Plain 19

2.5K 179 7
                                    

"Nothing's gonna change my love for you. You 'ought to know by now how much I love you. The world may change my whole life through. But nothing's gonna change my love for you."
~Nothing's Gonna Change My Love For You~
Westlife
★★★★★★★★

"Sherra! Sher!" Seru Resh sambil terus mengejar perempuan yang -ternyata- bisa berlari dengan cepat di depannya.

Tidak, Resh bukan sekedar ingin bertanya tentang apa yang di dengar Sherra dan mengancamnya agar tidak memberitahukan apapun yang tadi di dengar perempuan itu. Bukan. Memang Resh ingin melakukan hal itu pada awalnya, siapa yang ingin rahasia terbesarnya diketahui oleh orang lain?

Tapi masalahnya bukan itu.

"Sherra! Jangan lari terus! Pikirin kaki kamu!" Teriak Resh kepada Sherra yang sudah berjarak dekat dengannya. Sedikit lagi.... Dan.. Gotcha!

"Lepasin gue. Lepasin!" Sherra meronta dan menarik lengannya kasar dari genggaman Resh. "Hei! Hei! Udahlah! Apa gunanya lari-lari gak jelas gitu sih?! Kekanak-kanakan banget tau gak!" Geram Resh sambil mengeratkan cengkeramannya pada lengan Sherra, agar gadis itu berhenti meronta.

Sherra mematung seketika ketika kata kekanak-kanakan keluar dari mulut Resh. Perlawanannya pun herhenti. Sherra menunduk dalam dan membatin kesal sambil menyalahkan dirinya sendiri, 'Emangnya buat apa gue lari? Buat apa? Kenapa gue lakuin sesuatu yang... Kekanak-kanakan? Gue kenapa sih?'

"Udah?" Ucap Resh. Kini berganti, bukannya Sherra yang tampak tenang dan terkendali, tetapi Resh lah yang nampak seperti itu. Padahal seharusnya Resh gugup dan panik karena rahasia 'ketidaknormalannya' diketahui oleh orang lain.

"Kamu liat dong kaki kamu." Ucap Resh setelah berdecak. Lelaki itu menatap kaki bersandal Sherra yang lecet dan tergores disana-sini. Beberapa goresan itu bahkan mengeluarkan darah. "Lari-lari kayak anak kecil di tengah rumput tajem kayak gini. Apa sih maksud kamu? Nyakitin diri sendiri tau gak."

Saat itu pula, sensor tubuh Sherra seperti aktif secara otomatis, dan seketika itu pula, Sherra merasakan rasa sakit yang menyengat di sepanjang pergelangan kaki ke bawah, yang tidak tertutupi celana jeans ⅞ yang dikenakannya. "Ssshhh..." Desis Sherra sambil memejamkan matanya rapat-rapat. Sakit. Ternyata sakit sekali. Kenapa dia bisa tidak sadar akan hal itu sejak tadi? Apa karena rasa sakit di hatinya lebih menusuk dari rasa sakit di permukaan kulit kakinya?

"Ayo keluar dari semak-semak ini." Resh melirik kearah kaki Sherra sekali lagi. Resh ingin melihat sejauh mana harga diri perempuan di hadapannya. Sanggupkah Sherra berjalan keluar dari rerumputan tinggi yang tajam ini tanpa meminta bantuan Resh?

Sherra menggigit bibirnya sewaktu Resh mengajaknya keluar dari rerumputan ini. Perempuan itu menoleh ke bawah dan melihat kearah rumput dengan duri-duri seukuran jarum, lalu meringis kembali memikirkan kebodohannya sampai ia bisa berlari menembus duri-duri itu. Lalu rasa sakit kembali menyengat kakinya. Bagaimana dia bisa keluar sementara kakinya saja terasa sakit dan nyeri bila digerakkan. "Resh..." Sherra akan menurunkan harga dirinya untuk saat ini. "Hm?" Balas Resh sambil tersenyum kecil. "Sakit. Bantuin gue."

Senyum kecil Resh seketika berubah menjadi senyum puas penuh kemenangan. Ternyata benar tebakannya, Sherra akan meminta bantuan darinya. Resh melepaskan genggaman tangannya dari lengan Sherra lalu berbalik memunggungi Sherra. Resh menekuk lututnya agar dirinya menjadi lebih rendah daripada Sherra lalu berkata, "Pegangan." dan tanpa tendeng alih-alih, Resh langsung menggendong Sherra di punggungnya. Sherra yang terkejut langsung saja memeluk leher Resh dengan gerakan cepat. Lalu tanpa berkata-kata lagi, Resh berjalan keluar dari rerumputan tinggi yang tajam itu sambil berjalan dengan santainya. Tentu saja Resh bisa bergerak santai, lelaki itu menggunakan sneakers dan celana jeans semata kaki, ditambah dengan kaus kaki yang melapisi kakinya, rasa menusuk dari semak berduri itu tidak terasa.

Sherra yang berada di dalam gendongan Resh merasakan wajahnya memanas seketika. Bagaimana jika ada yang melihat mereka berdua dalam posisi seperti ini? Bisa-bisa dirinya terkena cemoohan tidak benar lagi.

"Tenang aja. Ini gelap. Gak bakalan ada yang liat." Resh berucap datar -seperti bisa membaca pikiran Sherra-, lalu naik ke area perkemahan dengan tetap menggendong Sherra, meski perempuan itu sudah minta diturunkan sejak setelah melewati rerumputan tajam tadi. Tetapi Resh mengabaikannya. Sherra masih tidak bisa berjalan dengan baik. Lagipula, membantu orang tidak boleh tanggung-tanggung, bukan?

Resh membawa Sherra menuju ke ruang perawatan. Sejenis UKS, tetapi tidak ada penjaga di ruangan perawatan. Ruangan ini hanya digunakan untuk mengobati orang yang terluka di area perkemahan itu. Dan.. Disinilah Resh dan Sherra sekarang.

Resh mendudukkan Sherra di bangkar satu-satunya yang tersedia disana. Lalu Resh berpaling ke tempat penyimpanan obat, dan lelaki itu mendesah lega saat mengetahui persediaan di tempat ini cukup lengkap. Segera saja Resh mengambil obat-obatan yang dibutuhkannya untuk mengobati Sherra, lalu kembali menghampiri Sherra.

Tangan Resh yang hendak menyentuh kaki gadis itu terhenti ketika kaki Sherra bergerak menjauhi tangan Resh. Reah mengangkat wajahnya dan menatap Sherra, "Kenapa?"

"Mmm.. Gue.. Bisa sendiri." Ucap Sherra sambil mengangkat dan menekuk kakinya ke atas bangkar yang ia duduki. "Siniin obatnya dong, tolong." Pinta Sherra sambil menatap kakinya dan meringis. Lukanya lumayan banyak. Bodoh sekali dirinya tadi.

Resh yang tidak bisa menolak permintaan -memaksa- Sherra pun akhirnya hanya bisa menghela nafas dan terpaksa memberikan kapas yang sudah diberi pembersih luka kepada Sherra. "Thanks." Sherra membubuhkan pembersih luka itu ke kakinya sambil meringis dan mendesis karena rasa nyeri yang menyengat.

Resh yang berdiri di samping bangkar hanya bisa mengamati Sherra yang sibuk dengan lukanya. Tangannya menuangkan betadine keatas kapas. "Kenapa kamu malah pake sandal sih? Kan disuruhnya pake sepatu." Tanya Resh.

"Tadi gue ke kamar mandi. Trus pas balik, pengen jalan-jalan ke sekitar sungai." Dusta Sherra. Sebenarnya Sherra mengenakan sandal karena lebih muda dipakai dan dilepas daripada sepatu. Lagipula, Sherra berpikir tidak akan ada masalah jika berjalan -memikirkan Resh- sendirian saja dengan mengenakan sandal.

Resh tersenyum tipis menyadari kebohongan yang Sherra katakan. Telinga Resh memang sensitif dalam membedakan nada dan gaya bicara setiap orang. Itu kemampuan alami yang ia miliki semenjak kecil. Dan memang benar, tidak banyak orang yang bisa berkelit dari Resh. Hanya saja Resh biasanya pura-pura mempercayai dusta yang dikatakan setiap orang, sehingga tidak ada yang tau Resh dapat membedakan kebohongan dan kejujuran.

"Ooo.. Gitu ya." Ucap Resh sambil menyerahkan kapas yang sudah ditetesi betadine tadi. Sherra menatap kapas itu sejenak, lalu menekannya di sekitar lukanya. Resh mengambil hansaplast dan memegangnya.

Keduanya kembali terdiam di ruangan 4×4 meter tersebut. Resh menatap Sherra, dan Sherra yang tau bahwa dirinya ditatap Resh hanya menunduk dan menekuni lukanya. Sherra tidak tau apa yang harus dikatakannya pada Resh setelah ini. Resh menjauhinya dua hari ini. Resh tiba-tiba datang, mengejarnya, dan menggendongnya. Resh menyukai laki-laki dan perempuan...

Dan walaupun hati Sherra gelisah dan tidak nyaman, jantungnya masih berdebar cepat. Sherra masih saja merasakan cinta yang sama setelah semua yang teejadi padanya dan Resh.

Haaahh.. Sherra memang gadis yang bodoh.

★★★★★★★★

Hai hai.. Update lagi:))

Sebenernya aku udah mau update dari lama, tapi banyak author lain yang bilang kalo Wattpad bermasalah, akhirnya aku memutuskan gak update dulu.

Vomments yang banyak yaa.. Biar aku makin semangat nulis:D

Callista

Our Fresh TeaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang