Chapter 10

4.7K 196 0
                                    

2 minggu setelah Ara menyarankan Leon untuk mendekati Nanda.

“Lo ke kantin bareng siapa?” tanya Ara, sedikit datar.

“Sama Nanda, lah,” jawab Leon, yang entah mengapa, sedikit berbinar. Mendengar itu, Ara mengangguk.

“Udah 2 mingguan lo PDKT-in si Nanda. Kagak jadian-jadian, lo,” ucap Ara, sembari merapihkan mejanya. Tidak lupa, dia melepas sejenak badge namanya, dan menaruhnya di scanner mejanya, agar bisa membuka laci meja, dan menutupnya kembali, dengan barcode di badge namanya itu.

Klik! Terkunci.

“Niatan gue PDKT-in Nanda kan, emang bukan buat ngajak dia jadian,” jawab Leon, melakukan hal yang sama dengan Ara.

“Oh,” jawab Ara, setelah dompet ada di genggamannya. “Ya udah. Semoga berhasil, deh.” Ara keluar dari kelas begitu saja.

***

Ada rasa rindu terselip di hatinya, ketika tangannya menggenggam selembar plastik dengan isi roti selai dan susu kotak. Hatinya bergetar seketika, ketika kakinya menginjak tanah taman rahasia.

Ara merindukan masa-masa di saat Leon belum datang, dan mericuki hidupnya. Binar matanya menyiratkan itu semua. Namun mengingat Leon, membuat binarnya kembali meredup.

Leon ... menjauh. Ara yang dua minggu ini, ke sekolah sendirian. Ara yang dua minggu ini, ke kantin dan makan di sana sendirian. Ara yang dua minggu ini, pulang sekolah sendirian.

Ara kembali benci rasa kesendirian itu. Dengan helaan napas berat, Ara duduk di salah satu bangku taman itu. Sedikit lebih pendek dari taman belakang di SMPnya dulu, itu kenapa Ara memutuskan untuk menyelonjorkan kakinya.

Sialnya lupa membawa buku, sehingga mau tidak mau, Ara membuka ponselnya, dan membaca dari satu aplikasi membaca, Wattpad. Ara terlalu tenggelam pada cerita itu. Sehingga gadis berusia 15 tahun itu, nyaris saja terlambat untuk masuk ke kelas.

Setidaknya, perasaan sendirian yang sempat hinggap di hati Ara, perasaan tidak nyaman di hatinya, membuncah sedikit demi sedikit.

AloneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang