LOKASI : JAKARTA
TANGGAL : 19 JANUARI 1993Pengalaman nyata seorang petugas pemadam kebakaran.
Jakarta, 19 januari 1993
Gedung pertemuan, sebut saja bernama Permai, nampak lengang. Kosong, tak ada kegiatan apa pun. Penjaganya juga terlelap di kamar belakang. Ruang yang biasa dipergunakan untuk tempat istirahat para penjaga.
Biasanya, terutama di akhir pekan, gedung ini tak pernah sepi dari keramaian. Ada saja kegiatannya, seminar, rapat penting perusahaan, atau orang hajatan, khitanan maupun pernikahan. Lalu, malam yang tenang mendadak berubah hiruk-pikuk. Kebaran hebat tengah melahap gedung. Menurut saksi mata, api terlihat pertama kali di sisi kiri gedung. Penyebabnya belum diketahui dan masih masih dalam penyelidikan pihak berwajib.
Pemadam kebakaran terdekat telah dikontak. Tak sampai lima menit, dua mobil pemadam sudah beraksi. Sekitar selusin para pemberani yang tugas melawan ganasnya api, sibuk dengan tugasnya masing-masing. Ada yang menyambung selang ke saluran air, memasang tangga darurat, dan menyingkirkan kayu yang mudah terbakar. Sisanya dengan berani menerobos pintu masuk yang pekat oleh asap. Tiga orang memegang kapak dan linggis, untuk membongkar pintu atau dinding yang menghalangi jalan mereka. Sementara tiga orang lainnya memanggul gulungan selang air.
"Bongkar pintu itu ... !" Perintah Antoni, komandan regu penerobos.
Dengan sigap, mereka yang membawa peralatan berat membongkar pintu. Ruang tengah gedung pertemuan nampak mengerikan kursi-kursi kayu tengah dilahap api dengan ganasnya. Panas sekali ruang itu. Keringat mengucur. Antoni terus menerobos, seakan tak kenal takut.
"Ayo maju ... ! Selang siap ...!" Ia memberi perintah lagi.
Tarno, Hendi dan Toto, petugas yang membawa selang, segera beraksi. Tiga selang bekerja dengan cepat. Mereka menyemprot ke tiga arah, pada barang-barang yang terbakar, maupun dinding dan langit-langit yang belum tersentuh api. Mereka membasahi semua tempat yang belum terbakar agar api tak merambat kemana-mana.
"Pak ...! Pak Antoni ! Api terlalu besar, kita tak kuat melawannya. Selangnya kurang. Kita harus mundur ...!" Teriak Handi di tengah kesibukannya menyemprot air ke berbagai arah.
Handi benar. Api memang sudah terlalu besar dan sulit ditaklukan. Tak banyak tugas mereka manakala api ganas marajalela. Empat orang sisanya masih bertahan, termasuk Antoni, sang komandan.
"Pak, kami kehabisan air ...!" Teriak Handi lagi.
Antoni menoleh. "Tinggalkan saya... !"
Handi geleng kepala. "Bapak bertahan, kami juga... !"
"Cepat kalian keluar, minta bantuan, cari air dan cepat kembali kemari ...! Ini perintah !" Tagas sang komandan
"Tapi, Pak, api dimana-mana. Berbahaya kalau bapak sendirian ...!" Handi mencoba menawar.
"Perintah tak perlu saya ulangi, Handi."
Tak ada gunanya tawar menawar. Diiringi ketiga rekannya, Handi mundur teratur. Jadilah, sang komandan bertempur sendirian di ruang tengah gedung pertemuan yang kini jadi lautan api. Antoni hanya bersenjata satu selang. Ia berharap anak buahnya cepat kembali.
Tiba-tiba, brraaaak ... ! Terdengar suara berderak dahsyat. Suara itu datang dari belakang Antoni. Agaknya langit-langit di depan pintu masuk runtuh dan menutupi jalan keluar maupun masuk. Melihat hal itu. Keringat dingin Antoni langsung muncul. Praktis tak ada lagi jalan mundur. Ia dikepung api di depan, kanan, dan kiri. Sementara di belakangnya, tempat satu-satunya jalan keluar, terhalang reruntuhan langit-langit gedung yang juga mulai terbakar.
"Celaka, aku terkurung disini," ujarnya panik.
Api merambat pelan namun pasti, makin mempersempit ruang gerak Antoni. Sang komandan kini benar-benar terkepung api. Paniknya semakin menjadi. Namun, manakala kepanikan sudah mencapai puncak, yang tersisa hanya sikap pasrah.
"Ya, Tuhan, agaknya sampai disini perjalananku," Antoni hanya bisa berdo'a.
"Ampuni semua dosaku. Mohon, ya Tuhan, Engkau pelihara keluargaku di rumah,"
Api semakin mendekat. Jaraknya sudah kurang dari lima meter. Mustahil kiranya melakukan penerobosan. Api demikian besar, melahap apa saja tanpa sisa.
Dengan sikap pasrah, Antoni berlutut. Tak ada hal lain yang lebih bagus selain melanjutan do'anya,
"Kuserahkan jiwa dan ragaku, Ya Tuhan. Engkaulah yang memiliki semua ini."
Ia memejamkan matanya.
Semula, Antoni sudah merasa ada di dunia lain. Namun, saat membuka mata, ia masih melihat api tetapi tetap mengepungnya ! Panasnya semakin menyengat ... !
Ah, aku masih disini ! Di dalam gedung yang terbakar hebat ! Perasaan bingung hinggap di dalam dirinya. Mengapa ia membuka mata dan nampak bingung ...?
Penyebabnya adalah telinganya mendengar sebuah suara. Tajam dan halus, hingga tetap terdengar jelas. Suara yang memanggil-manggil namanya. Merasa tidak yakin, ia memasang telinga tajam-tajam.
"Pak, Pak Antoni ... mari sini. Jangan takut, Pak ... sini !"
Benar ... ! Ada suara memanggil namamya. Suara seorang anak perempuan Ia yakin sekali !
Antoni bangkit dan melihat sekelilingnya, ketika pandangannya menyapu sebelah kanannya, ia kaget bukan main. Ia melihat seorang anak perempuan yang juga tengah nemperhatikannya. Di sini ? Di tengah ganasnya api ? Mana mungkin ?
Wajahnya nampak polos. Senyumnya merekah manis. Ia terus mengulangi seruannya.
"Pak... Pak Antoni ... mari sini !"
Pandangan Antoni secara cekatan menyapu bagian bawah. Ia makin kaget manakala melihat sepasang kaki mungil itu seakan menari-nari di atas lidah api !. Siapakah dia ? Antoni makin bingung.
"Ayo, Pak ... jangan terlalu lama !" Gadis mungil itu terus berseru sambil melambai tangan kanannya.
Tanpa berfikir lebih panjang lagi. Antoni segera mengambil ancang-ancang. Ia meloncat .... hup ! Tujuannya sudah jelas, tangan kanan gadis manis itu ! Tap ! Tangan kanan Antoni mendapat sambutan. Lalu, sepersekian detik kemudian, tangan kanannya merasakan tenaga luar biasa menariknya. Tubuhnya terbetot dan terangkat mengikuti gadis mungil itu. Antoni tak merasakan apa-apa kejadian berikutnya.
Satu jam kemudian, anak buahnya menemukan tubuh sang komandan pingsan di teras atas gedung pertemuan. Bagian pengawas yang berada di tangga yang pertama melihat tubuh Antoni terlempar keluar.
"Heran, kok, dia bisa ada di teras atas ... ? Terakhir bersama saya, Pak Antoni kan masih berada di ruang bawah. Apalagi langit-langit di depan pintu masuk runtuh. Jadi, kita tak bisa menerobos masuk untuk menolong," Handi memberi kesaksian.
"Bisa jadi, karena terkepung api, Pak Antoni nekat menerobos api menuju tangga yang melepaskan diri dari lantai dua," sambung Toto.
Wajah-wajah heran dan penuh tanda tanya muncul di mana-mana. Hingga kini, Pak Antoni tidak mengerti mengapa ia bisa lolos dari maut yang seperti akan menjemputnya. Ia masih mencari gadis mungil yang menolong jiwanya ....
CATATAN FILE : Siapa sebenarnya gadis mungil itu ... ?
KASUS DI TUTUP
KAMU SEDANG MEMBACA
KISAH - KISAH MISTERI
Mystery / ThrillerDi sekitar kita banyak sekali misteri yang tidak terjawab ... kalo takut jangan baca ...^^