Chapter 2

20.2K 676 6
                                    

“Ahahaha!” Suara tawa itu membangunkan seorang Leon. Seakan tanpa mempedulikan alarmnya yang akan berbunyi 5 menit lagi, suara tawa itu berlanjut, malah semakin keras.

Leon yang masih berusaha tetap dalam posisi tidurnya, dan kembali terlelap setidaknya untuk lima menit, mulai frustasi. “Arghh!” geramnya pelan, sembari melempar selimut. Pemuda itu akhirnya memutuskan untuk bangun.

Meraih handuk bukanlah prioritas utamanya, padahal nyaris 20 menit lagi, bel sekolahnya berbunyi. Namun handphonelah yang ada di pikirannya saat ini. Sedetik setelah dia membuka kunci ponselnya, Leon kembali menaruhnya di nakas.

Apa yang mau dilihatnya? Tidak ada satupun notifikasi di ponselnya. Akhirnya, dirinya memutuskan untuk berpaling ke handuknya, dan mulai mandi.

***

Tidak butuh waktu lebih dari 10 menit bagi Leon, untuk siap dengan seragam melekat di badannya. Tanpa mempedulikan barang-barang yang jatuh, Leon meraih tas ranselnya dengan kasar.

Keluar dari kamarnya, dan menguncinya—ya, Leon harus menguncinya—lalu menuju ke meja makan, Leon sudah hapal mati dengan kebiasaannya itu.

“Pagi, Ma, Pa, Mbah,” sapanya singkat.

“Selamat pagi. Siang banget bangunnya, Yon,” jawab sang Ibu dengan lembut. Leon hanya tersenyum tipis, dan meminum jus jeruknya.

“Eh! Jus jeruk gue, tuh!” protes sang Kakak, Agung, sembari menatap adiknya dengan skeptis.

Sembari terus meminum jus jeruk kakaknya hingga habis, Leon tersenyum. Tidak puas, Leon mengambil selembar rot balut selai dari piring kakaknya.

“Ma!” adu Agung, melihat kelakuan adiknya. Sang Ayah dan Sang Ibu tertawa.

“Leon, ih. Udah disediain sendiri, juga,” ucap Sang Ibu lembut.

“Punya mbah Agung lebih enak, Ma,” jawab Leon asal.

“Enak aja, mbah!” Agung menoyor kepala adiknya. “Gue tuh masih muda, tau.”

Tawa Leon nyaris menyembur. “Umur berapa?”

“24. Kenapa?” jawab Agung ketus.

Leon tersenyum tipis. “Oh. 24, toh. Wisuda kapan, mbah?”

Tanpa menunggu jawabannya, Leon segera lari, menghindari kejaran sang kakak sembari tergelak.

***

“Selamat pagi!” sapa Leon. Beragam reaksinya. Beberapa menyapa, beberapa menatapnya dengan skeptis.

“Selamat pagi, Leon!” balas seseorang yang tidak Leon ketahui namanya. Leon membalasnya dengan senyum tipis.

Kalimat sederhana seorang Leon, yang bahkan sudah Leon lupakan maknanya, kalau saja kalimat itu tidak sering diucapkan seseorang.

***

“Yon, bola, yuk!” ajak teman sebelah bangkunya. Leon tersenyum minta maaf sebagai jawabannya.

“Sorry, sibuk,” jawab Leon.

Temannya ini mencibir. “Halah, sibuk apa sih, lo? Keknya dari kemarin sibuk mulu.” Leon terkekeh. Tanpa membalas perkataan temannya, Leon segera keluar dari kelas. Taman belakang sekolahnya, adalah satu-satunya tujuan baginya, saat ini.

***

Lagu Immortality milik Cartoon berdendang di telinganya, melali earphone hitam yang dipakainya. Guna mencegah silau menyerang dalam posisinya yang rebahan ini, Leon menutup matanya dengan lengannya.

Entah telinganya yang terlalu peka, atau memang suara dari kedatangan seseorang itu yang terlalu keras, Leon bisa mendengar gemerisik rok dari gadis itu.

Lalu, diam. Tak sampai sedetik hening itu menguasai, si gadis berdiri, dan menjauh.

AloneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang