Chapter 25

6.5K 270 0
                                    

Bolos adalah hal terakhir yang pernah ada di pikirannya, hanya untuk masalah seperti ini. Namun dia memiliki rencana untuk membalas mereka, dengan cara halus. Ara tersenyum licik.

Dibukanya laptop warna metaliknya, dan memasukkan data dari mp3 playernya, ke laptopnya. Tentu saja, dia memindahkan file rekaman tadi. Setelah rekaman itu diedit sedikit, agar suaranya lebih jernih, dan menghilangkan suara dengusan Ara, file rekaman itu dimasukkan ke flashdisk.

Selanjutnya, Ara membuat sebuah selebaran. Lalu selebaran itu di cetak. Selanjutnya, Ara menaruh selebaran kertas tersebut di map gelap, agar tidak ada yang bisa membaca apa isinya, bersamaan dengan flashdisk itu.

Selama proses itu, Ara tersenyum licik dan sinis. Dia tahu, rencananya membuat Elsa malu, akan berhasil.

***

“Ara, pelan-pelan, nduk,” ucap Ibunya, ketika melihat Ara ke luar kamar dengan brutal, dilanjutkan dengan memakan selembar roti, dan air putihnya dengan cepat.

“Ara berangkat,” pamit Ara singkat, dan segera keluar dari rumah, tanpa mempedulikan tatapan Ayah dan Ibunya yang bertanya-tanya.

Agar rencananya berhasil, Ara harus berangkat sangat pagi. Demi rencananya ini, Ara rela mengisi pompa ban sepedanya, tengah malam. Ara segera meraih sepeda yang sudah lama tidak digunakannya ini, dan mengayuhnya cepat-cepat menuju ke sekolah.

***

Tidak menghiraukan suasana sekolah yang masih sangat sepi, Ara segera menuju ke ruang penyiaran. Dipindahnya file berisi rekaman kemarin, ke barisan rekaman untuk hari ini. Ara sengaja menamainya sebagai ‘Pengumuman_Pagi’. Ara tahu, itu adalah urutan barisan rekaman pertama di pagi hari. Ara pernah mengikuti ekskul penyiaran selama setahun, sehingga mengetahui hal itu.

Lalu, menyetingnya untuk nyala pada pukul 06.55, 5 menit sebelum masuk. Pengumuman pagi memang biasanya disiarkan pada pukul 07.00. Namun biasanya tidak ada yang memperhatikan, karena memang isinya hanya tentang motivasi pagi, agar selalu semangat.

Setelah merasa semuanya lengkap, Ara menuju ke mading, dan menempel selebaran yang di cetaknya kemarin. Mading memang sudah usang, karena pengurus madingnya sedang mengikuti perlombaan mading nasional, dan sedang dikarantina.

Namun itu tidak membuat mading sepi pengunjung, bila ada pengumuman baru. Sekali lagi, merasa semuanya sudah lengkap, Ara lanjut menuju ke kelas. Sungguh, dia tidak bisa membayangkan semalu apa Elsa. Pukul 06.45.

***

“Ada bedak terbaru yang gue incer banget. Harganya agak mahal, sih, sejutaan. Makanya mau minta dia bayarin.”

“Lo kok kesannya kayak morotin Ara gitu, sih?”

“Lo pikir, gunanya sahabatan sama Ara yang bosenin kuadrat itu apa? Ya buat gue porotin duitnya, lah.”

Pengumuman itu membuat Ara dan yang lainnya kaget setengah mati, karena berbunyi 5 menit sebelum masuk kelas. Lalu Ara terkekeh dalam hati, menyadari kebodohannya, karena memang dialah yang memasukkan rekaman itu di barisan pertama.

“Lo pikir, gunanya sahabatan sama Ara yang bosenin kuadrat itu apa? Ya buat gue porotin duitnya, lah.”

Berulang di bagian itu. Ara melihat wajah Elsa yang memerah, karena marah dan malu. Lalu Ara ke luar kelas, menuju ke mading.

“Gaes!” panggil Ara, menyita perhatian semuanya. “Ada pengumuman baru, nih!” Lalu Ara kabur, ketika kerumunan sudah tercipta di depan mading.

JANGAN ADA YANG MAU TEMENAN SAMA ELSA! ELSA PENJILAT! ELSA HOBINYA NGABISIN UANG ORANG!

Jahat? Memang. Ara mengakuinya. Namun hanya inilah yang membuatnya puas. Melihat Elsa yang bersusah payah menahan amarahnya, dan mempertahankan raut wajah terluka dan tersiksanya, agar terlihat seperti korban, membuat Ara tertawa terbahak dalam hati.

Inilah, kenakalan SD pertama yang terbesar yang pernah Ara lakukan sepanjang hidupnya. Inilah, titik balik seorang Ara yang sendirian, dan selalu ingin sendirian.

AloneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang