LOKASI : JAKARTA SELATAN
WAKTU KEJADIAN : NOVEMBER 1988Kisah nyata sepasang suami istri, Hidayat dan Riana ...
"Kami sudah agak putus asa. Menurut dokter, kami sehat saja. Dokter benar. Kami berdua, saya dan istri saya, Riana, merasa tak kurang sesuatu apapun. Kami tidak memiliki penyakit yang berbahaya. Seluruh keluarga kami berdua, kakak dan adik kami, semuanya telah memiliki keturunan. Jadi, apa kekurangannya...? Mungkin belum saatnya saja, ujar ibu saya suatu kali.
Barangkali benar juga. Kami akhirnya hanya pasrah. Menyerahkan persoalan ini kepada Tuhan yang mahakuasa ! Doa permintaan khusus selalu kami panjatkan. Kalau Tuhan sudah berkehendak, siapa bisa merintangi ? Begitulah.
Setiap akhir pekan, untuk mengisi kekosongan saat libur, kami berdua punya kebiasaan nonton pertunjukan film tengah malam minggu. Bioskop langganan kami biasanya memulai pertunjukan pukul 24.00 dan baru usai pukul 02.00 sebelum pulang, biasanya kami sempatkan mampir ke warung roti bakar, nasi goreng atau bubur ayam langganan kami. Dan sekitar pukul 02.45 atau paling lambat pukul 03.00 minggu dini hari, kami baru sampai dirumah dan tidur sepanjang hari minggu.
Rute yang kami tempuh sama setiap malam minggu. Rumah kami di kawasan kelurahan Bintaro, Jakarta Selatan, sedangkan bioskop langganan kami terletak di Kebayoran Baru, masih di Jakarta Selatan. Jaraknya sekitar 15 km. Dalam perjalanan itu, kami melewati areal pemakaman yang luas dan terkenal di wilayah selatan Jakarta, yakni kompleks pemakaman Tanah Kusir. Setiap minggu, kami lalui kompleks pemakaman itu dengan perasaan biasa. Kami tak tahu, justru, pada suatu hari, bisa terjadi sesuatu yang tidak bisa kami lupakan seumur hidup.
Malam minggu pertama di bulan November 1988
Film telah selesai kami tonton. Kami juga telah makan bubur ayam. Dalam perjalanan pulang, kami ngobrol. Biasa, tentang hayalan bila seorang bayi hadir dalam kehidupan kami. Tentu ramai sekali !
Kompleks makam kita lalui dengan perasazn biasa. Di tikungan pertama, mobil tiba-tiba saya rem mendadak. Penyebabnya adalah anak-anak yang berdiri di pinggir jalan. Mereka menyetop mobil kami.
"Berhenti, Pak. Kasihan, mereka kan anak-anak, mungkin butuh tumpangan," ujar Riana, istri saya.
Jumlahnya lima anak, tiga laki-laki, sisanya perempuan. Yang menarik, mereka mengenakan seragam sekolah, merah putih, lengkap dengan topi merah kebanggaan mereka. Masing-masing menyandang tas punggung, sungguh, mereka nampak rapi sekali.
"Hallo, bapak-ibu. Boleh ikut ... ? Sekolah kami agak jauh," ujar salah seorang dari mereka.
"Oh, boleh-boleh. Dengan senang hati ... !" Kata Riana.
Dengan sigap ia lalu membuka pintu belakang sedan kesayangan kami. Berebutan anak-anak itu masuk mobil. Ramai sekali !
"Asyik-asyik ! Bapak dan ibu baik, deh ... !"
"Wah, kalau setiap hari naik mobil begini, enak juga ya."
"Aku mau baca dulu, ah ... !""Eh, pe-er bagaimana ? Pak guru bisa marah lagi, lho, kalau ada yang lupa ... !"
"Beres ... ! Jo, mana bacaannya. Aku tadi belum selesai baca."
Saya dan Riana hanya saling pandang menyaksikan polah dan celoteh mereka. Kami lalu tersenyum. Entah mengapa, ada perasaan bahagia di hati kami.
"Nak, ngomong-ngomong, dimana sekolah kalian ...? Jauh tidak ... ? Saya membuka pembicaraan.
"Tidak, Pak, terus saja. Nanti saya kasih tunjuk jalannya. Kalau sudah sampai, akan saya beri tahu," ujar salah satu dari mereka yang bertubuh agak besar, dan bermata bulat. Tampan sekali anak ini, kata saya dalam hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
KISAH - KISAH MISTERI
Mystery / ThrillerDi sekitar kita banyak sekali misteri yang tidak terjawab ... kalo takut jangan baca ...^^