Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Faren tidak henti-hentinya mengucapkann permohonan kepada tuhan, meminta agar orang yang berada di atas banker rumah sakit itu dapat kembali membuka matanya. Celcius, masih terbaring lemah dengan mata terpejam.
"Nama kamu siapa?" Seorang dokter dengan kacamata tebal minusnya datang menghampiri Faren yang duduk gelisah diruang tunggu. Seragam yang penuh dengan darah Celcius.
"Farenheit dok," jawab Faren dengan wajah yang sangat kacau, antara khawatir, gelisah dan takut bercampur menjadi satu.
"Ini barang pasien," Faren melirik hape dengan case mozaik dihadapannya, meraih hape itu dan memasukkannya kekantong. Faren mengumpat ketika tahu bahwa hape Celcius dilindungi dengan password jadi mustahil dia bisa menelepon seseorang keluarga Celcius.
Namun selang beberapa menit, Hape itu berbunyi nyaring. "Halo tante," Setelah nama yang tertera disana bertulis 'mama' Faren tersenyum lega.
"Kamu siapa? Celciusiana mana?" tanya mama Celcius pelan, suaranya sangat kemayu, Faren yakin, sikap sopan Celcius turun dari mamanya.
"Temennya Celcius tante, begini, saya mau kasih tau kalau Celcius lagi dirumah sakit tan-"
"ASTAGA!!! Rumah sakit mana nak?" Hampir saja Faren melempar hape yang berada digenggaman tangannya. Reaksi yang ditunjukkan mama Celcius malah semakin membuat Faren khawatir.
"Tapi tante, dia cuma mimisan. Mungkin kecapean. Celci-"
"Seorang pasien dengan riwayat kanker otak dan kamu bilang itu cuma?! Anak saya berjuang selama tiga tahun belakangan ini dan reaksi kamu hanya 'cuma?' setelah dia mimisan?"
"MAMA!!" Hentak seorang dengan suara lai-laki dewasa, "Kenapa dibeberin. Celcius 'kan-" bisikan itu seketika berhenti berisik dari ujung telepon sana.
Faren terdiam cukup lama, tangannya bergetar namun berusaha dia genggam dengan erat hape Celcius.
"K-kanker o-otak?!" ulang Faren lagi, mencoba menyugesti dirinya bahwa dia salah dengar.
Ya, gue salah denger 'kan tadi?
"Sekarang kamu di rumah sakit mana? saya kesana sekarang!" Tegas mama Celcius. Tapi keterkejutan Faren belum lepas dari dirinya. Dia masih sangat syok mengetahui satu hal yang penting ini.
Faren duduk terpaku membaur bersama orang-orang lain diruang tunggu. Dia bukan sedang menunggu orang tua Celcius, tapi dia menunggu sebuah rahasia besar yang disembunyikan Celcius.
Hape Celcius berbunyi lagi, cepat-cepat Faren mengangkat telepon itu,"Halo tante,"
"Saya tunggu didepan rumah sakit."-tut.
Faren berlari keluar rumah sakit, ada sepasang suami istri yang mendekati usia empat puluan menggenggam sebuah hape dengan wajah yang cemas.
"Tante," Mama Celcius menoleh,"Kamu?" tanyanya, Faren hanya mengangguk.
"Ayo bicara sebentar dikafetaria," Lalu mereka berjalan berdampingan dalam kecangungan.
"Nama kamu siapa nak"
"Farenheit tante, om." Keduanya mengangguk.
"Apa yang tadi kamu dengar, apa boleh kamu simpan rahasia itu dalam-dalam?" Papa Celcius menatap wajah Farenheit dalam.