Suhu 12

223 11 3
                                    

Dua belas, Ketahuan.

Pagi ini hujan, dan hari ini adalah dua setelah tangan Celcius terluka karena injakan kaki Kelvin, jadilah Rea duduk sendirian tanpa teman ngobrolnya disamping.

Rea mencecap lidahnya, seharian ini dia diam, jarang bersuara, karena orang yang sering mengajak dia bercerita hanya Celcius, yang lain dia anggap angin sepoi-sepoi.

Tapi jika Celcius tidak ada, hidupnya agak sedikit santai tanpa Kelvin, Kelvin sering kali menjadi bahan obrolannya.

Jadi ada sekelebat rasa penasaran yang menjanggal dihati Rea tentang Kelvin.

Sudah sering kali Rea bertanya tentang mengapa siswi-siswi di shopmore school sering berteriak seperti cacing kena kapur jika Kelvin yang berada diarena lapangan.

Dan kali ini Rea ingin membuktikan apa yang dinilai teman-temannya dari si Kelvin ini.

Saat ini Rea berdiri dilantai dua gedung sekolahnya yang langsung bersitatap dengan lapangan basket tempat Kelvin berada.

Hari yang membosankan dan Rea ingin menghabiskan untuk menilai orang yang dibencinya karena sikap sok cool dan selalu menyakiti temannya.

Berulang kali Rea menahan senyum ketika dimenit ke dua puluh dia duduk menghabiskan waktu istirahat dengan menonton kegiatan latihan basket tim turnamen.

Rea jago dalam hal basket, tapi dia sangat kagum ketika baru saja menyadari dalam tiga tahun pendidikan sma-nya dan menyadari bahwa Kelvin, luar biasa dalam cabang olahraga basket.

Celingak-celinguk ke kanan dan kiri sisinya, takut ada yang mendapatinya duduk memperhatikan kapten basket shopmore school, Rea memasang earphone ditelinganya dan melantunkan lagu klasik yang semakin mendamaikan suasana.

Rintik hujan yang berbunyi deras ketika terjatuh di permukaan bumi menambah indah nada yang didengarnya.

Ada satu hal yang disukai Rea yang bahkan mamanya pun tidak mengetahui, Rea suka hujan, karena setelah hujan menyentuh permukaan tanah dengan lembut,

Harum semerbak aroma bumi diciumnya. Ini adalah sisi paling rahasia dari seorang Reamur Amor. Senyum Rea kian memudar ketika bau bumi mulai menghilang ke atmosfer.

Dan diikuti dengan waktu istirahat tim basket yang sedang berlatih dilapangan saat tengah hujan.

Yves tersenyum sendiri ketika menyadari sisi hangat dalam orang yang dia anggap patung bergerak ini.

Sejak beberapa bulan yang lalu, Rea si kaku mulai menipis dan digantikan dengan Rea si senyum sendiri.

Sedari tadi, Yves berada diradius 7 meter agar keberadaannya tidak tercium oleh Rea, dan Yves bersyukur kepada tuhan karena menghilangkan uang jajannya yang membuat dia tidak bisa menggosip dengan ibu-ibu kantin.

Tapi, bagi Yves, situasi saat ini adalah situasi yang tidak bisa dibeli oleh uang seratus ribuannya yang hilang.

"Hai," sapaan lembut keluar dari mulut nyaring Yves sambil menyentuh pundak Rea hangat.

Rea terlonjak, tapi kemudian menetralkan degupan jantung kagetnya,"Apasih?" Bentaknya ketus kepada Yves yang sedang dalam proses ingin akrab dengannya.

"Nggak," sabar Yves, sabar.

Yves menarik tangannya yang sudah menyentuh pundak Rea,khilaf.

Senyum penuh arti dikeluarkan Yves dari bibirnya,"Gue-gue boleh pinjam duit sepuluh ribuan nggak?"

"Kenapa nggak pinjem diteman yang lain sih?" Sabar Yves, sabar, ini ujian!

°SUHU [HIAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang