Part 9

2.1K 203 30
                                    


Haiiii... ada yang nunggu cerita kadaluwarsa ini? Maaf yaa, telaattt. Dunia nyata lagi super hectic. Doakan UTS ku lancar yaa... semuanyaaa.

I have tried my best, jadi pliss tinggalkan vote dan comment yang bikin semangattt. Abaikan typo dan sebagainya, karena aku nggak sempat edit. Happy reading

Aku dengan segera menyeruput bubble tea yang baru kupesan, setelah menemani Wilona menonton film drama romantis di salah satu bioskop dekat rumahku. Aku sudah berusaha menolak untuk ikut, tapi Wilona memang bukan lawan yang mudah untuk bergulat membuat alasan. Setumpuk lembar ujian santriwati yang sengaja kutunjukkan bahkan tidak membuat Wilona menyerah untuk merusak malam mingguku. Besok aku harus mengajar full di pesantren, dan aku tidak ingin kesalahan seminggu lalu kuulang kembali karena kurang konsentrasi. Tapi Wilona justru menyalahkanku karena tidak segera mengundurkan diri. Dia bahkan sempat menuduhku tidak mau segera resign karena gagal move on dari Reza. Tentu saja aku segera menyangkalnya.

Tapi siapa yang bisa membohongi hatinya sendiri? Menyebalkannya, hatiku justru seolah mengejek semua alasan klise yang kuutarakan pada Wilona. Tentang belum adanya pengganti, aku yang tidak enak pada Ustadz Rizal, dan banyak hal yang kuharap bisa mengelabui perasaanku sendiri lebih dari yang berhasil kulakukan pada Wilona. Tapi itulah hati dan perasaan. Keduanya milikku, tapi seolah dua hal penting itu sudah dicuri orang yang dulu terlanjur kubukakan pintu untuk masuk. Orang yang berhasil mengambilnya, tapi gagal menjaganya dengan baik.

"Menurutmu bagaimana?" tanya Wilona memutus lamunanku. Sudah ada deretan foto yang dia susun diatas meja. Aku bahkan tidak sadar kapan Wilona menyingkirkan vas bunga berisi bunga lili yang tadi berada di tengah meja. Aku hanya sempat mendengarkan awal cerita gadis cantik di depanku, yang pasti tidak jauh-jauh dari deretan gebetan atau mantannya.

"Kamu masih merasa perlu mendengar pendapatku? Aku lebih senang menunjukkan dalil larangan berpacaran dalam islam daripada menilai foto-foto itu. Ya ampun!" keluhku nyaris menjerit. Wilona memang tipe wanita idaman, tapi bukan berarti dia bisa mengumpulkan foto laki-laki sebanyak ini untuk dia seleksi.

"Ish...kamu makin menyebalkan, ya? Sepertinya kamu harus segera mengakhiri masa jomblomu, agar hidupmu nggak terlalu kaku," balasnya dengan nada sengit. Aku justru menertawakan wajah juteknya.

"Sepertinya kamu yang harus segera menikah. Dengan kandidat sebanyak itu, harusnya kamu nggak perlu merasa kesepian sampai harus menyeretku untuk ikut menonton film roman picisan seperti tadi. Aku sudah kenyang menelan banyak cerita romantis dalam naskah-naskah novel yang hampir tiap hari kuseleksi."

"kamu nggak ikhlas banget, sih?" protesnya makin sebal.

"Kamu tahu, aku bukan tipe orang yang tahan banting untuk menerima amukan bosku kalau sampai terlambat menyelasaikan pekerjaanku." Itu benar. Hari senin aku harus menyodorkan satu naskah, dan aku tidak mungkin menyeleksi naskah-naskah itu selain malam ini juga. Besok aku pasti sudah disibukkan dengan lembar ujian santriwati.

Dan untuk membayangkan berada dibawah tatapan horor Elzan karena keliru dalam pekerjaan bukanlah hal yang menyenangkan. Tentu saja dia berbeda dengan Reza yang justru akan selalu membelaku seperti waktu itu.

"Oh iyaaa...aku jadi ingat. Tahu nggak, aku baru tahu kalau bos kamu mantan gebetanku,"

"Apa?" pekikku terkejut. Ini dunia yang benar-benar sempit, atau Wilona yang memang sudah overdosis mengoleksi banyak pria dari setiap kalangan.

"Elzan kan, namanya? Dia kakak senior paling populer di kampusku dulu," ujarnya berapi-api. Aku memainkan bola mataku mengejeknya.

"Dia ambil jurusan fashion juga?" tanyaku santai, tanpa berhenti mengaduk minumanku. Aku sedang benar-benar ingin menikmati campuran coklat, taro, red velvet, dengan butiran-butiran jelly dalam tehku.

The One That Got AwayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang