Chapter 5

11.2K 446 0
                                    

Ara bahkan tidak menyangka, kalau dia yang biasanya langsung menuju ke kelas begitu saja, tanpa mempedulikan rutinitas sapa menyapa pagi itu, harus berhenti sejenak sembari melihat ke kanan dan ke kiri hanya demi seorang pemuda menyeramkan yang selalu bertemu dengan tidak sengaja—

“Selamat pagi, Tamara!”

Seperti ini.

Leon memandang Ara dengan bingung. “Lo kenapa? Kok tolah-toleh begitu? Nyari temen ya lo? Bareng gue aja.”

Ara mendengus pelan. Tanpa menjawab sapaan ramah Leon, Ara meninggalkannya dengan cepat, setengah berlari.

“Yah, lari lagi,” gumam Leon agak kecewa. “Sumpah, deh, Man. Lo kok ngirim orang buat gue, susah banget buat dikejarnya?” Leon berbisik dengan volume sangat kecil.

Akhirnya Leon hanya bisa melanjutkan perjalanannya ke kelas.

***

“Baik, anak-anak. Miss Hana akan memberikan kalian tugas kelompok buat 2 minggu depan,” ucap Miss Hana, selaku guru bahasa Indonesia, yang guru muda nan cantik itu ketahui, akan mengundang decakan ribut penuh dengan nada protes dari muridnya.

“Hei! Jangan ribut!” sentak guru itu pelan. “Kalian bisa bebas memilih teman kelompok kalian sendiri. Karena jumlah kita genap, buat satu kelompoknya beranggotakan 2 orang. Pembagian kelompoknya, mulai dari sekarang!”

Sontak saja, kelas langsung ribut. Lalu lalang siswa, membuat pandangan Ara buram seketika. Namun entah mengapa, pandangannya sampai pada sesosok pemuda yang sedang mencoba melepaskan diri dari keroyokan siswa lain, yang ingin satu kelompok dengannya.

Setelah berhasil, Ara bisa melihat Leon sedang mendekatinya. “Tamara, bareng sama gue aja, yuk. Lu pasti belum ada pasangan, kan?” tanya Leon riang, membuat Ara mengernyit seketika.

“Okay, semuanya! Sudah dapat kelompok?” tanya Miss Hana berujar. Satu kelas menjawab, “Sudah.” dengan serentak, kecuali Ara, dan satu siswi lagi.

“Tuh, lu udah gak ada pasangan lagi. Bareng gue aja,” putus Leon. Ingin Ara menolak. Namun dia tertampar kenyataan tiba-tiba yang diucapkan Leon.

Mau tidak mau, Ara berdecak kesal sembari mengangguk. “Leon!” panggil sebuah suara centil. “Mau bareng aku gak, kerja kelompoknya?”

“Sorry, gue udah ada temen kelompok,” jawab Leon cuek, sembari menunjuk Ara. Tatapan si gadis centil, dengan badge nama ‘Sarah Chiara’, sontak saja mengarah ke Ara.

Sarah berdecih malas. “Sama cewek kampungan ini? Mending sama aku aja. Kalau sama aku, nilai kamu pasti bagus. Kan aku punya banyak kenalan guru.”

“Penjilat,” gumam Ara, yang ternyata didengar oleh Sarah. Emosi Sarah memuncak begitu saja.

“Ngomong apa lo?!” pekiknya tidak terima, sembari mencengkram keras kerah seragam Ara.

“Penjilat,” ulang Ara dengan nada yang datar. Tatapannya bahkan tidak gentar. “Gue bilang lo penjilat. Kenapa? Gak terima?”

“Hey!” sentak Miss Hana, membuat aura dingin di antara Sarah dan Ara menghilang seketika. Sarah mendengus ketus, dan melepaskan dengan kasar, cengkraman tangannya di kerah baju Ara. “Kalian kenapa? Kok berantem kayak tadi?”

“Dia nih, Miss,” sambar Sarah keras dan cepat. “Dia ngata-ngatain aku yang enggak-enggak.” Jawaban Sarah membuat mata Ara melotot sejadi-jadinya.

Miss Hana melayangkan tatapan ke sosok Ara yang sedang merapihkan dasinya. “Benar itu, Tamara?”

Ara menatap Miss Hana dengan santai, lalu berujar, “Nggak, tuh.” Ara lanjut merapihkan kerahnya yang kusut karena Sarah. Sungguh, cengkraman Sarah sangat kuat.

“Ih, bener, Miss,” ucap Sarah bersikeras. “Saya dikatain penjilat sama dia.”

Miss Hana menghela napas pelan, sembari memijat keningnya. “Ya, sudah. Miss tidak mau menambah kasus. Kalian berdua, ayo saling maafan.”

Sarah yang inginnya menyeret Ara sampai ruang BK, hanya berdecak kesal dan menggeram keras. Lalu gadis yang bibirnya digincu pink itu lari ke luar kelas.

Miss Hana hanya menghela napas pelan kembali, sekalipun dalam hati, membenarkan ucapan Ara.

AloneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang