Chapter 32

4.4K 147 0
                                    

Ketukan di pintu depan rumah Ara, terdengar sangat kalut. Ara bisa merasakan hawa tidak mengenakan dari luar pintu. Belum lagi, si pengetuk pintu tidak melihat adanya kehadiran bel pintu di sebelah pintunya.

Dengan cepat, Ara membuka pintu rumahnya—yang sejak kejadian Leon menekan bel berulang kali itu—tidak dikunci. Tanpa ada pembukaan, Leon segera menumpukan kepalanya di pundak Ara.

“Woah,” ucap Ara, sedikit kaget. Arapun mencoba membuat kepala Leon terangkat kembali. “Lo kenapa?”

“Gini dulu, please.” Kalimat penuh getar itu, membuat Ara berhenti meronta. Segala tarikan napas Leon, dan kedipan matanya. Ara bisa merasakan kekalutan luar biasa yang melingkupi Leon.

Perlahan, Ara merapat ke Leon. Tangan kecilnya merengkuh leher belakang Leon. “Gue gak nuntut lo buat cerita,” bisik Ara pelan, di telinga Leon. “Tapi gue ada di sini, kalau lo butuh.”

Perkataan Ara membuat Leon merengkuh pinggang kecil gadis di dekapannya. Keduanyapun saling melekat. Hal ini tentu saja mengundang debaran yang semakin menggila dalam dada Ara, sekalipun tak pernah disangkanya, pelukan sahabatnya ini bisa sangat hangat.

“Ra, Nanda itu, ternyata Amanda, Ra,” ucap Leon pelan. Ara terdiam, karena kaget. “Amanda gak meninggal waktu itu. Denyut jantungnya balik, dua jam setelah dia dinyatakan meninggal.”

Ara hanya diam, membiarkan Leon melanjutkan bicaranya. Masih dengan perasaan terbuai karena usapan tangan Ara di tengkuknya, Leon melanjutkan. “Amanda dibawa ke luar, sama bonyoknya, karena amnesia.

“Bonyoknya Amanda ngasi nama baru buat Nanda. Nanda inget beberapa kejadian sebelum dia kecelakaan. Sampai akhirnya dia milih buat sekolah di Indo, buat nyari gue.” Luruh. Air mata Leon luruh setetes.

Ara menghela napas pelan, masih kaget akan fakta yang dilayangkan Leon. “Jujur, gue gak bisa ngomong apa-apa tentang ini,” ucap Ara akhirnya. “Tapi lo boleh tetep istirahat di bahu gue.”

Hening sejenak. Hingga akhirnya sebuah suara mengurai paksa pelukan mereka. “Ara,” ucap seorang pemuda pelan, seakan tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.

“Kalvin,” balas Ara sedikit panik, sedetik setelah dirinya mengetahui bahwa sosok itu adalah Kalvin, dua detik setelah pelukannya dengan Leon terurai.

Tatapan kecewa keluar dari mata Kalvin, tak terelakkan.

AloneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang