Chapter 22

6.3K 257 0
                                    

Ara bersumpah, dia akan menolak habis-habisan bila Elsa mengajaknya berbelanja ria di mall lagi. Bayangkan saja, lebih dari 10 juta habis, hanya untuk memutar mengiringi mall, dan apa yang dibawanya ke rumah, hanya bungkusan kecil novel dan setube lip gloss karena paksaan Elsa.



Sedangkan sisanya, dihabiskan untuk membayari belanjaan Elsa. Baju, make up, aksesoris, bahkan hal-hal remeh seperti mainan kinder joy-ya, kinder joy-juga diborongnya, menggunakan uang Ara.



Cape, iya. Boros, iya. Dapet barangnya yang nggak. Ara mengembuskan napas pelan, sebelum gadis yang sebelumnya sedang rebahan itu memilih beranjak bangkit guna mengambil minum.



Keluar dari kamar, Ara kira dia akan disambut keheningan yang menyejukkan. Namun nyatanya tidak. Telinganya disambut dengan teriakan frustasi ayahnya, dan isak tangis ibunya. Semua itu berasal dari kamar orang tuanya.



"Sialan kamu, Frans!" geram ayahnya. Tentu saja itu membuat Ara takut. Ara tidak pernah mendengar ayahnya mengeluarkan sumpah serapah dan menggeram dengan nada yang sangat menyeramkan seperti itu. "Dengan mudahnya dia membalik namakan seluruh properti kita, sekalian dengan perusahaannya, dan menuntut kita karena kesalahan yang tidak kita perbuat?!"



Ara tersentak, sekali lagi, karena nada suara ayahnya yang kelewat keras dan kasar. Ara masih terpaku di depan pintu kamarnya. Apa artinya ini? Ara masih mempertanyakan. Balik nama properti dan perusahaan? Apa itu? Kenapa ayahnya bisa sekalut itu?



Ara kecil hanya bisa menghela napas pelan. Apapun itu, pasti bukan sesuatu yang bagus.



***



"Ara," panggil ayahnya, ketika Ara sedang menyuapkan sesuap nasi dengan kuah sup menggenang di sendoknya.



"Ya, Ayah?" sahut Ara tenang, setelah menelan makanannya.



"Mulai besok, kamu ke sekolah naik bus, ya. Pak Amin lagi pulang kampung, jadi gak ada yang antar jemput kamu," ucap ayahnya. Ara mengangguk maklum. Hal seperti itu bukan hal yang berbeda lagi. Bila Pak Amin, supir keluarga Ara, sedang pulang kampung, maka Ara akan menggunakan jasa bus untuk pulang-pergi sekolah.



"Uang jajanmu juga bakal dikurangi sejak sekarang," lanjut ayahnya. Untuk berita yang satu ini, Ara sedikit kaget. Namun tak urung, Ara mengangguk juga.



"Gak apa-apa, Yah," balas Ara santai. Tangannya kembali menyendokkan makanan ke mulutnya.



"Kamu juga jangan pakai kartu kredit lagi. Semuanya udah Ayah blokir," ucap ayahnya, yang Ara tahu, semakin lama entah kenapa semakin berat.



"Kenapa?" tanya Ara spontan, yang kemudian dirutukinya habis-habisan.



Ayahnya menjawab dengan hela napas singkat. "3 kali mencapai limit dalam waktu sebulan. Apa itu wajar?"



Ara menggeleng. "Jadi, kartu kreditmu gak bisa dipakai dulu sementara," ucap ayahnya final, sembari menghabiskan segelas air yang disediakan Ibu Ara untuk Sang Suami. Ara bisa pastikan, sehabis ini pasti akan ada segala macam rutukan untuk Elsa, bercokol di pikirannya.


AloneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang