FILE 9. MISTERI MONTIR MISTERIUS

14.6K 846 11
                                    

LOKASI : PANTAI UTARA JAWA (PANTURA) INDRAMAYU
WAKTU KEJADIAN : NOVEMBER 1992

Perjalanan itu begitu mendadak, hingga Lukman tidak memeriksa kondisi mobil lebih seksama. Maklum yang ada di kepalanya saat itu hanya ibunya yang sedang sakit...

Hati Lukman paling tidak merasa tentram kalau mendengar berita tidak enak dari ibunya. Bagi Lukman, ibu segala-galanya. Selama puluhan tahun, wanita rendah hati ini dengan tabah membesarkan Lukman dan dua adiknya. Lukman tidak pernah melihat ibunda tercintanya mengeluh. Padahal, ia harus juga berperan ganda, sekaligus sebagai kepala rumah tangga. Yang mencari nafkah untuk keluarga. Ayah Lukman meninggal semenjak ia duduk di bangku sekolah dasar.

Melewati kota Indramayu, rasanya semua berjalan lancar. Sekitar satu jam lagi. Lukman sudah berada di rumah dan berjumpa dengan ibunda tercinta. Mobil sedan yang dikendarai Lukman menyusuri persawahan di kanan kiri. Perumahan desa terakhir baru saja ia lewati.

Lukman melirik jam digital di samping kemudi, pukul 01.20 dini hari. Badannya terasa penat bukan main. Maklum saja. Selepas kantor tadi, ia langsung meluncur, begitu telepon darurat diterima dari Cirebon.

Jalanan sepi sekali. Tak ada rumah lagi. Kendaraan Lukman kini meluncur sendirian. Tiba-tiba, terdengar bunyi berderak keras. Bunyinya berasal dari depan, tempat mesin mobil berada. Lukman tak perlu memperlambat kendaraan, karena mesin mendadak mati, dan akhirnya meluncur tanpa tenaga.

Dari sisa dorongan, Lukman segera menepikan kendaraan pada jalur aman. Ia turun dari mobil dan membuka kap mesin. Asap mengepul dari dalam. Dan Lukman kaget bukan kepalang.

Tiga menit kemudian, keringat dingin mulai mengalir. Ia merasa sangat senewen. Satu jam lagi sampai rumah. Namun halangan ini sungguh di luar kehendaknya ... ! Hatinya sangat geram !

"Sial ! Mengapa tidak saya periksakan dahulu keadaan mobil ke bengkel, sebelum berangkat tadi ... ?" Keluhnya.

Percuma mengeluh. Ia memeriksa keadaan sekeliling. Gelap bukan main. Bulan hilang di atas langit. Rumah terdekat, baik di depan maupun di belakangnya. Berjarak sekitar dua kilometer.

Ia mencari senter di dalam mobil tapi tak kunjung ketemu. Mengandalkan penerangan dari korek api, rasanya percuma. Karena hanya tahan beberapa saat.
Lukman menarik nafas, pasrah. Yang paling celaka dari semua kejadian ini adalah, ia buta sama sekali tentang mesin mobil  !

Meneruskan perjalanan dengan naik bus dan meninggal mobil di situ, jelas bukan gagasan yang cemerlang. Ia tidak yakin keamanannya. Sementara, bertahan di dalam mobil juga membuang waktu. Padahal, ia harus cepat-cepat pulang !

Lukman benar-benar pasrah.

"Sebaiknya, aku menunggu sampai fajar, minta tolong orang untuk menunggu mobil dan mencari bengkel ... !"

Ia menyandarkan tubuh. Semilir angin pagi membuat kedua matanya mengantuk !

"Tok ... tok ... tok !"

Lukman tersentak kaget. Jendela mobil ada yang mengetuk dari luar ! Siapa dia ?

"Pagi, Pak ! Ada yang bisa saya bantu ... ?"

Wajah seorang laki-laki berusia sekitar 35 tahun muncul. Lukman mengamati dengan seksama. Hati kecilnya segera memberitahu, orang ini tidak berbahaya !

Lukman keluar.

"Benar, Pak. Mobil saya mogok. Tidak tahu kenapa sebenarnya, saya harus cepat-cepat sampai Cirebon pagi ini. Tamu misterius Lukman memperhatikan dengan penuh perhatian .

"Sebenarnya, saya butuh bantuan setidaknya, kalau Bapak mau, yaitu menunggu mobil, sementara saya mencari montir dari bengkel terdekat esok pagi," ujar Lukman lagi.

"Mengapa harus mencari montir, Pak ... ? Saya tahu soal mesin mobil. Saya pernah sekolah montir. Mungkin, saya bisa membantu. Keluarkan saja peralatan mobil yang bapak punya ! Oh ya, nama saya Wardi," kata sang tamu.

Lega bukan main hati Lukman mendengar hal ini. Ia segera mengeluarkan semua peralatan yang dimilikinya. Laki-laki bernama Wardi bekerja dengan kecepatan luar biasa. Lukman sungguh kagum.

"Ia sangat berbakat, sayang sekali bila ia hanya tinggal di sekitar tempat terpencil begini. Bila di kota besar, mungkin ia bisa berkembang lebih baik, " pikir Lukman dalam hati.

Yang membuat Lukman semakin kagum, sekaligus penasaran, Wardi bisa bekerja cekatan dalam keadaan gelap ... ! Dari penglihatan Lukman, kedua tangan Wardi seakan punya mata. Ia tahu benar bagian mana yang harus dikerjakan ... !

"Radiator, tabung pendingin mesin, hampir kena, Pak. Tadi tidak diperiksa dulu ya ... baterainya juga lemah." Ucap Wardi seakan berbicara sendiri.

Lima belas menit Wardi bekerja sampai ahirnya,

"Coba, Pak. Sekarang hidupkan mesin."

Lukman menuruti perintahnya. Ajaib. Mesin hidup. Bahkan suaranya lebih halus.

"Kamu apain saja ... ? Peralatan yang saya punya kan sangat minim ... ?" Tanya Lukman penasaran.

Wardi hanya tersenyum, tidak menjawab apa-apa. Lukman berniat langsung meneruskan perjalanan.

"Ongkosnya berapa semuanya, Pak ... ?" Tanyanya lagi.

Wardi menggeleng kepala.

"Tak usah, Pak. Saya senang bisa menolong orang yang kesulitan. Begini saja. Kalau tidak keberatan, tolong antarkan saya pulang ke desa depan ... !"

Lukman hendak memaksa, namun Wardi tetap menolak.
Sepuluh menit kemudian, Wardi turun di sebuah rumah kecil bercat putih di sisi kiri jalan.

"Itu rumah saya, Pak. Mau mampir tidak ... ? Ajak Wardi.

Lukman menggelengkan kepala dengan berat hati. Tidak enak sebenarnya menolak tawaran orang yang telah menolongnya.

"Mungkin nanti saja, setelah saya pulang dari Cirebon. Saya berjanji untuk mampir."

"Saya bisa maklum. Bapak harus buru-buru menengok ibu di rumah,"

Wardi turun. Lukman meneruskan perjalanan. Belum lagi lima menit baru ia sadar,

"Eh, dari mana Wardi tahu kalau ibunya sakit ... ? Saya kan tadi tidak menyebut-nyebut soal ibu ... ?"

Tapi, pikiran Lukman segera beralih ke rumah. Ia melupakan kejanggalan itu. Satu hari urusan menengok ibu selesai. Siang hari berikutnya, Lukman pulang ke Jakarta. Di Cirebon. Ia menyempatkan diri membeli satu setel pakaian bagus, buah-buahan dan beberapa makanan kaleng. Ia tidak mau melupakan jasa Wardi dan berniat mampir sebentar.

Lukman masih hapal letak rumah Wardi. Kemarin, ia sempat "menandai" letaknya dengan tepat ! Tak jauh dari rumah bercat putih itu ada penjual bensin eceran, dengan tulisan yang agak lucu susunannya "JUAL ECERAN BENSIN !"

Ia turun dari mobil dan segera mengetuk pintu. Tak lama kemudian, seorang wanita muncul.

"Selamat siang. Apa benar ini rumah, Pak Wardi ... ?" Lukman menyapa dengan sopan.

"Benar. Saya Istrinya, " ia menjawab singkat.

Lukman segera menceritakan dengan singkat pertemuannya dengan Wardi yang telah membantunya dua hari lalu.

"Untuk itu, karena saya sudah berjanji akan mampir, rasanya berdosa sekali kalau janji itu tidak saya tepati," ucap Lukman menutup kisahnya.

Wanita yang mengaku sebagai istri Wardi menarik nafas. Berat sekali rasanya tarikan itu.

"Begini, Pak ... Ng ... sebetulnya ... anu ... Kang Wardi sudah meninggal enam bulan lalu ! Ia bekerja jadi montir. Pada saat kejadian, ia sedang menolong orang yang mobilnya mogok. Malang tak dihindari. Ia disambar bus yang berlari kencang dari arah Jakarta."

Lukman kaget bukan kepalang. Bingkisan di tangannya lepas mendadak. Tubuhnya lemas bukan main.

CATATAN FILE : Apakah ini keberutungan Lukman karena tujuannya hanya untuk menengok ibunya tercinta yang sedang sakit ... ?

KASUS DI TUTUP

KISAH - KISAH MISTERITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang