FILE 23. MISTERI KISAH PARDI SI PENJAGA MALAM

9.3K 515 3
                                    


LOKASI : PURWOKERTO, JAWA TENGAH
WAKTU KEJADIAN : AGUSTUS 1989

Setiap orang harus peka dan peduli terhadap lingkungan sekitarnya di manapun dia berada di rumah atau di tempat kerja. Sikap masa bodoh tidaklah terpuji ...

Rabu malam Kamis, pukul 23.00

Pardi baru saja datang. Buku absen juga baru ia tanda tangani. Acara serah terima, berupa laporan dari penjaga sebelumnya, berlangsung singkat saja. Setelah itu, Pardi memasak air ingin rasanya dia menyeruput kopi kental panas sebelum mulai meronda keliling pabrik.

Ini malam pertama Pardi jaga malam. Ia muka baru di jajaran penjaga malam pabrik. Menurut kebiasaan yang sudah berlaku di pabrik, ada tiga orang yang berjaga setiap malam. Namun sampai air dalam panci kecil itu sudah mendidih, Pardi belum melihat dua rekannya yang lain. Saat kopi sudah di tuang di gelas, Dudung dan Yatno baru muncul. Wajah mereka lusuh dan tampak letih.

"Maaf, Di, kita terlambat. Maklum, sepanjang siang tadi, kita berdua dapat kerjaan di luar. Lumayan, nambah buat jatah dapur," ujar Dudung.

Pardi maklum. Dalam hidup yang kian berat, kadang-kadang orang harus pandai-pandai bersiasat.

"Rasanya, kita mau nge-bon dahulu sama kamu, malam ini," sambung Yatno.

"Nge-bon ? Tanya Pardi. Ia tidak tahu istilah itu.

"Iya, kita mau minta tolong sama kamu. Ng, maksudnya, rasanya kita berdua tidak akan kuat jaga sampai pagi. Jadi ...," Dudung mencoba menjelaskan.

"Begini, nge-bon maksudnya, kita berdua terpaksa harus istirahat, sementara kamu yang jaga. Lain kali, kalau kamu juga ada urusan, kita bisa gantian. Lagi pula, kamu kan orang baru ... engga apa-apa kan ?" Sambung Yatno.

Sekali lagi Pardi maklum. Perlahan-lahan ia menganggukan kepala.

"Awas, jangan lapor sama komandan, lho," pesan Dudung kemudian.

Setelah itu Yatno dan Dudung masuk ke bilik khusus disediakan untuk penjaga malam. Saat Pardi mulai menikmati kopi panasnya, dari dalam bilik ia mendengar dengkur pulas dua rekannya. Pardi hanya geleng kepala !

Setelah kopi dalam gelasnya tandas, Pardi mengambil tongkat dan senter. Ia berniat meronda keliling pabrik sedirian ! Pabrik yang menjadi tanggung jawab Pardi malam itu tak begitu luas. Besarnya kira-kira hanya dua hektar. Bangunannya termasuk kuno. Konon, pabrik kecap itu mulai dibangun setelah perang kemerdekaan dan masih bertahan hingga kini. Produksinya tidak banyak, karena hanya melayani pelanggan di seputar Jawa Tengah.

Pemilik tetap dari keluarga yang sama. Artinya, sejak pertama berdiri, pabrik kecap ini tak pernah beralih tangan atau dijual. Saat ini yang mengelola pabrik para cucu Pak Herman, pendiri pabrik yang telah lama meninggal.

Konon, menurut kisah yang sempat hinggap di telinga Pardi, Pak Herman terkenal baik dan bijaksana. Ia tidak pernah ngotot dalam berusaha. Apa adanya saja. Dahulu, niat Pak Herman mendirikan pabrik itu ingin menolong penduduk sekitar, yang saat itu banyak menganggur.

Niat baik Pak Herman sampai juga pada Pardi. Ia yang memang tinggal tak jauh dari kawasan pabrik, bisa tertolong dengan bekerja sebagai penjaga malam. Pardi mulai meronda ruang adminitrasi. Saat memasuki ruangan, ia agak kecewa, karena beberapa lampu terlihat masih menyala tanpa guna !

"Ini buang-buang energi saja !" Guman Pardi.

Perlahan-lahan tangannya mendekati tombol lampu di dinding. Ia berniat mematikan semua lampu. Pet ! Beberapa senti sebelum telunjuk Pardi menyentuh tombol, lampu di dalam ruangan telah mati. Pardi kaget bukan kepalang. Ia yakin sekali, tanganya belum lagi menyentuh tombol. Keringat dinginnya mulai muncul.

Namun begitu, ia berusaha menenangkan diri. Ah, jangan-jangan saya yang salah, pikir Pardi.

Ia berlalu dari ruangan itu, seolah tak terjadi apa-apa. Pardi belok ke kanan, masuk ke ruangan produksi. Ruangannya besar. Karena di sinilah tempat kecap botolan dibuat. Tak pernah orang bekerja lembur di pabrik. Semua dikerjakan sepanjang pagi-siang. Maklum saja pabrik warisan Pak Herman ini jumlah produksinya tidak banyak.

Seperti di ruangan adminitrasi, di ruang produksi beberapa lampu juga ditinggalkan masih menyala. Keanehan kembali terulang. Sebelum Pardi menyentuh tombol, lampu-lampu kembali mati. Di ujung di depan ruang yang dijadikan gudang, hal yang sama juga terjadi. Kali ini, Pardi malah mengamati secara langsung bagaimana tombol itu bisa bergerak sendiri. Lampu di depan gudang mati. Gelap total !

Pardi takut bukan kepalang. Ia menyalakan senter dan berusaha menahan kakinya agar tidak bergetar. Dengan tabah, penjaga malam berusia tigapuluh lima tahun itu kini menuju tempat pengepakan kecap. Samar-samar, ia mendengar air keran masih mengalir di ujung ruangan. Sambil memeriksa dengan seksama, ia menuju sumber bunyi. Memang benar. Keran air masih mengalir di tempat cuci tangan. Kecil memang alirannya, namun bisa terdengar jelas di malam yang sepi !

Pardi mengangkat tangannya. Dan, ia kembali dibuat kaget. Keran itu memutar sendiri menghentikan aliran air ! Tak kuasa lagi, Pardi mengambil langkah seribu. Kabur ! Tujuannya sudah jelas, menuju bilik penjaga malam, untuk membangunkan Dudung dan Yatno !

Di depan ruang adminitrasi, langkahnya terhenti. Pardi melihat seseorang berdiri di sana. Nalurinya sebagai penjaga malam langsung timbul.

"Pencurikah dia ?" Pikirnya.

"Jangan kamu takut. Saya kadang-kadang juga keliling pabrik, sekedar melihat-lihat," kata sosok itu.

Pardi mengamati wajahnya. Seorang pria. Sudah berumur, sekitar enampuluh tahun. Wajahnya nampak tenang luar biasa. "Kakek" itu menghisap cangklong beberapa kali.

"Kamu orang baru disini ? Saya tidak pernah melihat kamu sebelumnya ?"

Pardi menganggukkan kepala.

"Begini, terima kasih sekali tadi kamu berusaha mematikan lampu dan keran yang masih menyala. Pegawai kadang-kadang teledor dan memboroskan energi dengan sia-sia," katanya.

Pardi membisu.

"Kamu penjaga yang baik, tidak bersifat masa bodoh, karena mau mengerjakan hal yang sebenarnya bukan bagianmu. Jangan ikuti sifat Dudung dan Yatno. Mereka contoh orang yang tidak bertanggung jawab ! Saatnya bekerja malah tidur !"

"I ... iya, Pak !" Tanpa sadar Pardi menjawab.

"Baik kalau begitu, saya mau keliling pabrik lagi."

"Kakek" itu berlalu.

Pardi meneruskan langkahnya menuju bilik penjaga. Dudung yang merasa terganggu tidurnya langsung menggerutu saat dibangunkan. Pardi lalu menceritakan semua pengalamannya.

"Wah, itu sudah biasa. Pak Herman memang kerap terlihat keliling pabrik kalau malam. Makanya, kalau melihat lampu atau keran yang masih ngocor, biarkan saja, nanti juga mati sendiri ! Masa bodoh aja," ujar Dudung agak emosional.

Ia lalu merebahkan tubuh dan melanjutkan tidurnya.

Pardi jadi kesal bukan main melihat sikap masa bodoh Dudung. Haruskah Pardi mengikuti jejak Dudung dan Yatno ? Ternyata tidak. Ia tetap peduli terhadap sekelilingnya. Berkat ketekunan dan sifatnya yang terpuji, dua tahun kemudian Pardi dipercaya pemilik pabrik sebagai kepala bagian keamanan pabrik. Itu berarti menjadi atasan Dudung dan Yatno !

CATATAN FILE : Masihkah pak Herman sang pemilik pabrik berkeliling ... ? Untuk memastikan semuanya dalam keadaan baik ...

KASUS DI TUTUP

KISAH - KISAH MISTERITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang