"Lights will guide you home, and ignite your bones, and I will try to fix you."
~Fix You~
Coldplay
★★★★★★★★Setelah lelah meluapkan emosi, Sherra menunduk dalam dengan air mata yang mengalir deras. Semua orang menatap kearahnya sekarang, termasuk Resh dan Giselle. Giselle, perempuan itu menatapnya mencemooh dan puas, merasa mendapat berita baru yang akan ia sebarkan kepada gengnya.
Sedangkan Resh, lelaki itu menatap Sherra dengan tatapan kosong sambil menggertakkan giginya. Kenapa semuanya bisa jadi serumit ini?
Resh menjauhkan diri dari Giselle dan mendekati Sherra yang masih menunduk dengan isak tangis serta air mata yang berjatuhan ke lantai. Sherra mengangkat tangan kanannya untuk mengusap cairan yang keluar dari hidungnya.
Saat Sherra menurunkan tangannya, perempuan itu melihat sepasang kaki bersepatu dengan jarak hanya sejengkal dari ujung sepatunya. Lalu tak lama kemudian, Sherra dapat merasakan tangannya ditarik perlahan untuk menjauhi keramaian yang sedang menatapnya.
Sherra tetap menunduk, Resh melangkahkan kaki sambil menutup rapat mulutnya, Giselle berteriak menyuruh Resh kembali, dan semua orang memandang jelas adegan drama yang sedang terjadi di hadapan mereka.
Resh menghentikan langkahnya setelah mereka sampai di lokasi yang familiar bagi Sherra. Tempat dimana ia menghabiskan waktu dengan damai, tempat ia menghindari gosip-gosip tentangnya, tempat ia membaca lembar demi lembar novel sad ending yang disukainya, tempatnya... Sebelum bertemu dengan Resh. Ujung koridor sepi.
Resh melepaskan genggamannya dari lengan Sherra. Keduanya masih terdiam cukup lama. Sherra masih menunduk, dan Resh masih termenung.
Beberapa saat kemudian, Sherra dapat mendengar Resh menghela nafas, dan sepersekian detik kemudian dirasakannya dekapan hangat dari lelaki itu. Resh.... Memeluknya.... Erat. Sangat erat. Hal itu sontak membuat tangis Sherra kembali berderai. Perempuan itu menangis sambil menutup muka dengan kedua telapak tangannya, tidak membalas pelukan Resh.
"Maaf."
Kata-kata itu membuat Sherra mengangkat wajahnya, menatap wajah Resh yang menatap ke depan dengan pandangan kosong. Sepuluh detik setelahnya, Resh melepaskan pelukannya. Tanpa menatap Sherra, sekali lagi Resh berkata,
"Jauhin aku."
Hal itu sontak saja membuat Sherra terkejut. Ia pikir tadi Resh meminta maaf atas kesalahannya. Ternyata Resh meminta maaf dan menyuruh dirinya menjauhi laki-laki itu. Permainan apa yang sebenarnya sedang Resh mainkan terhadap dirinya dan hatinya? Sherra benar-benar tidak mengerti.
Resh melangkah menjauhi Sherra, tetapi Sherra menahannya saat Resh baru berjalan dua langkah. Sherra menahan lengan Resh, dan Resh dapat merasakan tangan gadis itu dingin. Dingin dan bergetar. Isakan tertahan terdengar sangat dekat dibelakangnya.
"Gue udah coba..."
Resh mengatupkan rahangnya frustasi mendengar Sherra mengucapkan awal monolognya dengan suara lirih dan sendu. Menyiratkan kekecewaan.
"Gue coba, buat bisa buka diri gue ke lo.
"Gue coba, buat nerima kondisi lo apa adanya."
"Gue bahkan diem-diem coba buat ngembaliin lo jadi normal."
"Gue.... Udah coba buat memperbaiki lo, Resh. Dan gue gak berhasil. Gue gagal buat lo jadi normal."
"Gue juga gagal buat lo suka sama gue."
Sherra menggenggam erat lengan Resh, bibirnya ia gigit untuk menahan isakan yang akan terdengar.
"Tapi kenapa sih? Kenapa lo ngelakuin hal yang sama?"
"Kenapa lo juga nyoba buat berlaku baik ke gue?"
"Kenapa lo mau jadi temen gue saat semua orang jauhin gue?"
"Kenapa lo nyoba buat bikin gue suka sama lo? Dan kenapa hal itu bisa berhasil, hah?!"
Resh menutup matanya dan mengernyitkan alisnya. I never try to make you love me, Sher. You did. I didn't. And you did it great, you succeed. I do love you. Resh ingin mengatakan hal itu, tetapi dia memilih diam dan membiarkan Sherra mengeluarkan semua yang ingin ia katakan daripada membuka mulut dan memperkeruh keadaan.
"Kenapa Resh? Kenapa setelah lo berhasil, lo malah mainin gue?! Dengan semua pengakuan lo, dengan pekataan lo, dengan tingkah laku lo yang berubah-ubah." Tangis Sherra menjadi setelah mengucapkan hal itu. Bahkan Sherra sampai harus sedikit meredakan tangis hingga semenit agar dapat melanjutkan kata-katanya.
"Gue udah coba, Resh. Gue berlaku sebagai... Teman yang baik." Sherra mendengus di tengah tangisnya saat mengucapkan teman. "Tapi gue sadar sekarang. Lo nggak pernah ngehargain gue sebagai temen sekalipun."
Sherra kembali terdiam sejenak sebelum memulai perkataannya lagi, ia melonggarkan genggaman tangannya. "Gue suka sama lo Resh."
I know, and I feel it the same way to you. Ya.. yang bisa Resh lakukan sekarang hanyalah menjawab semua pertanyaan dan pernyataan Sherra dalam hatinya. Lelaki itu berharap Sherra memiliki kemampuan mendengar ucapan batin seseorang, supaya dia tau, Resh juga mencintainya.
"Jawab gue Resh... Apa lo ngerasain hal yang sama?" Genggaman tangan Sherra semakin mengurai.
Resh hanya diam. Karena ia tau, semuanya serba salah. Jika ia menjawabnya, ya atau tidak, keduanya tetap memaksanya menjauhi Sherra. Karena bagaimanapun, perkataan Sam saat itu adalam benar. Ia tak pantas dan hanya bisa menyakiti Sherra. Ia hanya akan menjadi beban dan penyesalan bagi Sherra. Ia hanya bisa membahayakan dan memperlakukan Sherra dengan buruk.
"Jawab Resh." Paksa Sherra. Resh membuka mata dan menghembuskan nafas kasar. "Kamu tau sendiri jawabannya."
Setelah Resh mengatakan hal itu, genggaman Sherra benar-benar terlepas dari lengan Resh. Sherra menarik nafas dari mulut dan tertawa kecil. "Udah gue duga, gue gagal bikin lo suka sama gue. Gue emang bukan cewek yang pantes memiliki cinta."
"Apalagi cinta dari lelaki bernama Resh."
Itu adalah monolog penutupnya. Sherra menghapus air matanya asal dengan telapak tangannya. Ia tersenyum. Ia memang tidak suka dengan kisah cinta happy ending. Karena itu tidak nyata. Akhir bahagia hanyalah harapan semua orang yang diwujudkan oleh seorang penulis penjual harapan.
Sekali lagi... Karena mengenal Resh, ia mulai percaya dengan adanya akhir bahagia. Sekarang, karena Resh pula, ia kembali tidak percaya dengan akhir bahagia.
Karena nyatanya, dalam kehidupannya, semuanya kembali berakhir sedih. Semuanya berakhir dengan...
Nyata.
"Gue sadar, nggak semua hal yang gue usahain -dengan sangat sekalipun- berakhir menjadi apa yang gue mau. Begitu juga lo. Sekarang lo bisa pergi, Resh. Lo boleh anggep gue sekedar kenalan satu kelas, atau bahkan nggak kenal sama sekali." Putus Sherra sambil menoleh kearah punggung Resh.
"Makasih dan selamat." Ucapnya lagi. Resh melangkah menjauh sambil mengepalkan tangannya yang kini berada di dalam saku. Ia tidak punya pilihan selain pergi. Demi kebaikan Sherra. Sherra harus mendapatkan lelaki baik yang pantas, dan itu bukan dirinya.
Sherra tersenyum sendu menatap punggung yang bergerak menjauh, "Makasih udah bikin gue yakin kalo happy ending itu nggak ada." Lirih Sherra saat punggung berbalut seragam itu berbelok dan menghilang terhalang dinding.
Sherra terdiam untuk kesekian kalinya selama beberapa saat, ia mengatupkan rahangnya. "Dan selamat karena kamu berhasil menghancurkan kedamaian dan ketenangan gue."
Tak lama setelah mengatakan hal itu, Sherra jatuh terduduk di lantai dingin dengan tangis yang kembali meledak.
★★★★★★★★
Hai hai... Update lagi:))
Kak, kenapa updatenya lama? Jawaban jujurnya... Karena males ngetik😁 imajinasi udah banyak.. Eh, ngetiknya males. Mau pake text-to-speech, nanti dikira lagi latihan main FTV sama orang rumah.. #SerbaSalah :D
Vomments yang banyak yaa.. Biar aku makin semangat nulis:))
Callista
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Fresh Tea
Teen FictionOur Series 2, cerita kedua dari trilogi Ours. Menenangkan. Itulah definisi dari teh tawar. Aromanya mampu membuat banyak orang menjadi lebih rileks. Sama dengan Elsherra Olivia Christian. Sifatnya yang tenang adalah andalannya. Hidupnya selalu tawar...