Chapter 27

4.1K 169 0
                                    

Nanda mengetuk pintu di hadapannya dengan santai. Berbeda dengannya yang tampak mengenal seluruh penjuru rumah sakit ini, Leon di sampingnya hanya bisa celingak-celinguk, melihat sekitar.

Papan nama emas, yang bertintakan hitam menunjukan nama dari sang dokter. ‘Dr. Zholia Ghana.’

“Masuk,” ucap suara seorang wanita—yang Leon duga sebagai dokter Zholia—dari dalam. Nanda sontak saja membuka pintunya dan masuk ke dalam.

Leon hanya diam saja. Tentu saja, ini kan kunjungan check up kesehatan. Bukannya orang luar tidak boleh masuk?

“Temanmu, Nan?” tanya dokter Zholia pada Nanda. Nanda menggeleng.

“Pacar,” jawab Nanda dengan rona merah di pipinya. Dokter cantik itu terkekeh pelan.

“Siapa namanya?” tanya dokter Zholia pada Leon.

“Leon, dok,” jawab Leon dengan singkat.

Dokter Zholia tersenyum lembut. Dokter itu menatap keduanya bergantian. “Leon mau masuk atau—“

“Masuk aja,” tangkas Nanda. “Leon pacarku, soalnya.”

Dokter Zholia terkekeh. “Duh, senengnya punya pacar. Ya udah, yuk, masuk.”

Keduanya masuk dengan rona merah di wajah. Kesan pertama yang Leon tangkap dari ruangan dokter Zholia, adalah rapih. Segala macam obat tersusun rapih di etalase, di samping meja kerja sang dokter.

Barang-barang yang tertata di mejapun, hanya gelas air milik dokter, sebuah bolpoin, sebuah buku resep obat, dan sebuah hiasan meja bandul. Kursi-kursi juga tertata apik, dengan warna oranye pastel. Bau citrus juga menghampiri penciuman Leon dengan lembut.

“Nah, Leon, silahkan duduk di sofa, bareng sama Nanda,” ucap doker Zholia, sembari menunjuk sofa oranye itu. Keduanya duduk dengan nurut. Dokter Zholia masuk ke sebuah ruangan kecil di kantornya, dan keluar dengan nampan berisi dua gelas jus jeruk.

“Nah, Nanda, ada kemajuan?” tanya dokter Zholia, sedetik setelah pantatnya menyentuh sofa. Nanda mengangguk singkat.

“Aku udah inget beberapa memori, dok. Tapi masih kabur juga. Seingetku, aku kecelakaan karena mau dateng ke pesta. Aku pake dress peach selutut, lengannya se siku. Terus, aku kayak abis ketemuan sama satu cowok. Dia ngecup dahi aku. Sisanya, aku lupa,” ucap Nanda jujur. Dokter Zholia mengangguk-angguk, tanda mengerti. “Dan nama cowoknya, aku nyebut dia, ‘Leon’.”

Hening menguasai mereka. Hingga akhirnya, dokter Zholia melihat ada yang tidak beres dengan Leon.

“Leon,” panggil dokter Zholia pelan. Nandapun menatap Leon dengan raut khawatir yang kentara.

Tidak ada jawaban, Nandapun memutuskan memanggil Leon. “Leon,” panggil Nanda pelan, sembari menyentuh pelan pundak Leon. Leon menatap Nanda dengan pias. Dia ... Ingat akan sesuatu.

AloneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang