Sembilan belas
Matanya masih tidak bisa terpejam dan ini adalah kali ketiga dia mencobanya memaksa matanya tertutup.
Dadanya berdesir,
Gue baru aja kencan? Bener? Gituh? Aduh!
Bingung adalah satu-satunya kata yang bisa menggambarkan perasaannya yang berkecamuk saat ini.
Rea bingung mengapa dadanya selalu berdebar kencang saat ada tatapan Faren yang menatapnya.
Rea bingung saat darah berdesir hebat disekujur tubuhnya ketika dia berdekatan dengan Faren. Ada rasa lain yang bukan bagian dalam tubuhnya.
Sore tadi akan selalu menjadi kejadian berbekas dalam hati dan juga ingatannya.
"Pameran lukisan kali ini bakal lebih menyenangkan dibanding yang sebelum-sebelumnya," Rea diam.
Tidak menanggapi ucapan Faren, dan kemudian Faren berinisiatif untuk memutar musik didalam mobilnya untuk membunuh kecanggungan yang ada.
"Lo udah pernah kepameran lukisan? Berapa kali?" Rea menggeleng,"Gue nggak tau melukis jadi nggak pernah punya niat untuk ketempat beginian. Ini yang pertama,"
Senyum hangat mengembang lebar dibibir Faren,"See? Cewek jutek imut gue udah lari, tinggal yang otw cerewet yah?"
Blush, pipi Rea merona, ucapan Faren mmberhasil membuat semburat merah mengembang disana.
Ini yang pertama kalinya dalam sejarah pipinya merona manja pada orang asing selain mamanya.
Tawa Faren pecah,"Lo make up juga? Pake blush on?"
Blush on? Mana ngerti gue cara makenya. Rea tertawa sendiri dalam hatinya.
Namun dengan ragu Rea menggeleng. "Tapi kok pipi lo merah? Jangan bilang kalau,-" Faren menggantungkan kalimatnya karena mereka telah tiba ditempat tujuan.
Rea mengepalkan tangannya diatas paha, ini adalah pengalaman pertamanya mengenal dunia luar dan membaur bersama.
"Yuk turun," Rea bergeming, tidak bergerak untuk turun.
"T-turun?" Ulangnya lagi namun lebih menjurus ke pertanyaan, Faren menganggukkan kepalanya.
"Iya turun. Ayok,"
KAMU SEDANG MEMBACA
°SUHU [HIAT]
Roman pour Adolescents[Hai masa lalu, mari berdamai!] Lalu pada suatu hari Rea harus memilih. Perasaannya atau nyawa temannya? H A P P Y • R E A D I N G :)