FILE 7. GEMPA JAKARTA !

16K 895 19
                                    

LOKASI : CIREBON
WAKTU KEJADIAN : MARET 1997

Senin, 17 maret lalu, Jakarta diguncang gempa. Cukup menggoyang dan bikin panik orang-orang yang bekerja di gedung bertingkat. Anehnya, hari Sabtu, atau dua hari sebelum kejadian, aku menerima surat dari Pipiet, sahabatku yang tinggal di Cirebon. Apa isi surat itu ?

Suratnya pendek saja. Diterimanya Sabtu siang, saat aku sedang makan siang, sepulang sekolah, petikannya :

"Anya sahabatku, apa kabarmu ? Di sini saya baik-baik saja. Banyak ulangan dan pekerjaan rumah. Sebenarnya, ingin ketemu kamu lagi agar bisa mengobrol panjang lebar. Pasti asyik ya. Pesan saya, jangan sampai lupa, lho. Senin, 17 Maret 1997 nanti, kamu harus ekstra hati-hati (bila perlu, izin sama ibumu supaya tidak tidur siang hari itu !) Hindari bangunan tinggi, apalagi yang rapuh, karena Jakarta akan "bergoyang".

Itu saja, salam dari sahabatmu tercinta.

Pipiet

Aku tercenung membaca surat pendek itu. Ada bagian yang terasa mengganjal di hatiku. Apa maksud kalimat Jakarta akan "bergoyang". Sampai Minggu siang, aku berfikir keras menyimpulkan makna surat Pipiet yang sebenarnya.

Setelah berfikir hati-hati, senin pagi, aku mempunyai kesimpulan bulat bahwa akan ada gempa ! Di meja makan, saat sarapan, aku berpesan pada ayah, ibu dan adikku,

"Nanti akan ada gempa... ! Hindari bangunan tinggi !"
"Gempa ... ? Di sini ... ? Di Jakarta ... ? Tanya adikku.

Semua hanya tersenyum mendengar peringatan itu tak ada yang percaya. Di sekolah akupun mencoba memberi peringatan serupa. Namun sekali lagi tak ada yang mau mempercayainya.

"Eh dari mana kamu tahu kalau ada gempa ... ? Punya alat khusus, ya ... ! Asal tahu saja, Anya, alat untuk memberi tahu akan adanya gempa belum ada ... ! Jadi, kamu jangan ngaco !" Ujar Rani teman sebangku aku.

Apa boleh buat. Entah mengapa, aku percaya pada peringatan Pipiet. Aku ingat, sahabatku yang sudah dua tahun bermukim di Cirebon itu seakan memiliki "radar" di dalam tubuhnya. Dalam beberapa kejadian, Pipiet sudah bisa "merasakan" sebelumnya.

"Nanti malam, Anya, coba beritahu petugas ronda untuk berkeliling di sekitar rumahmu sekitar pukul 03.30, sepertinya akan ada tamu yang tak diundang"

Peringatan dari Pipiet itu diucapkan sekitar enam bulan sebelum ia pindah, waktu itu, kita tengah menghabiskan petang hari, sambil duduk-duduk di kursi taman di samping rumahku.

Benar saja. Malamnya, sekelompok orang mencoba menyatroni rumahku !. Petugas ronda memergoki terlebih dahulu, sebelum kawanan penjahat itu beraksi.

"Kok, kamu bisa tahu, sih Piet ... ?" Tanyaku, esoknya.

"Waktu duduk-duduk di taman kemarin, aku sudah merasakan enerji asing dan jahat !"

Entah mengapa, pembicaraan soal "enerji asing" itu tidak berlanjut lebih jauh. Aku lupa. Ingat kejadian itu, yang ternyata jitu, membuatku sudah siap berjaga-jaga. Dan Jakarta benar-benar bergoyang !

Hari Sabtu, dengan agak memohon, aku meminta izin ayahku agar diperbolehkan pergi ke Cirebon. Ayah pun setuju. Sorenya, ditemani Pak Tatok, sopir keluargaku langsung meluncur ke kota udang itu. Tujuannya pasti, menyingkap misteri mengapa Pipiet bisa tahu akan adanya gempa di Jakarta. Padahal, ia sendiri berada di Cirebon ... !

"Bumi itu berlapis-lapis tebalnya, kurang lebih mirip karpet yang ditumpuk. Nah, tiap karpet ini, atau mereka yang ahli menyebut lempengan, karena desakan tenaga dari luar dan juga bisa dari dalam bumi, bisa terjadi gesekan, seperti itu, kira-kira, gempa terjadi," ucap Pipiet saat kami berjumpa dirumahnya.

"Saat akan terjadi gesekan, apa tidak bisa diperkirakan terlebih dahulu ... ? Maksudku, kalau sebelum gesekan itu terjadi, orang-orang sudah tahu, minimal, kita semua bisa siap-siap, sehingga korban tidak banyak berjatuhan !"

"Sulit juga memperkirakan, apakagi menghitung dengan tepat kapan terjadi gesekan. Itulah sebabnya, alat peringatan dini akan datangnya gempa belum bisa di buat," jawab Pipiet.

"Lalu, kok, kamu bisa tahu di Jakarta akan ada gempa padahal, kamu sendiri di Cirebon ... ?" Tanyaku.

Pipet mendadak diam. Ini bagian tersulit.

"Sebenarnya begini, beberapa orang memang dikaruniai memiliki kepekaan yang sangat tinggi. Aku sudah merasakan hal itu semenjak duduk di kelas tiga. Awalnya, aneh juga. Namun, lama-lama terbiasa. Hebatnya, kepekaan yang aku miliki ini tetap tersimpan rapi. Hanya sama kamu saja sekarang aku cerita, kamu kan sahabat baikku yang bisa dipercaya ...!" Kata Pipiet tersenyum.

"Lalu, mengenai gempa kemarin, bagaimana ... ?"

"Sebenarnya, sebelum gempa terjadi muncul getaran-getaran terlebih dahulu. Getaran ini sangat halus sekali, hingga sulit diukur. Tanggal 12 dini hari, aku terbangun dari tidur. Getaran-getaran itu mendadak muncul ! Aku bangun dan keluar rumah. Getaran itu datangnya dari arah barat. Bergelombang bentuknya. Aku lalu membuat perkiraan," ujar Pipiet dengan mimik serius.

"Saya sangat khawatir, kalu getaran ini besar sekali, banyak orang akan jadi korban. Untunglah getaran tersebut mendatar sifatnya. Pertanyaan berikutnya, tentu, memperkirakan pusatnya. Ini yang sulit. Saat menyambung tidur, aku mimpi, kamu terlempar dari tempat tidur. Pagi harinya, getaran itu terasa sampai Jakarta ! Aku cepat-cepat menulis surat kilat khusus untuk memperingatkanmu, Anya," sambung Pipiet.

"Kok, kamu tahu pasti tanggal kejadiannya ... ?" Tanyaku penasaran.

"Ini juga aku heran. Kepekaan yang saya miliki sangat kuat. Pagi hari, setelah mimpi, telingaku sepertinya ada membisiki terus menerus."

"Membisiki ...? Apa bunyinya...?"

"Pendek saja. Bisikan itu bilang, Senin ... Senin ...Senin !"
Dahulu, bila mendengar bisikan ini, saya takut. Namun sekarang tidak lagi..."

Aku termenung. Membayangkan aku seperti Pipiet yang memiliki kepekaan tinggi, pasti seru dan aneh rasanya !

"Ngomong-ngomong, bila akan terjadi peristiwa besar, apakah kamu sudah bisa merasakan sebelumnya ... ?"

"Tergantung. Itu sulit ditebak. Kalo saya siap lahir batin getaran itu bisa saya rasakan ..."

"Sekarang, apa yang kamu rasakan ...?" Aku sungguh penasaran.
"Ng, waktu menjemput kamu dari mobil, getaran itu juga muncul mendadak ..."

Aku kaget dan agak takut.

Pipiet lalu meneruskan,

"Begini, besok kalau pulang, coba kasih tahu sopirmu agar mengganti ban belakang."

Aku tak mau berdebat lebih lanjut. Esoknya, saat aku minta ban yang dimaksud Pipiet agar diganti, segera ditolak mentah-mentah oleh Pak Tatok "wong, ban masih baru, kok, Non."

Aku hanya bisa pasrah. Sebelum pulang ke Jakarta, aku memohon pada pak Tatok agar tidak ngebut. Apa yang terjadi ? Dua menit masuk tol Cikampek, terdengar suara letusan, Mobil yang dinaiki aku oleng. Dengan sigap, Pak Tatok segera bisa menguasai keadaan.

Ban kanan belakang meletus ! Tekanan udara di dalamnya terlalu besar ...!

CATATAN FILE : Bagaiman Pipiet bisa mengetahui semua itu ... ? Apakah dia mempunyai kemampuan lebih dari yang lain ...

KASUS DI TUTUP

KISAH - KISAH MISTERITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang