam makan siang datang. Sendirian. Biasanya teman-temanku yang rewel mengajakku makan bersama diluar, padahal aku sedang malas berjalan. Hari ini kebalikannya. Mereka bahkan belum beranjak dari kubikel masing-masing, karena tumpukan tugas yang Elzan berikan.
Akhir-akhir ini mereka kerap mengeluh karena Elzan sering mengamuk seperti pertama kali dia datang. Ada saja yang salah dimatanya. Bahkan mereka tega-teganya menuduhku punya hubungan spesial dengan Elzan diluar pekerjaan, karena melihat pekerjaanku yang jauh dari istilah 'kerja rodi' seperti mereka.
Aku tidak tahu lagi bagaimana nasib surat pengunduran diriku kemarin. Jangankan untuk menanyakannya langsung pada Elzan. Sampai tengah malam tadipun, aku hanya bolak balik mengetik pesan padanya untuk mengajak bicara, lalu menghapusnya kemudian sebelum terkirim. Bingung harus memulainya seperti apa. Apalagi isi terakhir percakapan kami adalah tumpukan chat Elzan yang kuabaikan dan baru kubuka semalam. Tiba-tiba aku merasa bersalah, tapi juga tidak bisa menyingkirkan kebencianku padanya.
Aku baru saja memikirkannya. Hebatnya, tidak lama setelah itu aku bisa melihat Elzan yang baru saja keluar dari mobilnya lebih dulu, sebelum dia melihatku. Kami saling bersitatap beberapa detik, sebelum memalingkan wajah kemudian.
Renata keluar dari pintu mobil yang lain. Ada bagian diriku yang tiba-tiba merasa tak nyaman melihatnya. Kenapa sih, Elzan mau repot-repot membesarkan gensinya untuk mengejarku agar diakui dapat menakhlukkan hatiku, kalau wanita sesempurna Renata sudah bisa dia ajak jalan kemana-mana seperti itu? Kenapa aku kesal sendiri melihat mereka seserasi itu jalan bersisian? Ish...
Renata terlihat makin semampai dengan high heels yang berwarna senada dengan bajunya. Atasan turtleneck, dipadukan dengan pantsuit warna pastel yang lembut memberi kesan feminim. Cantik. Permainan nggak akan seimbang kalau sainganku wanita secantik dia.
Lipstik merah di bibirnya terlihat sudah agak memudar, tapi senyumannya masih semanis biasanya. Aku membalasnya canggung, karena dia mendekat diikuti Elzan dibelakangnya.
"Gimana pertemuan kemarin? Reza tetap nggak mau diajak kerja sama?" Aku menggeleng. Elzan mengangkat sebelas alisnya mendengar nama Reza disebut. Wajahnya berubah gelap, seperti mencoba menyingkirkan beberapa pikiran yang mengganggunya.
"Yah, sayang sekali," gumam Renata lirih. Tetapi beberapa saat kemudian, dia segera menghadap Elzan dengan mata berbinar. "El, kemarin aku dan Milka ketemu selebgram yang mengajar privat ngaji Opaku. Yang aku ceritain ke kamu tempo hari buat diajak kerja sama. Ternyata kata Milka, dia yang privat kamu juga."
"Reza?" tanya Elzan memastikan.
"Iya. Bisa, nggak, kamu ikut bujuk dia? Kasih tawaran yang bagus, gitu. Kemarin aku pengen berjuang lebih keras lagi buat meyakinkan dia, tapi aku ada urusan mendadak tiba-tiba." Aku suka sekali melihat wajah Elzan yang sekarang terlihat bekerja keras untuk menutupi keterkejutannya. Ini bukan kejutan kalau saja kemarin dia tidak asal menuduhku dan Reza.
"Ya udah kalau dia nggak mau. Tulisan yang dipaksakan nggak akan berakhir bagus." Nada bicaranya ketus. Sekarang siapa yang tidak profesional disini. Siapa yang kemarin menjejaliku materi betapa pentingnya memisahkan urusan pribadi dan pekerjaan.
"Loh, kok gitu? Sayang loh, kalau dilepas. Tulisannya bakalan tepat sasaran target pasaran kita. Dia lagi viral dimana-mana. Aku sempat liat akun gosip instagram sampai mengunggah postingan tentang dia. Bahkan dia muncul di beberapa berita acara gosip artis gitu di TV. Tulisannya bakalan booming deh, pasti. Yah... siapa sih akhwat jaman sekarang yang nggak tergila-gila gitu sama Reza? Milka juga pasti nggak bisa menolak. Iya kan, Ka?" tanya Renata tiba-tiba padaku. Aku tau pertanyaan itu tidak sungguh-sungguh dia lontarkan. Tapi Elzan justru menunjukkan raut wajah serius ikut menunggu jawabanku dengan sinis.
KAMU SEDANG MEMBACA
The One That Got Away
SpiritualSebaik apapun mereka, aku hanya bisa memilih satu, atau menyakiti keduanya. Karena aku tidak bisa menjadikan dua matahari sekaligus dalam satu langit. Hanya akan ada satu yang bersinar, membagi banyak cercah hangat cahayanya untukku. Tapi bagaimana...