Chapter 24

6.3K 254 0
                                    

Sesungguhnya, Ara tidak heran, kalau misalkan orang-orang yang biasanya tersenyum hangat padanya, menjadi tersenyum sinis, bila bertemu dengannya. Kejadian Ara mendesak Elsa waktu itu, nyatanya sudah diketahui seluruh warga sekolah.

Ara cuek saja. Semenjak kejadian itu, Ara tidak lagi mempedulikan orang-orang di sekitarnya. Sebenarnya, sebelum kejadian itu terjadi, Ara juga tidak mempedulikannya. Ara hanya terlalu malas menolak, dan ajakan Elsa terlalu sulit diingkari.

Ara berjalan menuju ke toilet, tanpa mempedulikan kasak-kusuk yang mengiringi setiap langkahnya. Malahan, Ara sempat-sempatnya menyematkan earphone ke kedua kupingnya, padahal benda seperti itu termasuk benda yang dilarang digunakan di area sekolah.

Sampai di toilet, demi mencegah terceburnya mp3 player Ara ke lubang toilet, atau membuatnya basah, Ara melepasnya, dan menaruhnya di kantung seragam.

Baru saja Ara ingin keluar dari bilik toiletnya, untuk kembali ke kelasnya, Ara mendengarkan segerombolan gadis masuk ke toilet itu. Penuh canda tawa. Ara bisa mendengar suara Elsa.

Cepat-cepat Ara mengeluarkan mp3 player yang memiliki fitur perekamnya itu, dan merekam percakapan mereka dari dalam bilik toilet. Ara memiliki feeling yang tidak enak dengan percakapan mereka nantinya.

“Katanya Ayah Ara bangkrut ya?” mulai seorang gadis, yang Ara kenal sebagai Vay.

“Kayaknya, sih,” jawab yang lainnya bergumam, terdengar seperti sedang memoles lip tint di bibirnya.

“Emang iya?” tanya Elsa memastikan. Ara mendengus kecil, sebisa mungkin tidak terdengar.

“Iya,” jawab Vay singkat.

“Pantesan kok gak mau gue ajak ke mall lagi,” ucap Elsa mengeluh. “Padahal ada bedak terbaru yang gue incer banget. Harganya agak mahal sih, sejutaan. Makanya mau minta dia bayarin.” Lagi, Ara mendengus pelan.

“Lo kok kesannya kayak morotin Ara gitu, sih?” tanya seorang gadis yang lain, tampak kontra dengan Elsa.

Elsa menengus keras. “Lo pikir, gunanya sahabatan sama Ara yang bosenin kuadrat itu apa? Ya buat gue porotin duitnya, lah,” jawab Elsa dengan nada yang meremehkan. Ara geram, namun dia harus sabar.

Dua gadis lainnya terkekeh. “Pinter juga, lo,” celetuk salah satunya. Sekarang, gantian Elsa yang terkekeh.

“Ih, gila,” cetus Elsa. “Masih nyimpen aja gue, lip gloss ini.”

“Mana-mana?” Semuanya berebut untuk melihat

“Emang kenapa kalau lu simpen?” tanya Vay. “Bagus, anjir. Sayang dibuang.”

Elsa mengendikkan bahunya tidak peduli. “Lip gloss jelek ini, mah. Harganya doang setengah juta, tapi bikin bibir gue kering sama pecah-pecah. Ara mah, nraktirnya gak ikhlas.” Ara mendengar suara sesuatu dijatuhkan di tempat sampah.

“Yuk, guys,” ajak Elsa keluar dari toilet. Gerombolan perempuan itu keluar dari sana, membuat Ara juga memberhentikan rekamannya dan keluar dari biliknya. Lalu mata Ara menemukan bayangan lip gloss yang sempat Ara belikan untuk Elsa di tempat sampah. Tangan Ara mengepal seketika.

AloneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang