Satu, one.
Rea mengetuk pena-nya diatas meja, suntuk, keadaan hatinya saat ini.
Andai saja dia tidak berulah tidak akan mungkin dia mendapat hukuman untuk mengerjakan 40 soal matematika dihadapannya.
"REAMUR AMOR!" Teriak sang ibu berkacamata tahun 90-an dengan rok lipit selutut.
"Kerjakan soalnya jangan menghayal!" Rea hanya mengangguk meng-iyakan.
Sedangkan disana, diluar jendela ruang guru, ada seorang gadis berambut hitam sepundaknya sedang menunggu sambil terus tertawa mengejek.
"Awas aja lo!" Geram Rea. Sial, suhu udara disekitar kembali terasa panas kala kepalanya kembali menunduk dan menatap 37 soal yang masih belum dia kerjakan.
"Mampus kamu, makanya jangan jail!" Seru Celcius yang kembali tertawa dijendela sana.
"Bu' kerjaannya besok-besok aja ya, saya lagi gak mood soalnya."
"Memangnya kalo kamu gak mood, saya harus ikutin mood kamu gitu? Kerjakan sekarang atau kamu nggak usah ikut pelajaran ibu sampai lulus sekolah sekalian!" Bentak ibu Ratna yang masih jengkel dengan kelakuan murid bengas yang satu ini.
Bayangkan saja, saat jam pelajaran matematika dimulai, dia menaburkan sekantong garam dibawah kursi guru sehingga ibu Ratna yang notabenenya dapat gangguan tidur langsung mengantuk dan tidur dengan pulas saat jam mengajar.
Namun, bukan itu yang jadi masalahnya, masalahnya, saat ibu Ratna tertidur, pengawas dari kantor dinas datang untuk mengecek keadaan setiap kelas duabelas dan mendapati ibu Ratna yang pulas.
Jadilah masalah kecil menjadi besar, sebesar gunung everest.
Disisi utara sana, seorang lelaki dengan pakaian yang tidak tergolong rapi datang bersamaan dengan teman, Ralat! Musuh bebuyutannya.
Kelvin dan Farenheit.
"Apalagi ini?" Tanya ibu Ratna dengan nada dingin.
"Kalian sudah kelas dua belas! Harusnya mencontohkan yang benar kepada adik-adik tingkat bawah, tapi kenapa akhir-akhir ini anak kelas dua belas yang terus- menerus membuat masalah?!"
Kelvin dan Farenheit tidak menggubris ucapan ibu Ratna, keduanya malah saling menatap dalam kebencian.
"Ngapa lo?!" Tanya Kelvin beringas.
"BANGSAT!" Dan pertengkaran ronde dua dimulai detik ini. Aksi tonjok-menonjok, dan melukai satu sama lain menjadi tontonan diruang guru.
Tapi tidak ada yang mencoba melerai karna mereka tau kedua siswa dihadapan mereka saling melempar tatapan membunuh.
"Rea panggilkan pak Sukardi! Cepat!" Teriak bu Ratna, si killer yang ternyata punya sisi penakut.
Rea terkekeh,"Tugasnya gimana?" Tanya Rea sok polos.
"Nggak usah ka--"
PRANGG!!
Pecahan kaca dimana-mana, darah keluar dari buku-buku tangan Kelvin yang robek.
"Rea!!" Teriak ibu Ratna gempar.
Senyum merekah diwajah Rea"Siap bu!" Seraya memberi gerakan hormat pada sang bendera.
Rea tahu, suhu keadaannya saat ini terasa sejuk yang menandakan dia sedang bahagia.
▪▪▪
Waktu datangnya pak Sukardi bisa dibilang cukup terlambat. Karena kedua murid yang tadinya berkelahi sudah duduk diam dikursi masing-masing.
KAMU SEDANG MEMBACA
°SUHU [HIAT]
Teen Fiction[Hai masa lalu, mari berdamai!] Lalu pada suatu hari Rea harus memilih. Perasaannya atau nyawa temannya? H A P P Y • R E A D I N G :)