Happy Twenty
Sedari tadi duduk dibangku kelasnya dan dia terus tersenyum.
Pojokan kanan kelas selalu dipenuhi dengan anak laki-laki yang hobi nge-bokep.
Rea tidak pusing lagi ketika mereka berteriak ataupun mendesah sembarangan karena layar laptop mereka yang menampilkan gambar nista.
Hari ini terlalu bahagia baginya, terlalu istimewa. Celcius belum menyadari gelagat aneh temannya, dirinya masih sibuk membaca novel baru ditangannya lagi.
Novel kemarin sudah selesai dibacanya dan kini novel kesekian dia baca lagi.
"Re! Gimana kalau aku nulis cerita di wattpad. Menurut kamu bagus nggak ya?"
Rea mengangguk, menopang dagunya dengan kedua telapak tangan.
"Iya juga sih, itung-itung buat ngisi kekosongan aku," Rea mengangguk lagi.
Celcius merapikan buku-buku yang berserakan diatas mejanya dan meja Rea. "Yaudah, temenin aku panggil guru selanjutnya yuk," Rea mengangguk lagi, namun masih melamun dan menatap ke atas plafon.
Celcius memutar bola matanya jengah, kini dia sudah mulai sadar gelagat aneh temannya. "Yaudah makan tai yuk!" Ucapnya jengah.
Rea mengangguk pasti, sedangkan Celcius sudah meremas perutnya dan tertawa terpingkal-pingkal.
Tak butuh waktu lama tawa Celcius membuyarkan lamunannya, "Kenapa Cel?" Celcius berkacak pinggang,"Ck, yang baru nyadar kalau aku ada!"
Rea menyengir, kenapa dia selalu memikirkan Faren tiap saat? Jijik.
"Yaudah,tadi mau ajak kemana?" Celcius melempar tatapan tajamnya yang terkesan dibuat-buat.
"Temenin panggil guru selanjutnya!" Rea mengangguk,"Yaudah. Bawel deh ah!" Dan mereka berlalu keruang guru tanpa ada tatapan jengkel dari keduanya lagi.
Berhenti tepat didepan pintu ruang guru, dan Celcius yang bertugas memanggil guru mata pelajaran selanjutnya dia biarkan masuk.
Rea duduk didepan pintu ruang guru, ada beberapa kursi yang sengaja disediakan.
Sementara otaknya kembali berputar kepada saat-saat sore kemarin, saat pertama kali Faren menggenggamnya.
Saat dia tahu dua hal dari sisi indah seorang Farenheit. Dan saat dia menjadi objek lukisan yang dibuat Faren.
Memang dia bukan orang pertama yang datang keacara itu bersama Faren, tapi itu cukup membuatnya bangga dengan apa yang berhasil dia raih.
"Kesambet lo entar!!" Tepukan sekaligus teriakan seseorang hampir membuat jantungnya mencelos keluar.
Dan sialnya,orang itu adalah objek yang sedari tadi memenuhi pikirannya.
"Ish apa sih!" Rea memundurkan tubuhnya, menyandarkan dikepala kursi yang didudukinya.
"Ngapain lo melamun?" Tanya Faren, menatap ada bagian kosong disebelah kursi yang diduduki Rea, dia langsung mengambil tempat itu dan meminimalisirkan jarak keduanya.
Rea terdiam kaku, tidak mampu melakukan pergerakan yang berlebihan.
Semacam jaim? Seorang Rea jaim?
"Nggak. Kepo deh!" Rea mengedipkan matanya lama. Dan berulang-ulang. Berusaha menetralkan jantungnya yang sudah berdegup dua kali lebih kencang dari biasanya.
Duh Tung! Kerja sama napa?!
"Mm.., Uncle Toro itu om lo?" Faren menggeleng, "Jangan bilang lo kangen dia?" Seketika Rea memukul lengan Faren refleks,"Najis tau gak!"
Desisnya. Faren tertawa,"Becanda kali. Dia itu seniman,"
Rea ber oh ria."Lo nggak pernah liat di di tivi-tivi gitu?" Rea menggeleng polos,"Suer, nggak pernah. Dia seterkenal itu?" Faren mengangguk,"Nggak percaya? Coba deh tanya teman-teman yang lain,"
"Dan lo, sejak kapan bisa melukis?" Faren terdiam, "Oh, melukis yah? Udah lama."
Sejenak Rea mendapatkan sebuah ide,"Kenapa nggak dijual lukisannya?" Faren tertawa dengan keras.
"Nggak pernah tuh gue mikir sekali buat cari duit lewat ngelukis, soalnya masih jelek."
Sure? Seindah itu dia bilang jelek?
"Rea!" Rea menoleh pada panggilan Celcius, padahal dia baru saja ingin mengemukakan pendapatnya.
Dia masih ingin bercerita lebih lama lagi dengan Faren, mengenal lebih jauh dengan sosok dihadapannya.
"Balik yuk, Ibu Ratna nggak bisa masuk. Katanya sepuluh menit lagi ada kegiatan di luar sekolah," Rea meloloskan tinjunya keudara,"Yass!! Yuk balik," Senyumnya mengembang disana.
Faren yang menatap kelakuan Rea langsung menjitaknya,"Dasar!" Sedangkan yang dijitak langsung menyengir sambil mengelus-elus kepala bekas jitakannya.
Celcius menggaruk kepalanya,"Tapi ada lima puluh soal yang harus dikerjain, dan dikumpulin hari ini juga," Rea mendesah pasrah.
"Yaudah, balik duluan ya," pamit Celcius kepada Faren, dan Faren melempar senyum yang sangat manis.
Rea juga sempat melihat senyum itu, dia juga akhirnya membalas senyum Faren lalu berjalan mengikuti Celcius dibelakang.
Padahal dia masih ingin berbincang dengan Faren.
Gue kenapa sih? Kok jadi genit gini?!
"Anak-anak kelas bakalan heboh kalau tahu ibu Ratna nggak masuk," Rea mengangguk,"Ya pastilah!"
"Ya terus gimana kalau aku bilang ada tugas dari ibu Ratna dan harus dikumpulin hari ini juga?" Rea terlihat berpikir sejenak,"To be honest, kalau gue tersendiri nggak bakalan dikerjain tugas tadi. Kan ibu Ratna nggak tahu? Ya gak?"
Celcius menggeleng,"Yah...," nadanya menurun.
"Kalau kamu aja nggak bakalan kerjain tugasnya, gimana temen-temen yang lain?" Rea terhenti dari langkahnya.
Mencoba memutar otaknya agar melahirkan ide cemerlang yang baru,"Gimana kalau,--" Rea berpikir sejenak,"Boongin aja?"
"Boongin? Boongin gimana?"
Ia menghela nafas,"Ya boongin kalau ibu Ratna bakalan masuk sepuluh menit dan ngasih ulangan dilatihan-latihan soal yang dia suruh kerjain tadi?"
Celcius tersenyum mengangguk,"Setuju! Kamu bener!"
Dan mereka berdua berjalan menuju kelas siap-siap dengan akting masing-masing. Yang berpura-pura gempar karena ulangan sebentar lagi.
"GUYSSS!" Mereka menatap Rea yang berteriak didepan kelas sambil memukul-mukul papan tulis agat mendapat perhatian teman sekelasnya.
"Kita dapat latihan soal dari ibu Ratna. Sepuluh menit lagi dia bakalan masuk dan ngasih ulangan mendadak,"
"Yah kalau gitu mah nggak mendadak lagi!" Teriak tim bokep dipojok kanan kelas.
Rea mencoba menahan tawanya agar mimik wajahnya terlihat takut dan menakutkan disaat yang bersamaan,"Gue enggak main-main! Intinya kerjain soalnya dan dia bakalan masuk sepuluh menit bersamaan dengan ulangan."
"Dan untuk mempermudah kita semua, ibu Ratna bilang soal-soal ulangan bakalan di ambil dari soal latihan!" Mereka bersorak, sementara Rea dan Celcius saling melempar tatapan.
"Tadi lo bilang apa Re? Dikerjain soalnya?" Rea mengangguk,"Iya dikerjain soalnya sekarang juga,"
Ajeng menggeleng,"Wah tega lo Re! Soal nggak salah apa-apa mau lo kerjain! Dasar tukang bully!"Dan semua teman-teman tergelak, bersorak tanpa tau apa yang disorakkan karena ketakutan akan ulangan mendadak.
Mereka mengerjakan soal-soal dengan tenang, sesekali saling memaki karena menghilangkan penghapus satu sama lain.
Sementara Rea, dia menyalin semua kunci jawaban Celcius, seperti biasa, anak itu sudah mengerjakan tigapuluh soal dari rumahnya, makanya tinggal mengerjakan sebagiannya lagi.
Rea sedikit tidak fokus saat pikirannya kembali teralihkan dengan Faren.
Thanks
KAMU SEDANG MEMBACA
°SUHU [HIAT]
Teen Fiction[Hai masa lalu, mari berdamai!] Lalu pada suatu hari Rea harus memilih. Perasaannya atau nyawa temannya? H A P P Y • R E A D I N G :)