Suhu 4

333 19 0
                                    

Empat, four.

[Enjoy the music]

Sampai dirumah, Rea menghela nafas lega ketika tau bahwa Faren tidak dengan giat-Nya mengikuti dirinya hingga ke rumah ini.

Untung saja, hari belum terlalu larut, senja masih juga belum menyapa.

"Mama," ujar Rea dan berlari kepelukan mama-Nya yang sibuk didapur membuat makan malam.

"Hai sayang, pulang lebih awal dari biasanya?" Rea mengangguk.

"Ganti baju dulu sayang, dasar anak manja," Goda mama-Nya.

Rea mengangguk dan berjalan menuju kamarnya mengganti pakaian sesuai dengan perintah.

"Tadi pulangnya naik apa?" Tanya mama Rea dengan hangat.

Apalagi masih dengan celemek yang melekat ditubuhnya dan dua tangan yang terbungkus sarung tangan bermotif-Nya.

"Trans, mah." Mama Rea mengangguk, "Uhukk,uhukk,uhukk," Rea dengan sigap menuangkan air kedalam gelas yang dipakainya tadi,"Minum dulu mah,"

Rea mengelus pundak mama-Nya pelan dan hangat,"Mama nggak ke dokter buat chek up?" Mama Rea menggeleng,"Buang-buang duit nak, biaya kamu sekolah aja belum terpenuhi dengan baik,biarlah kita tidak perlu mengetahui penyakit mama agar jangan ada yang terbebani,"

Selalu seperti itu, mama Rea selalu berusaha kuat dan tidak ingin membebani orang-orang disekelilingnya.

Sejak Rea berumur 8 tahun, dia sudah tergolong gadis kecil yang cukup kuat menghadapi cobaannya, bayangkan saja saat usianya yang baru menginjak delapan tahun papanya meninggal dunia.

"Mama istirahat saja, nanti biar Rea yang lanjutin masaknya," mama Rea terkekeh pelan lalu menuruti keinginan anaknya, beristirahat sejenak didalam kamar tidurnya.

Tak butuh waktu lama untuk setiap gerakan yang dilakukannya, selang tiga puluh menit Rea sudah selesai menyiapkan makanannya.

Dan sebuah note kecil dia lampirkan dibawah piring diatas meja makan,

Rea kerja dulu mah, kali ini makan yang banyak yah. Walau nggak makan sama-sama Rea lagi malam ini.

I love you mah,

Dan dia siap mengawali malam-Nya dengan menghabiskan waktu tiga jam dirumah ibu Linda, majikannya.

▪▪▪

Tiba di rumah minimalis berwarna hitam-putih saat selesai adzan maghrib.

Rea dengan cekatan mengelap setiap meja dan menyapu lantai yang pada dasarnya sudah bersih namun karena ibu Linda yang sangat mencintai kebersihan, jadilah dia tetap harus membersihkan segala perabot yang sudah dibersihkan tadi pagi oleh petugas paginya.

"Oh Rea," sapa ibu Linda seraya turun dari tangga yang cukup tinggi.

Rea tersenyum,"Malem bu' saya ganggu ya?" Selalu sopan pada majikan mengharuskan Rea berbicara bahasa culun dengan menggunakan aksen aku-kamu atau malah saya-kamu.

Ibu Linda mendekat pada Rea lalu merogoh sesuatu dari kantongnya,"Ini buat kamu aja, tadi saya beli tapi males buat nonton besok," lalu dia tertawa pelan seolah membeli tiket ini tidak berarti apa-apa.

"Salah saya juga beli ini, kalo nggak mau saya buang saja yah?" Seketika Rea tersadar dari lamunan panjangnya,"Eh jangan buk, saya mau kok,"

"Baguslah ini buat kamu," Rea menunduk mengucapkan kata terimakasih,"Pulang aja nak, udah larut."

Rea mengangguk, "Enggak papa bu', lagipula saya masih banyak pekerjaan menunggak juga. Ini tiket bioskopnya aja udah saya makasih banget."

Ibu Linda mengangguk,"Ya sudah, saya pergi dulu," jawabnya singkat dan menghilang dari hadapan Rea.

Selalu seperti ini, untuk mengusir kebosanan yang sudah dia lakoni sejak lama tanpa tawa dan pelukan hangat suaminya, kadang hampir setiap malam ia habiskan bersama anak-anak panti.

Namun kali ini, Rea tau ibu Linda tidak bertujuan sama sekali untuk ke panti karena hari yang sudah gelap, melainkan ke salah satu acara karena dilihat dari pakaiannya yang cukup glamour.

Rea melakukan tugasnya dengan cekatan, mulai dari menyapu hingga mengepel. Membersihkan debu-debu dari setiap guci yang ada.

Rea mengeluarkan dua tiket bioskop yang diberikan ibu Linda padanya,"Celcius pasti seneng diajak nonton," ujarnya sambil memegang sebuah kemoceng.

▪▪▪

Celcius menatap pantulan dirinya dicermin, meraba rambut hitam kemilaunya yang tidak asli lagi.

Lalu tersenyum kepedihan ketika dia memeluk dirinya sendiri, apa tiga tahun ini penyakit itu belum juga menghilang?

"Waktunya sayang," ini bukan kali pertama Celcius berada diruangan ini, dan bukan juga kali pertama dirinya berbaring disana.

Disuntikkan dengan segala macam bahan-bahan kimia yang dia sendiri tidak tahu menahu soal dampak bagi kesehatannya.

Setelah tubuhnya didiagnosis ada bibit-bibit cel kanker dalam otaknya tiga tahun yang lalu, mama dan papa Celcius tidak pernah bersikap santai padanya.

Celcius rindu dengan dia yang saat kecil dulu berlari dibawah tirai hujan, menatap langit mendung seraya berbaring direrumputan hijau yang basah.

Akan pulang ketika tubuhnya tergores batu atau ranting pohon dan juga terkilir karena dia yang senang berlari.

Celcius Rindu,

"Ayo sayang," ajak mamanya sekali lagi.

Tapi saat dulu sudah berbeda dengan kondisi sekarangnya, mama dan papanya bahkan tidak bisa bersikap santai terhadapnya.

Dia yang dikekang oleh kondisi kesehatan memungkinkan kedua orangtuanya juga mengekangnya dengan berbagai larangan.

Celcius tidak bisa ini, tidak boleh itu, jangan begitu. Semua larangan itu mulai membuatnya merasa muak. Tapi Celcius tidak bisa berbuat banyak.

Ingin sekali Celcius berteriak dihadapan tuhan, dia ingin terlahir kembali sebagai bayi mungil yang masih sangat suci.

Tanpa dosa dan tentu saja terhindar dari penyakit mematikan.

Celcius berbaring di banker yang disiapkan, menutup matanya erat-erat saat jarum suntik mulai dimasukkan kedalam tubuhnya.

Saat ini, Celcius menjadi dirinya, lemah dan tak berdaya diatas banker rumah sakit.

Thanks

°SUHU [HIAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang