Tiga belas, babu seminggu.
Rea berjalan sempoyangan melewati kelasnya,tatapan mata Celcius tidak henti-hentinya mengerjap.
Mencoba menyadari bahwa hal yang dilihatnya adalah kenyataan. Celcius sangat memperhatikan Kelvin dari segala sisi, bahkan dia sadar kalau ransel yang bertengger dibahu Rea adalah ransel Kelvin.
Sementara helm hitam metal adalah helm yang baru saja diganti Kelvin minggu lalu-dan ingin sekali dia sentuh, ternyata, Rea sudah lebih dulu menyentuhnya.
"Reaa!!" Celcius berteriak dibalik punggung Rea, bahkan untuk berbalik saja dia tidak mampu saking beratnya ransel si majikannya.
Ini tas apa batu sih? Berat banget,
Inginnya dia menginjak-injak kepala yang memiliki wajah ganteng itu, tapi apalah daya kalau foto-foto wajah aibnya sedang beristirahat dengan santai di hape si majikan.
Celcius menyentuh pundak Rea, "Kamu kok bawa tas sama helmnya Kelvin? Kok bisa?" Mata Celcius mengerjap.
"Gue benci banget sama itu anak!" Desis Rea yang membuat bulu kuduk Celcius berdiri.
"Sini aku bantuin, berat ya? Kok bisa sih?" Baru hendak tangannya beralih meraih ransel dan helm Kelvin, Rea sudah lebih dulu menepis tangannya.
Kening Celcius mengerut."Nggak usah Cel, gue bisa sendiri kok," sambil mengutuki dirinya didalam hati.
Gue mau banget lo bantuin,Cel. Mauu banget, tapi si kakek lampir itu bakal nyebarin foto aib gue, maaf ye.
"Gue duluan ya," Rea berlalu menaiki tangga menuju kelas Kelvin, dosa apa gue sampe berakhir kek gini.
Sementara Kelvin, sedang duduk dipojokan kelas yang tentu saja sedang makan sekantong kuaci dengan santai,"Eh, sayang gue datang nih, sini sayang," Rea menggigit kuat bibir dalamnya.
Sayang-sayang pala lo peyang?
"Nih!" Rea menyerahkan tas dan helm Kelvin, pengen gue banting tadi, tapi dia mengurungkan niatnya ketika Kelvin mengerling mata dan menggoyang-goyangkan hape ditangannya.
"Duduk dulu sayang sini, gue kelonin," dan tawa serempak dari seluruh anak kelasnya menggema, hati Rea sakit jika harga dirinya dijatuhkan seperti ini.
"YOU SON OF BITCH!!" Teriak Rea menunjuk Kelvin, tapi satu deheman dari Kelvin sambil mengangkat hapenya kembali menjatuhkan harga dirinya lagi.
Rea berujar kasar,"Gue minta maaf," dan pergi meninggalkan kelasnya dengan hentakan kaki.
Pengen gue tampar!!! ARGHHHH! SHIT SHIT!!
Rea menggerutu dalam hatinya, mencoba membuatnya tuli dengan tawa teman-teman Kelvin yang menggema.
Belum sempat menghela nafas lega, tiba dikelas dia sudah diberondongi dengan pertanyaan-pertanyaan aneh dari teman-temannya.
"Lo pacarnya Kelvin sekarang?" Mata Rea membulat besar, pacar? Are you kidding me?
"Bukan, jangan nyebarin fitnah deh Jeng," Ajeng, teman kelasnya yang duduk dibangku paling depan merupakan informan tergesit dalam hal mengenai Kelvin.
"Iya, gue nggak percaya soalnya kalau apapun hal itu tentang Kelvin, pasti gue udah tau lebih dulu," ujar Ajeng membanggakan diri.
Rea kembali mengutuk dirinya yang hari lalu pernah mencoba mengubah persepsinya tentang Kelvin, mengamatinya dalam diam.
Jika ingin memutar waktu, ingin sekali dia menghapus kejadian itu dari buku takdir. Ewh, mengingat dia pernah melakukan hal itu saja ingin membuatnya muntah.
Celcius menatap Rea lama ketika dia sudah merapatkan pantatnya dikursi,"Kamu....."
"...Pacarnya Kelvin?" Rea berdecak,"Ck, apa semua orang yang liat itu nilainya kaya gitu? Gue pacaran sama Kelvin? Sampe dia memohon-mohon pun gu--"
Omelan Rea terhenti ketika Miss Indri masuk ke kelas mereka, menebarkan tatapan intimidasinya seolah ingin mengutuk kelas.
Rea menutup matanya saat dia sudah lebih dulu mengerjakan tugas sekolah, memakai earphone ditelinganya untuk menenangkan kondisi hatinya.
Sementara Celcius masih berpikir dengan hati yang gundah,"Rea nggak suka sama Kelvin 'kan? Semoga enggak," gumamnya disela-sela kegiatan mencatatnya.
Jam istirahat yang harusnya Rea pakai dengan menghabiskan semangkuk bakso dan segelas nutrisari menjadi suram.
Perutnya keroncongan tapi dia tahan, daripada harus bertemu dengan kakek lampir.
Rea duduk sendirian mendengarkan musik, diluar hujan tapi dengan segenap hati, Rea tidak keluar untuk menghirup bau bumi.
Moodnya sedang tidak bagus hari ini. Rea memejamkan matanya sambil bersenandung pelan,"Pacar gue enggak laper?" Kemudian, pejaman mata Rea menjadi lebih kuat.
"Nih gue bawain gorengan," Kelvin menaruh diatas meja Rea, dan dia belum juga menbuka matanya.
"Pacar, entar pulang bareng gue ya," cukup sudah, Rea geram. "GUE BABU!" matanya terbuka perlahan, Rea tidak tahu bahwa Kelvin juga sedang melakukan hal yang sama sepertinya duduk menyandarkan kepala diatas meja.
Sehingga jarak muka keduanya begitu dekat. Rea juga bisa merasakan nafas Kelvin yang dibuang teratur.
Ini orang made in mana sih? Kok bisa santai-santainya kaya gini.
"Jangan panggil gue pacar. Gue bukan pacar lo. Kasihan juga fans lo yang lainnya bakalan patah hati." Kelvin terkekeh, dengan mata yang masih terpejam dan posisi kepala yang masih bersandar diatas meja Celcius.
"Bukan urusan gue," jawabnya lalu membuka mata perlahan. "Gue nggak pernah setenang ini sebelumnya,"
Pernyataan Kelvin berhasil membuka satu pintu rasa penasaran Rea lagi, dan merobohkan satu batu ditembok yang berusaha disusun.
"Foto aib lo masih digue," itu ancaman, yang berarti lo nggak boleh ngebantah.
Setelah kelvin meninggalkannya yang sedang terpaku pada sekantong plastik gorengan, mata Rea membulat,"Gue, gue nggak pernah sedekat itu sebelumnya."
Dan Rea tahu, nafasnya memburu, suhu disekelilingnya dingin menusuk tulang. Yang menandakan Rea, dia tidak sangat baik-baik saja.
Thanks
{Maaf pendek-pendek ga jelas:). Duhaii manteman yang kusyangi, tolong kritsar, Vote-nya!}
KAMU SEDANG MEMBACA
°SUHU [HIAT]
Teen Fiction[Hai masa lalu, mari berdamai!] Lalu pada suatu hari Rea harus memilih. Perasaannya atau nyawa temannya? H A P P Y • R E A D I N G :)