Plain 10

2.8K 218 23
                                    

"Show me a smile then. Don't be unhappy. Can't remember when. I last saw you laughing."
~True Colors~
Anna Kendrick ft. Justin Timberlake
★★★★★★★★

Pagi ini adalah seminggu setelah Rafael mendatangi rumahnya. Sherra mulai menganggap bahwa ucapan Rafael bahwa lelaki itu akan kembali dan membuatnya jatuh cinta lagi, itu sama sekali tidak akan terjadi.

Tidak.

Sampai detik ini.

Saat keluar dari rumah, Sherra mendapati Rafael ada di depan pagar rumahnya. Padahal hari ini seharusnya Sherra pergi untuk lari pagi di kompleks perumahannya.

Hari yang masih gelap, dengan matahari yang muncul malu-malu dari ufuk timur. Tetapi lelaki itu datang dan menampakkan wajah menyebalkannya. Hal ini merusak mood Sherra seketika di pagi yang masih gelap.

Sherra menutup pagar tanpa mempedulikan keberadaan Rafael. Menganggap Rafael adalah bayangan. Sherra langsung mulai jogging setelah selesai mengunci pagar. Sherra melewati Rafael dengan hati berdebar ketakutan. Tapi, dia berusaha untuk tetap tenang.

Dan ketakutannya benar benar terjadi. Lengan Sherra ditahan okeh Rafael. Segera saja Sherra menghentakkan tangannya agar lepas dari cengkeraman Rafael.

"Santai santai." Ucap Rafael sambil menyeringai. Seringaian yang membuat Sherra muak.

"Mau lo apa sih?" Tanya Sherra memasang wajah antipati. Wajahnya tenang, tapi matanya memancarkan ketidaksenangan dan kebencian, serta kekesalan, yang bercampur aduk menjadi satu.

"Gue mau lo balik ke gue." Kata Rafael. Sherra mengernyitkan alisnya. "Gue bukan pekerja yang bisa di PHK terus di undang tes wawancara ulang." Sembur Sherra. "Kalo lo kesini cuma buat.... Bacot... Mending lo pergi aja." Lanjut Sherra.

Sherra belum pernah mengatakan 'bacot' kepada orang orang -yang berbicara hal tidak penting kepadanya sekalipun-, baru kali ini dia berkata hal itu. Dan itu karena dia merasa ucapan Rafael sudah benar-benar tidak penting lagi untuknya.

"Lo diajarin apa aja sama cowok kecewekan yang nganterin lo pulang itu ha? Berani-beraninya lo ngumpat gue." Rafael mengangkat sebelah alisnya dengan wajah mencemooh.

"Kecewekan?" Tanya Sherra. Dadanya sudah bergemuruh sekarang. Mood nya benar-benar hancur. "Lo bilang dia kecewekan? Lo ngaca dong ya. Bahkan yang lo anggep cowok kecewekan itu lebih baik daripada lo. Dia lebih menghormati cewek daripada lo. Kalo dia itu cowok kecewekan... Lo tuh cewek benerannya. Kaca dipake, Raf."

"Sialan lo." Rafael mengangkat tangannya dan menahannya serta mengepalkannya di udara agar tak mendaratkan tamparan di pipi gadis bermulut pedas di hadapannya.

"Apa? Lo mau nampar gue? Silahkan." Sherra berkacak pinggang menantang Rafael. Gigi Rafael bergemeletuk menahan amarah. "Lo bakal tau kalo Resh gak bakalan jatuh cinta ke lo." Desis Rafael. "Gay model cowok kecewekan itu gak bakalan merubah prinsipnya buat cewek yang bahkan gak dikenalnya kayak lo. Jadi, selamat bersakit hati, Sherra. Gue udah ngingetin lo.

"Lo bisa berubah dan milih balik suka sama gue lagi kok sekarang. Gue tunggu pernyataan cinta sambil bertekuk lutut memohon yang lo ucapin ke gue suatu saat nanti." Rafael menatap Sherra, kali ini dengan ekspresi kasihan, lalu menyalakan mesin motornya dan pergi dari halaman rumah Sherra.

Sherra yang menahan amarah langsung saja menarik nafas dan menghembuskannya kasar. Lalu berbalik menuju pagar rumahnya dan tangannya brgerak membukanya. Niatnya untuk lari pagi sudah hancur, bersamaan dengan mood nya yang juga hancur.

Rafael memang gila! Untuk apa Rafael menjelekkan Resh sampai sebegitunya? Apakah Rafael sudah tidak waras? Oh... Rafael lebih tidak waras lagi karena sudah mengatakan hal itu pada Sherra, dengan harapan Sherra akan percaya padanya. Tentu saja tidak. Siapa saja tidak akan percaya kepada orang yang sudah berbuat jahat kepada mereka kan?

★★★★★★★★

Setelah mendinginkan otak dan meredakan gemuruh dalam dada dengan cara mandi, Sherra segera bersiap siap ke sekolah -masih dengan mood yang sungguh berada di level terendah-.

Sherra mengambil susu kotak dan juga sebungkus roti coklat yang sudah tersedia di meja makan, lalu pergi menemui Pak Sukir, sang supir jomblo.

Keluarga Sherra yang melihat hal itu hanya menghela nafas dan berpandangan satu sama lain, Vanessa yang sedang ada di meja makan bersama Sam dan keluarganya mengatakan bahwa Sherra tidak perlu didekati terlebih dahulu. Karena pasti ada masalah yang terjadi kepada Sherra, dan dengan ikut campur masalah gadis 17 tahun, tidak akan menyelesaikan masalah, bisa-bisa malah menambah masalah yang ada.

Sherra terdiam sambil menyesap susu kotaknya lewat sedotan yang tersedia selama perjalanan menuju sekolahnya. Dan saat sampai, Sherra mengucapkan terima kasih kepada Pak Sukir dan langsung berlalu masuk ke dalam lingkungan sekolahnya.

Sherra sampai di kelasnya, dan disana hanya ada Resh. Sherra melihat beberapa tas lain, tetapi manusianya pasti ada diluar kelas, entah dimana.

Sherra mnududukkan diri ke tempat duduknya dan menenggelamkan kepalanya pada dua lengannya yang terlipat di atas meja.

Resh yang melihat kejadian itu langsung duduk di samping Sherra dan diam mengamati tingkah laku Sherra. Sebenarnya Resh tadi ingin berkumpul bersama teman-teman basketnya, tetapi karena Sherra seperti ini, maka Resh memutuskan untuk menemani Sherra saja di kelas.

"Sherr.." Panggil Resh pelan.

Panggilan Resh membuat pikiran Sherra mengingat kembali seluruh ucapan yang subuh tadi diucapkan oleh Rafael, dan seketika itu juga, Sherra langsung mengubah posisinya menjadi posisi tegak dan menghadap ke arah Resh.

"Resh... Gue boleh nanya gak?" Tanya Sherra ragu. Dia harus menyanyakannya. Walaupun batinnya tidak ingin percaya kepada ucapan Rafael, tapi pikirannya terus menerus dipenuhi dengan hal itu.

"Tanya aja... Kenapa emangnya?" Balas Resh sambil melipat tangannya di depan dada. Matanya menatap Sherra.

"Lo..." Sherra ragu dengan pertanyaan yang akan dilontarkannya, tapi akhirnya Sherra berkata, "Lo pernah pacaran? Kalo pernah, berapa kali dan berapa lama pacarannya?"

Resh terkekeh. "Kenapa mendadak nanyain hal kayak gini?" Ucapnya santai. "Aku pernah pacaran kok. Dua kali. Yang pertama, satu tahun. Yang kedua, sekitar dua bulan lebih sedikit." Jawab Resh. "Kamu mau jadi pacar ketiga aku?" Goda Resh kepada Sherra. Sherra membelalak seketika. "Apaan sih.." Sherra salah tingkah, wajahnya pasti bersemu memerah saat ini.

"Ngaku aja kalo kamu suka sama aku, Sherra. Gapapa kok." Resh semakin menggodanya. "Nanti kalo kita pacaran, kita bisa sayang-sayangan, berduaan, suap-suapan, rangkul-rangkulan, peluk-pelukan, ci-----"

"Stop it, Resh! It's so damn ridiculous." Sherra tertawa mendengar bayangan-bayangan menggelikan yang Resh berikan. Resh juga ikut tertawa saat melihat Sherra tertawa.

"Nah, gitu dong.... Kamu lebih bagus kalo keliatan bahagia ketimbang tenang-tenang menyeramkan kayak tadi." Resh tersenyum lebar dan menunjukkan deretan gigi putihnya.

Sherra hanya bisa tersenyum tipis menanggapi ucapan Resh.

"So, mau pacaran sama aku?" Tanya Resh dengan menaikturunkan alis tebalnya

"Yang bener aja deh Resh!" Sherra tertawa kecil.

"Iya yang.. Aku juga sayang kamu kok."

"Yang beneran yang, bukan 'yang' dalam arti sayang!" Seru Sherra gemas dengan tingkah Resh. Sedangkan Resh hanya tertawa menanggapinya.

★★★★★★★★

Maafkan aku semuanya.. Aku telat banget update-nya..

Entah kenapa akhir akhir ini aku jadi males banget ngetik.. Lagi capek banget sama kegiatan sekolah:'( makasih buat yang setia menunggu aku update ya.. Dan mohon bersabar menunggu update-an ku..

Vomments yang banyak yaa.. Biar aku makin semangat nulis:D

Callista

Our Fresh TeaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang