Plain 11

2.6K 207 18
                                    

"Let it go, let it go. I'm one with the wind and sky.
Let it go, let it go. You'll never see me cry."
~Let It Go~
Idina Menzel
★★★★★★★★

"Sebenernya kamu kenapa sih tadi?" Tanya Resh dengan kepala yang ditengokkan ke kanan dan ke kiri, mencari lokasi tempat duduk yang nyaman baginya dan perempuan yang membuntutinya di belakang sedari tadi.

"Ada... Sesuatu.." Sherra mengikuti arah jalan Resh. Sherra tidak mungkin memberitahu kata-kata no sense yang dikatakan Rafael, kan? Astaga... Kedatangan Rafael saja sudah cukup mengusik ketenangannya, sekarang ditambah dengan kata-kata tidak berfaedah yang membuat Sherra terus menerus memikirkannya. Benar-benar mimpi buruk.

Sherra dan Resh memilih duduk di salah satu meja dekat jendela. Sekarang ini, mereka sedang ada di salah satu kedai teh yang letaknya agak jauh dari sekolah mereka. Tadi Sam sudah memberi izin Sherra untuk pergi dengan Resh, karena Resh yang meminta izin langsung pada kakaknya yang protektif itu. Dan, disinilah mereka sekarang, di dalam ruangan yang sejuk dan penuh dengan aroma teh. Sangat menyenangkan bagi mereka berdua.

"Sesuatu apa sih?" Tanya Resh penasaran, Resh yang mengambil tempat di seberang Sherra menatap perempuan itu dengan tatapan penasaran. Obsidiannya berkilat memancarkan perasaan penasarannya.

"Bukan sesuatu yang penting." Sherra menatap layar yang tersambung dengan meja. Disana mereka dapat memesan berbagai macam teh. Ada sekitar 50 atau lebih jenis teh yang dapat dipesan di kedai ini. Teh itu berasal dari daun teh di seluruh dunia yang diracik oleh peramu handal.

Sherra menekan layar sentuh yang ditatapnya saat ini, teh putih menjadi pilihannya. Bersamaan dengan itu, Resh juga menunduk menatap layar sentuh itu dan menekan teh hitam. Dan entah siapa yang memulai, kedua mata mereka saling bertumbukan. Mereka saling bertatapan.

Jantung Sherra seakan tertembus oleh obsidian milik Resh. Jantungnya berdetak cepat, entah kenapa. Sherra... Nyaman dengan Resh. Rasa yang tidak pernah dirasakannya kepada siapapun, bahkan keluarganya -bahkan Rafael- hingga saat ini.

Perasaan apa ini? Batin Sherra bertanya pada dirinya sendiri.

"Sherr... Kamu... Bisa nyimpen rahasia?" Tanya Resh sambil tetap menatap Sherra. Sherra tampak berpikir sejenak, lalu berkata, "Gue rasa bisa.. Emangnya kenapa?" Sherra memberikan atensinya kepada Resh.

"Kamu rasa ya... Okelah." Resh tampak menarik nafas dan tersenyum. Ketika menunggu teh mereka datang -dalam keheningan, karena entah kenapa suasana menjadi canggung- muncul seorang lelaki yang entah sejak kapan ada di hadapan Resh dan menepuk bahu lelaki itu.

"Hai Resh!" Seru lelaki itu. Resh yang sedang menatap pemandangan diluar kedai langsung menoleh untuk melihat siapa yang menyapanya.

"Hai, Nan! Ngapain disini?" Ucap Resh tampak gembira.

"Gue sama pacar gue. Tuh, Ine ke kamar mandi." Tunjuk lelaki itu kearah punggung seorang perempuan yang sedang berjalan ke toilet. "Lo juga sama... Pacar?" Ucap lelaki itu lagi.

"Oh.. Dia.." Resh melirik Sherra sekilas, "Dia temen aja kok. Kebetulan lagi keluar bareng." Kata Resh.

Sherra mengernyit tidak nyaman, dadanya sesak mendengar hal itu. Sherra menarik nafas dan menghembuskannya pelan ekspresinya menjadi datar, tanpa senyuman sedikitpun.

"Oohh, temen lo. Hai! Gue Nando. Fernando Victorus Greenway. Gue temen Resh dari kindergarten. Tapi beda SMP soalnya gue pindah Indo lebih dulu dari Resh. Gue kelas 11 IPS-1." Lelaki berambut cepak dan berkacamata itu mengulurkan tangannya kepada Sherra. Sherra membalas uluran tangan lelaki itu sambil tersenyum tipis. "Elsherra Olivia Christian, panggil aja Sherra. Sekelas sama Resh."

"Lo lagi badmood ya?" Tebak Nando -dan tebakannya tepat-.

"Begitulah." Sherra mengangkat bahunya.

"Sherr, ka--"

"Itu pacar lo?" Ucap Sherra sambil menunjuk perempuan yang berjalan kearah mereka. Perempuan itu cantik, berambut sepunggung dengan poni menyamping serta kulit putih dan mata hitam.

"Iya.. Itu dia." Pacar Nando yang tadi bernama Ine itu datang menghampiri mereka. "Hai... Akhirnya lo punya pacar lagi setelah lama jomblo, Resh." Perempuan itu terkikik melihat ekspresi kesal Resh saat mendengar perkataannya.

"Aku sama Sherra tuh temen. Gak ada hubungan lebih. Cuma temenan. Aku maunya sama yang pinter, putih, langsing, trus bakat nyanyi. Kalian jangan melebih-lebihkan deh." Kesal Resh.

Sherra marah. Ekspresinya berubah mengerikan. Dadanya bergemuruh. Ujung bibirnya berkedut menahan semburan kekesalan agar tidak keluar.

"By the way, gue Jasmine Rosella Felicia. Sekelas sama Nando." Perempuan itu memperkenalkan diri kepada Sherra. Sherra memaksakan senyum. "Gue Sherra."

"Eh, itu ada tempat duduk kosong, Ne. Tempatin yuk, keburu ditempatin orang." Nando menunjuk sebuah tempat kosong yang terletak agak jauh dari tempat duduk Resh dan Sherra.

"Iya... Yaudah.. Kita duluan ya." Ine tersenyum sambil melambai, lalu berjalan pergi mengikuti Nando.

Keadaan hening. Sherra menatap Resh dengan dada sesak bergemuruh. Sementara Resh menunduk menatap jari tangan di pangkuannya. Wajahnya tidak tampak terlalu senang juga. Datar lebih tepatnya.

Saat teh mereka datang, keduanya meminumnya dengan cepat, teh panas mengepul itu tandas dalam kurang dari 15 menit. Itu karena keduanya meminum dalam keadaan diam, tanpa berusaha membuka pembicaraan. Suasana menjadi buruk seketika.

"Ayo pulang." Ucap Resh sambil meletakkan sejumlah uang diatas nampan kecil berisi nota yang tadi sudah disediakan oleh pelayan disini. Sherra pun mengeluarkan uangnya dan meletakkan diatas nampan.

Keduanya keluar dari kedai itu dalam diam. Resh memakai helm nya dengan cepat dan memberikan helm kepada Sherra dengan sedikit mendorongnya kearah Sherra. Sherra hanya diam mendapatkan perilaku aneh dari Resh. Dia ingin marah. Ingin sekali. Tapi Sherra menahannya.

Mendung tampak di langit. Awan berubah menjadi gelap dan abu. Kilat mulai tampak, diikuti dengan guntur menyambar. Sherra naik keatas ninja milik Resh. Lalu, tanpa aba-aba, Resh melajukan motornya dengan cepat.

Sherra menutup matanya kuat. Dia tidak suka hal-hal yang bersifat 'setor nyawa' seperti ini. Apalagi hujan mulai turun dan menjadi deras dalam waktu sekejap. Air mata Sherra keluar dari sudut matanya. Sherra ketakutan. Tubuhnya kedinginan.

"Resh, pelan." Lirih Sherra. Resh yang sedari tadi mengemudi dengan kalap pun tersadar kalau dirinya membawa penumpang dan menepikan motornya kearah salah satu taman tanpa pengunjung -karena sedang hujan-.

Resh turun dan melepas helm nya dan helm Sherra. Dia mendapati Sherra sedang menutup matanya kuat.

"Sherr.. Turun." Ucapnya. Sherra membuka matanya. Menatap ke sekelilingnya, lalu menatap Resh. "Ayo turun." Ucap Resh lagi dengan sedikit berteriak, agar suaranya terdengar di tengah hujan deras yang membuat tubuh keduanya basah kuyup.

Sherra turun dari motor Resh dam mengikuti Resh berteduh di gazebo. Air mata Sherra tidak bisa berhenti mengalir. Dia ketakutan dan kedinginan. Sherra duduk menjauh dari Resh. Dia tidak ingin dekat dengan Resh. Dadanya masih sesak dan bergemuruh, tapi anehnya, semua rasa itu berubah menjadi tangisan.

Resh yang menyadari bahwa Sherra menjauh, langsung menatap perempuan itu.

"Shit." Umpatnya saat mendapati kalau Sherra menangis.

★★★★★★★★

Hai hai... New Chapter.. :))

Makasih bagi yang sudah bersabar menunggu update:D

Vomments yang banyak ya, biar aku makin semangat nulis:)

Callista

Our Fresh TeaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang