Suhu 31

278 11 0
                                    

31

Rea membolak-balikkan buku yang ada dihadapannya, sekali-kali melirik dengan rasa enggan.

Ada seribu satu alasan dia harus duduk disini, tapi ada satu alasan yang membuatnya harus bangkit dan meninggalkan kegiatan yang mungkin penting ini; kerja.

Rea harus kerja, dia melirik jam dipergelangan tangannya. Tiga puluh detik yang lalu, dia seharusnya sudah berada ditoko roti. Tapi, demi menuntaskan nilainya yang tidak tuntas,

Seorang Reamur Amor datang keperpustakaan dan mendalami sebuah buku yang sangat tidak penting baginya.

"Miss Bona~" Rea memanggil pelan nama guru yang membuatnya terduduk dikursi ini sejak beberapa jam yang lalu.

Tapi tidak membawakan hasil, karena sedari tadi ada earphone menggantung disana.

"Berapa bab yang sudah kamu baca?" Miss Bona duduk disamping Rea, untung saja Rea sudah melepas earphone-Nya.

Tangan Rea terangkat membentuk huruf '3',"Tiga,"  wajah sumringah Miss Bona malah membuat alam bawah sadar Rea yang jahat sedang tertawa.

"Oke, mari kita mulai tesnya. Reamur Amor, ingat! Tes ini untuk menuntaskan nilai ulangan harian kamu yang terlewat tadi, jadi jangan main-main."

Kan, Kelvin emang bangsat! Gara-gara dia nih!.

"Sebutkan dan jelaskan kegunaan ilmu biologi untuk kehidupan?"

Rea meringis, gue 'kan nggak baca. Manfaatin otak tolol deh,

"Gini ya miss, hal sepeleh itu kok ditanya? Miss jangan bego deh!" Mata Miss Bona melotot.

"Mulai acara ngelesnya? Saya minta kamu jawab!"

"Manfaat ilmu biologi bagi kehidupan itu, dengan ilmu biologi kita bisa membuat individu baru. Miss Bona ngertilah apa maksud saya?"

Dua gelengan kepala, dan satu senyuman kecut Miss Bona lontarkan kepada Rea.

"Pertanyaan kedua, apa yang dimaksud dengan prokariotik?"

Dah, bahasa apaan tuh?!

"Miss... prokariotik itu nama burung yang nggak bisa terbang."

"Oke,"

"Sebutkan tiga nama latin hewan. Ini sudah yang paling gampang. Saya cuman mengulang hal-hal sepeleh yang kamu pelajari. Mengerti?"

Rea menggeleng polos,"Enggak,"

Telapak tangan Miss Bona menutupi wajahnya gusar,"Rea, sebenarnya tiga tahun di SMA ini kamu belajar apa? Saya pikir tingkat akreditasi sekolah kita maju, tapi mengapa ada murid seperti kamu? Nakalnya nggak ketulungan. Bolos bia seminggu dalam sebulan. Kamu mau sukses nggak sih?! Ingat tuhan Re! Ingat orangtua dirumah, ing--"

"Miss. Kita mau ulangan atau siraman rohani?"

Helaan nafas pasrah dari Miss Bona,"Yasudah, jawab pertanyaan saya tadi,"

"Nggak tau miss. Udahkan? Saya bisa pulang sekarang?"

Miss bona melipat sebuah kertas lalu dia masukkan kedalam amplop, "Kamu pulang sekarang. Rea, mulailah untuk hidup dengan rajin, sekitar tiga-empat bulan lagi, kamu akan menghadapi ulangan semester. Jadi, tolong, berikan amplop ini kepada orangtua kamu."

"Iya-iya, Miss sekarang bawelan ya!" Rea menyalimi tangan Miss Bona dan tak lupa mengambil amplop putih itu.

Pantes belum nikah, hehehe.

Siang yang cerah, lingkungan sekolah sudah sunyi, entah bagaimana keadaan tengil yang tadi terbaring di uks itu.

Rea tidak mau memusingkan apapun lagi, dia harus berangkat menuju toko rotinya lebih cepat karena dia sudah sangat terlambat.

Rea mengeluarkan botol minum-Nya. Meneguk sedikit air yang tersisa didalam isi botol itu, dan matanya melirik sebuah amplop putih yang tidak berdosa.

Tempat sampah.

Itulah akhir dari amplop putih itu, Rea memang nakal, sebut saja biang kenakalan, tapi dia masih punya hati untuk tidak membuat mamanya malu dipanggil kesekolah.

"Maaf ya Miss Bona~" dia melakukan gerakan membersihkan kedua telapak tangan. Melanjutkan perjalanannya yang sempat tertunda.

Menatap lalu lalang jalanan dan menutup kepalanya dengan kepala hoodie yang dia pakai.

Hari ini panas, tapi untuk kastanya, sudah biasa.

Rea tiba dikafe 25 terlambat menit dari seharusnya, jangan tanya apa yang dia dapatkan dari manager toko roti itu. Dia bahkan gelagapan saat ditanya mengapa terlambat.

Tapi untung saja, pelayan-pelayan yang lain membelanya, 'kasihan masih sekolah, jangan dikasarin'.

Takdir baik berjalan dikafe, pengunjungnya tidak terlalu ramai dan tidak ada pengunjung yang bawel seperti Kelvin.

Rea tersenyum, ketika menyadari pikirannya berkelana ke anak itu, lalu bagaiamana keadaannya sekarang?

"Ngapain lo pikirin Re?!"

Dia bangkit dari duduknya dan menggapai tas sekolah. Ini sudah waktu pulang. Jam empat sore.

Rea berjalan ke halte bus, menunggu bus yang akan ditumpanginya. Saat ini, dia lelah. Lelah pikiran dan fisik.

"Eh?! Lo naik ini juga?" Rea tidak sadar, lelaki yang duduk disampingnya ada salah satu murid sekolahnya; Faren.

"Iya, nggak boleh ya?" Rea menggeleng,"Bukan gitu, heran aja,"

Rea memperbaiki posisi roknya, dan mengikat tali sepatu yang terlepas.

"Motor lo mana?"

"Bengkel," Rea mengangguk, tapi keningnya kembali mengkerut,"Mobil?"

"Bengkel juga,"

Kali ini, Faren menyandarkan kepalanya di kaca jendela,"Naik ginian kalo pulang?"

"Jarang sih biasa angkot, kenapa emang?"

Faren menghela nafas,"Nggak bosan apa berdempetan tiap hari?"

"Bosan sih, tapi mau gimana lagi? Orang miskin yah emang gini, harus kuat," Rea menperbaiki ikatan rambutnya.

Bus berhenti di pemberhentian, dan Rea cepat-cepat turun, "Gue duluan ya!" Dia menepuk pundak kiri Faren.

"Iya hati-hati," dengan langkah yang terburu-buru dia turun dari bus dan berlari kecil menuju daerah rumahnya.

Rea berbalik, melihat bus sudah berjalan menjauh,"Oh tuhan!"

Rea mengurangi kecepatan larinya, memperbaiki seragamnya yang teracak-acakan, dan menarik nafas dengan dalam.

Tangannya terulur meremas seragam bagian dadanya. Ada sensasi aneh disana, pendebaran jantung yang sangat kuat;kencang.

Rea berjalan pelan, merasakan perubahan dalam dirinya dia duduk disebuah kursi jalan yang kosong. Rea menangis.

Thanks







°SUHU [HIAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang