The end (?)

1.3K 145 101
                                    

Lagi hectic gais, tugas kuliah numpuk, UTS pula, vote nya juga nggak bikin semangat. Yauda, malesku pun kumat :)))

Makasi yang masih ngikutin cerita ini, khusus buat yg rajin vote dan comment. Luv yuu ol ❤

Apa, cerita ini harus berakhir disini (?)
Kerangka cerita masih panjang, tapi...

***

"Mas, saya pesan jus alpukat saja," seruku tiba-tiba, sengaja mengalihkan pembicaraan. Semoga dengan mengalah suasana bisa membaik. Aku bisa saja menjelaskan apa yang terjadi malam itu, tapi aku sedang malas membicarakannya.

Elzan kembali menyandarkan punggungnya malas. "Bilang saja nggak mau jawab," gumamnya hampir tak terdengar. Dia bahkan membuang pandangannya keluar jendela.

"Ck... " decakku kesal. Kami selalu berdebat untuk urusan yang sama, dan ini membuatku benar-benar muak.

"Ehm..." Anthony berdehem pelan, berusaha memecah suasana tegang seolah tabuh genderang perang baru saja dibunyikan. "Sepertinya, aku dan Wilo pindah ke meja lain saja," katanya seraya menarik kursi.

"Jangan," seru Elzan menahan keduanya, bersamaan dengan tanganku yang juga menahan Wilona agar tetap disisiku.

"Nggak baik laki-laki dan perempuan hanya ngobrol berduaan. Iya, kan, Milka?" sindirnya halus. Aku memutar bola mata, seperti dejavu mendengarnya.

"Aku dan Reza nggak berduaan. Disana ada Sabrina. Memangnya kamu yang kemana-mana pergi berduaan sama cewek di dalam mobil?" sahutku geram.

"Apa?" Elzan menatapku tak mengerti.

"Aku barusan lihat ya, Bu Renata keluar dari mobil kamu," jelasku yang akhirnya kusesali.

Elzan tertawa seketika. Membuatku makin kesal melihatnya. Aku sedang bicara serius sekarang. Bukan dia saja yang bisa asal menuduhku tanpa meminta penjelasan apa-apa. "Aku suka saat kamu cemburu seperti ini," katanya santai dengan sisa tawa yang belum sepenuhnya mereda.

"Jangan mengalihkan pembicaraan!" sahutku sebal. Aku benar-benar tidak sedang bercanda sekarang.

"Dengar ya, kamu salah paham. Renata hanya..."

"Cukup!" putusku tak mau mendengar. Pasti ada banyak alasan yang bisa dia buat. "Aku nggak mau dengar. Teruskan saja kalau kamu memang nyaman seperti itu. Lagipula itu sama sekali nggak ada urusannya denganku, kalau saja kamu nggak menyalahkan aku dan Reza." lanjutku kesal.

"Elzan," seru seseorang dari arah belakang punggungku. Wajahnya yang tadi sempat kesal tiba-tiba menghilang seiring langkah seorang wanita yang mendekat kearah kami.

"Hai, semuanya," sapanya ceria. Wajahnya manis sekali saat mengumbar senyum seperti itu. Her make up is so on point. Im not even surprised. Riasannya benar-benar menunjukkan kepribadiannya. Eyeliner yang menunjukkan sisi kuatnya, dan semburat orange di bibirnya untuk menggambarkan karakternya yang menyenangkan.

"Hai, long time no see," sambut Anthony akrab. "Oh iya, kenalin, ini pacar gue," lanjutnya seraya memegang kedua bahu Wilona.

"Wilona," sapa Wilona seraya mengulurkan tangan.

"Renata," sambut Renata senang. "Wah, benar-benar cantik. Pantesan galau banget kalau lagi ada masalah," lanjutnya dengan nada mengejek Anthony. Dia terlihat sudah sangat akrab dengan keluarga Elzan. Tentu saja. Aku tidak bisa dengan mudah menjadi saingan wanita sekelas dia.

"Jadi lo sekarang bisa maklum kan, kalau gue sampai uring-uringan?" sahut Anthony yang mendapat pelototan dari Wilona. Renata tertawa renyah. "Oh, iya, btw lo udah jarang main ke rumah."

The One That Got AwayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang