FILE 21. MISTERI IKLAN DUKA CITA

8.9K 551 14
                                    


LOKASI : CIREBON
WAKTU KEJADIAN : 1997

Malam itu, Pak Waluyo  mendadak bangun dari tidurnya. Wajahnya ketakutan. Punggung, ketiak, telapak tangan dan kedua kakinya dipenuhi keringat dingin. Ia memandang sekeliling kamar. Warna kuning gading memenuhi ruangan. Ah, agaknya ia masih berada dikamar hotel tempatnya menginap.

Sudah dua hari ia berada di kota Cirebon, untuk keperluan pekerjaan. Dan, kamis dinihari ini, lelaki berusia 53 tahun itu merasa amat bersyukur, karena masih diberi nafas segar. Aku masih hidup !

Baru saja ia bangun dari mimpi buruk, dikejar-kejar tiga mahluk raksasa bertubuh hitam. Pak Waluyo sudah berlari sekuatnya. Namun, raksasa itu tetap bisa menyusul.

"Hari ini, kamu mati, Waluyo !" Teriak ketiga mahluk itu.

Sekitar satu jam ia berlari, paru-parunya terasa akan meledak ! Sebentar lagi, mungkin, ia harus menyerah.

Dalam keadaan terjepit itulah ia bangun. Pak Waluyo sungguh merasa beruntung kejadian menakutkan itu cuma mimpi belaka. Namun begitu, ia tetap tidak bisa meneruskan tidurnya. Kata-kata para raksasa yang mengejarnya masih menghantui benaknya.

"Hari ini, kamu mati, Waluyo !"

Jantung Pak Waluyo berdebar-debar. Benarkah ia akan mati hari ini ? Mati ? Tubuhnya tiba-tiba mengigil. Ia merasa belum siap menghadapinya !

Pukul delapan tiga puluh, petugas hotel mengantarkan koran pagi. Lima menit kemudian, ditemani kopi hangat dan biskuit, ia mulai melahap isi berita.

Secara tidak sengaja, ia menyimak halaman tujuh bawah, dan langsung kaget bukan main. Di situ tertera iklan duka cita yang dibuat oleh sebuah perusahaan bus angkutan antar kota bunyinya :

"Turut berduka cita sedalam-dalamnya atas tewasnya para penumpang bus kami dalam kecelakaan di jalan raya Indramayu - Cirebon, Jawa Barat, pada hari Senin, tanggal 16 Juni lalu, mereka adalah : ...

(Ada sederet nama korban, di sudut kiri bawah tertera nama pimpinan perusahaan bus yang memasang iklan)

Pak Waluyo terpaku. Pada urutan pertama nama korban jelas tercantum namanya : Ir. Waluyo Dinata, usia 53 tahun. Ejaan dan usianya tepat.

"Benar kata raksasa itu. Hari ini, aku mati !"

Ia tersenyum sendirian. Aneh, muncul perasaan lega, geli, sekaligus sedih di dalam hatinya. Pak Waluyo lalu teringat urutan peristiwanya. Dua hari yang lalu, ia meninggalkan ibukota menuju Cirebon untuk suatu keperluan kantor. Seperti biasa, ia lebih memilih menggunakan bus cepat antarkota. Alasannya, bus malam lebih praktis dan cepat.

Pak Waluyo membeli karcis pada agen bus yang letaknya tak jauh dari kamtor. Setelah mencatatkan namanya, ia membayar kontan semua ongkos dan siap di terminal pemberangkatan pada jam yang telah ditentukan.

Semua berjalan lancar. Sopir bus mengendarai kendaraannya hati-hati. Keempatpuluh penumpangnya merasa nyaman. Apalagi bus juga dilengkapi dengan mesin pendingin.

Di pertengahan jalan, bus yang ditumpangi Pak Waluyo berhenti untuk beristirahat di rumah makan besar. Semua penumpang turun. Ada yang makan, melemaskan otot-otot atau ke kamar kecil.

Pak Waluyo segera berbaur dengan puluhan penumpang lainnya. Ada sekitar lima belas bus dari berbagai jurusan berhenti di rumah makan yang memiliki tempat parkir yang sangat luas itu.

Merasa lapar, Pak Waluyo segera memesan makanan. Ia ingat, malam itu ia menyantap semua makanan yang dipesan dengan lahap. Lalu musibah kecil muncul. Perutnya tiba-tiba terasa mau meledak. Sakit perut menyerang mendadak !

Ia berlari ke deretan kamar kecil yang tersedia di belakang rumah makan. Namun, apa boleh buat, ia harus antre untuk mendapatkan tempat. Dan ini memakan waktu !

Selesai menguras perutnya, Pak Waluyo segera kembali ke tempat parkir bus yang tadi ditumpanginya. Sesampainya disana, ia kaget sekali. Busnya tidak ada ! Bingung bercampur amarah, ia bertanya pada juru parkir yang berada di sana.

"Lho, Pak, bus yang bapak maksudkan sudah berangkat lagi ! Kebetulan saya yang menuntunnya ke jalan raya ... tadi ada pemanggilan berkali-kali. Bahkan sampai ditunggu segala ..." ujar si juru parkir.

"Ia, saya lagi di kamar kecil" protes Pak Waluyo.

"Wah, sopirnya mungkin tidak tahu," juru parkir itu sungguh menjengkelkan. Ia bersikap masa bodoh !

"Tapi, tak bisa pergi begitu saja, dong. Penumpangnya harus dihitung dahulu ! Saya belum kembali. Itu berarti, kursi saya masih kosong !" Nada bicara Pak Waluyo sudah meninggi. Ia marah bukan main !

"Hm, setahu saya, sopir tak berangkat kalau ada kursi yang masih kosong."

"Apa maksudmu ?" Kejar Pak Waluyo.

"Maksud saya, karena bus sudah berangkat itu berarti semua kursi terisi. Sopir hanya melihat kursi. Ia tak mungkin menghapal satu-persatu penumpangnya !"

"Maksudmu ? Seseorang menggantikan posisi saya saat ini ?

"Bisa jadi. Ada penumpang gelap atau seseorang lain bernasib sial, nyasar ketempat bus bapak !"

Percuma berdebat terus. Ada pekerjaan yang sangat penting yang harus di kejar esok harinya di Cirebon. Pak Waluyo sudah tidak mempedulikan lagi kursinya yang diduduki orang atau tas tangannya yang berisi dua setel pakaian. Pasti ikut lenyap. Dengan keadaan seadanya, Pak Waluyo segera mengejar waktu.

Hari berikutnya, ia begitu sibuk menyimak koran atau televisi, sampai akhirnya terbaca berita duka itu. Meluruskan kekeliruan yang terjadi. Ia menelepon perusahaan bus dan pihak kepolisian yang menangani musibah. Masalahnya jadi makin jelas.

Saat meneruskan perjalanan, bus yang sedianya harus dinaiki Pak Waluyo pecah ban. Sang sopir belum sempat menepikan kendaraan, ketika dari arah depan dua truk kosong saling susul dengan kecepatan tinggi. Tabrakan maut tak bisa dihindari. Dua truk menghantam bus dengan sangat kencang. Terdengar bunyi ledakan keras. Badan bus seperti di sayat dari depan hingga belakang. Korban yang ditemukan sulit diketahui identitasnya.

Nama-nama korban berhasil diketahui dari daftar penumpang yang sempat tercatat, salah satunya : Ir. Waluyo Dinata. Padahal, Pak Waluyo tak duduk di sana. Seseorang entah keliru, menggantikan posisinya ....

Terakhir Pak Waluyo segera menelepon rumahnya di Jakarta. Sunarsih, istrinya, histeris mendengar suaranya. Ia tak menyangka kalau suaminya masih hidup.

"Jadi, yang aku tangisi dua hari ini siapa ?" Ujar istrinya di seberang sana.

CATATAN FILE :  Ada ungkapan jodoh, maut dan rezeki semua di tangan Tuhan ... kalau belum waktunya ... wa allahu alam ...

KASUS DI TUTUP

KISAH - KISAH MISTERITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang