Part 32

2.5K 231 42
                                    

"Why can't we just get along? If loving one another's wrong. Then how are we supposed to. Get close to each other? We gotta make that change, yeah."
~Change~
Charlie Puth ft. James Taylor
★★★★★★★★

Resh tidak datang. Hanya itu yang Sherra tau. Bahkan penyebab ketidakdatangan Resh -dari hari dimana ia berjanji 'akan mengobrol lagi dengan Sherra' sampai saat Sherra keluar dari rumah sakit keesokan sorenya- pun tidak ia ketahui.

Sherra menghembuskan nafasnya saat melangkahkan kaki ke dalam kelasnya. Walaupun Sherra baru keluar dari rumah sakit, tetapi hari ini ia bersikeras masuk. Zolla, Jonathan, dan Sam sudah melarangnya untuk masuk, tetapi Sherra tetap kekeuh ingin masuk sekolah. Akhirnya, setelah perdebatan panjang dengan kedua orangtua dan kakaknya, Sherra diperbolehkan masuk sekolah, asalkan ia diantar jemput oleh supir, bukan jalan kaki atau naik taksi online, -atau diantarkan oleh Resh-seperti yang sering dilakukannya belakangan ini.

Selain memang tidak ingin ketinggalan pelajaran, hal yang Sherra ingin adalah bertemu dengan Resh. Sherra hanya ingin mengobrol dengan Resh. Ia rindu. Sherra tidak akan mempertanyakan soal ketidakdatangan Resh. Mungkin jika memang bisa, ia hanya akan menanyakan reaksi orangtuanya. Karena dari perdebatan panjang sepagian tadi, Sherra tau kalau Resh sudah memberitahu orangtuanya hampir segala hal, kecuali rahasia Resh. Tapi itu hanya  mungkin. Sherra tidak tau kepastiannya jika ia tidak bertanya langsung kepada Resh.

Sherra duduk tenang di tempat duduknya saat mendapati bangku di belakangnya masih kosong, belum ada tas diletakkan disana. Yang berarti Resh belum datang. Perempuan itu mengetukkan jemarinya keatas meja. Entah kenapa hatinya resah dan tidak tenang. Sebenarnya... Belakangan ini Sherra jarang mendapatkan ketenangan itu. Apalagi sebabnya kalau bukan Resh. Lelaki itu selalu berhasil membuat ketenangannya terusik dengan cara yang tidak disadari. Tapi... Lebih dari rasa resahnya, Sherra merasakan suatu organ yang lebih tidak tenang, jantungnya. Organ pemberi kehidupan itu berdebar keras, seakan ingin menghancurkan rongga dadanya. Berapa kalipun Sherra memberi asupan oksigen kepada jantungnya, benda itu terus berdetak cepat.

Gue kangen lo, Resh.

★★★★★★★★

Selama pelajaran berlangsung, Sherra hanya bisa kembali menahan diri untuk tidak menoleh dan berbicara banyak hal kepada Resh. Lelaki itu tadi masuk tepat saat bel masuk berbunyi. Bukan hanya itu, Resh masuk tepat sebelum guru Bahasa Indonesia -yang terkenal disiplin- masuk ke dalam kelas. Pak Kir -guru itu- selalu datang dengan membawa penggaris kayu dan benda itu akan dipukulkan ke permukaan meja setiap anak yang berbicara ditengah pelajaran tanpa ia suruh.

Sherra yakin, pasti setiap murid mendoakan penggaris kesayangan Pak Kir patah saat dipukulkan ke salah satu meja. Tetapi seperti kata orang bijak, 'Doa yang buruk tidak akan dikabulkan oleh Tuhan', penggaris itu masih terlihat kuat hingga hari ini, bahkan masih mampu bersuara nyaring saat Pak Kir memukulkannya ke meja anak-anak.

Setelah jam Bahasa Indonesia usai, jam Fisika dimulai. Awalnya Sherra merasa sedikit lega, karena ia bisa berbicara tanpa perlu sembunyi-sembunyi dari guru. Tapi sepertinya penantiannya belum usai,  guru fisika datang sambil menenteng satu plastik berisi kertas. Isinya tentu saja soal latihan... Bahkan kali ini bukan hanya latihan soal, tetapi ulangan mendadak yang hanya pernah dilakukan satu kali di awal semester. Sherra kelabakan. Membuka catatannya dan membolak-balik halaman pada bab Gelombang Cahaya.

"Interfensi cahaya... Cincin Newton... Difraksi.. Dispersi... Polarisasi.... Hah! Mati!" Gumamnya komat-kamit.

Awan yang duduk di sebelah Sherra seketika menutup mulutnya menahan tawa. Sherra langsung menoleh dengan wajah garang, "Berisik!" Awan hanya bisa berdehem dan kembali membolak-balik buku catatannya dengan bosan. Baginya, sepuluh menit waktu belajar itu terlalu lama.

Saat kertas ulangan dan lembar jawaban dibagikan, Sherra kembali mengumpat dan mencaci maki ulangan itu.

Bagaimana tidak..

1. Suatu berkas cahaya tak terpolarisasi merambat pada arah sumbu x menuju ke sebuah polarisator yang mampu memisahkan berkas datang menjadi dua berkas yaitu berkas A terpolarisasi hanya searah sumbu z dan berkas B yang terpolarisasi pada arah sumbu y. Berkas cahaya kemudian dilewatkan lagi ke polarisator kedua dengan orientasi yang sama dengan polarisator pertama. Berapa persen perubahan intensitas berkas B setelah lewat polarisator kedua?

Soal pertama saja sukses membuatnya menganga. "Ini nggak ada angkanya? Sumpah?" Awan kembali menggigit bagian dalam pipinya untuk menahan tawa saat mendengar desis frustasi Sherra. Itu soal yang mudah. Perempuan itu saja yang tidak berbakat menelaah kata dalam pertanyaan.

Sherra mengemasi alat tulisnya dan memasukkannya ke dalam kotak pensilnya tepat setelah perempuan berwajah suram itu mengumpulkan kertas jawabannya ke meja depan. Bel istirahat sudah berbunyi. Pelajaran yang baru ia lalui ternyata mampu membuat Sherra mengalihkan pikirannya dari Resh sementara waktu. Tapi sekarang ia kembali berdebar. Kenapa sih jantung orang yang sedang jatuh cinta harus berdenyut kencang? Menyebalkan.

"R---"

"Resh!"

Sherra baru saja menoleh kearah Resh saat seorang perempuan masuk ke kelas dan memanggil nama Resh. Dengan sengaja, Giselle menyenggol bahu Sherra dengan bahunya sambil memandang Sherra sinis sebelum ia bergelayut ke lengan Resh. Resh hanya menghela nafas dan menarik tangannya lepas dari pelukan Giselle. Resh berjalan keluar tanpa sedikitpun melirik atau menyapa Sherra.

Yang lebih membuat Sherra terkejut adalah saat Resh berhanti berjalan dan berbalik tepat saat ia mencapai pintu kelas. "Kamu jadi ke kantin bareng aku kan, Gee?"

Gee? Apa apaan itu? Panggilan sayang? Saat Sherra masih sibuk bertanya kepada batinnya, Giselle merekahkan senyum dan setengah berlari menuju kearah Resh. Setelahnya, perempuan itu kembali bergelayut kepada Resh. Ajaibnya, kali ini Resh tidak menolak atau melepaskannya. Mereka tampak berjalan bersama dengan mesra kearah kantin.

Sherra menjatuhkan setetes air mata ketika melihat pemandangan itu. Tampak cairan sejenis tergenang di pelupuk matanya, siap menjatuhkan tetesan selanjutnya. Apalagi salahnya sekarang? Kenapa Resh mengabaikannya dan lebih memilih Giselle, ratu gosip yang ikut andil besar dalam penyebarluasan setiap gosip di sekolahnya, termasuk kasus Sherra dan kasus Resh sendiri.. kenapa?

Dengan air mata yang menetes satu demi satu, Sherra berjalan cepat menyusul Resh. Ia sudah tidak tahan menjadi pihak yang tidak tau apa-apa, selalu disalahkan, serta diabaikan. Rasanya di dalam rongga dadanya terdapat tumpukan kekesalan, kemarahan, dan kekecewaan yang siap ia luapkan. Tumpukan itu membuat rongga dadanya terasa sesak, apalagi saat ia terisak.

"Resh! Tunggu!" Teriak Sherra sambil terisak. Lelaki yang merasa namanya dipanggil itu menoleh dan menatap Sherra dingin dengan Giselle yang masih bergelayut. Tatapan wanita itu penuh kemenangan, puas melihat Sherra dalam keadaan seperti ini.

"Kamu kenapa sih?" Tandas Resh. Walaupun nadanya tidak menyentak, tapi tidak ada nada bersahabat dalam ucapannya.

"Lo! Lo yang kenapa! Kenapa lo berubah, Resh?! Kenapa? Gue salah apalagi kali ini, Resh?" Sherra sudah tidak peduli lagi dengan tatapan aneh murid-murid di sekitarnya. Sherra terisak sambil menyeka lelehan air mata yang turun deras dari sudut matanya. "GUE SALAH APA RESH?! SAMPE LO DATENG PERGI DARI KEHIDUPAN GUE TANPA ALASAN?! GUE CAPEK RESH! Gue capek jadi pihak yang selalu harus tau kesalahan gue. Gue harus jadi pihak yang selalu keliatan ngejar lo. Gue harus selalu jadi pihak yang nyaman, bergantung, dan CINTA sama lo!" Deru nafas Sherra bertemu dengan isakannya, menimbulkan sensasi pening luar biasa. Sherra tidak pernah seemosional ini di hadapan orang banyak. Dan Resh berhasil membuatnya melakukan hal tersebut untuk pertama kalinya.

"Please Resh, jangan kayak gini... Please, gue mohon..." Lirih Sherra. Ia tidak sanggup berkata-kata lagi. Bibirnya bergetar dan perasaannya kacau balau. Bahkan merangkai kalimat pun, Sherra tidak mampu.

Di antara semua orang yang menatap kejadian itu, ada sepasang mata menyorotkan tatapan rasa bersalah. Tentu saja ia bersalah, karena ia terlalu ikut campur dalam hubungan asmara adiknya.

★★★★★★★★

Hai haii.. Update lagi... :))

Vomments yang banyak yaa.. biar aku makin semangat nulis:D

Callista

Our Fresh TeaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang