Carol menatap bayangannya sendiri di depan kaca. Ia memutar badannya beberapa kali dan merasa dirinya terlihat aneh dalam balutan kemeja putih berlengan pendek serta rok rempel panjang abu-abu semata kaki. Rambut cokelat terang alaminya dikucir kuda rapi seperti biasa.
"Cantik kok cantik," puji Arga yang tiba-tiba sudah ada di samping Carol. Belum sempat Carol menanggapi pujian sepupunya, Arga sudah menarik tangan Carol untuk mengajaknya pergi. "Yuk, berangkat! Bel masuknya jam setengah tujuh."
***
Carol langsung mengedarkan pandangannya begitu ia dan Arga sampai di kampus SMA Tunas Bangsa. Sekolah baru Carol itu memiliki bangunan yang cukup besar dengan area parkir yang luas.
Gede juga. Nggak sejelek yang gue kira, batin Carol.
"Kita nggak sekelas, Care. Gue di XI IPA 1, lo di XI IPA 3," ujar Arga seraya mengunci pintu mobilnya. "Dan sori banget, gue nggak bisa nganterin lo ke kelas, karena gue ada urusan bentar sama mereka." Arga menunjuk tiga orang siswa yang sedang mengobrol di dekat pos satpam sekolah.
"Okay, gue langsung ke kelas gue ya," kata Carol.
"Good luck!" seru Arga sambil mengacak-acak rambut Carol. Carol tersenyum, kemudian melangkah pergi meninggalkan area parkir.
Tanpa Carol dan Arga sadari, Felice diam-diam mengamati mereka berdua dari balik pilar gedung sekolah. Gadis itu salah paham dan terbakar cemburu.
***
Sejak Carol menginjakkan kaki di sekolah barunya, gadis itu telah jadi pusat perhatian setiap orang yang berlalu di dekatnya. Wajah Carol yang merupakan campuran sempurna antara Eropa dan Asia membuat setiap mata tertuju padanya. Tak jarang beberapa siswa yang berpapasan dengan Carol malah mengerling padanya dan Carol membalasnya dengan pelototan garang.
Carol putus asa karena kebingungan mencari kelasnya. Akhirnya ia memutuskan untuk berani bertanya kepada salah seorang siswa berjaket kulit hitam. Siswa yang tak lain merupakan Arjuna itu kebetulan sedang lewat di dekat Carol.
"Eh eh lo yang rambutnya ikal!" seru Carol seraya melambai pada Arjuna. Arjuna menghentikan langkahnya, lalu membalikkan badannya menghadap Carol. Ia sempat heran akan sosok gadis asing di hadapannya itu karena belum pernah melihatnya sebelumnya.
"Saya?" tanya Arjuna sambil menunjuk dirinya sendiri.
"Iya elo, lah. Siapa lagi?"
Carol pun menghampiri Arjuna. Laki-laki yang menjadi lawan bicara Carol itu mulai tak suka akan gaya angkuh sang anak baru. Maka dari itu, Arjuna memasang tampang dingin tak bersahabat.
"Gue mau tanya, kelas XI IPA 3 itu dimana, ya?" tanya Carol sambil mengangkat dagunya dan menatap Arjuna yang memiliki postur sedikit lebih tinggi darinya.
Arjuna tak mengeluarkan sepatah kata pun dari mulutnya. Ia hanya menunjuk ruang kelas yang dimaksud, yang ternyata tak jauh dari tempat keduanya berdiri. Seketika Carol merasa bodoh karena menanyakan tempat yang rupanya sudah dilaluinya.
"Ups. Sori. Gue anak baru di sini soalnya, pindahan dari Jakarta. Thanks udah bantu gue. Nama gue Caroline," ucap Carol sambil mengulurkan tangannya.
Tanpa menyentuh tangan Carol, Arjuna melangkah pergi dalam diam. Carol sebal. Ia langsung tahu bahwa ia benci laki-laki berambut ikal itu.
***
Meski Carol adalah seorang gadis yang tidak takut apapun kecuali orang tuanya, ia tidak bisa membohongi dirinya sendiri, bahwa ia takut memulai hari pertamanya bersekolah di lingkungan yang cukup asing baginya. Ia melangkah canggung memasuki ruang kelasnya yang semula ribut menjadi sunyi karena kedatangannya. Puluhan pasang mata menatapnya. Beberapa di antara mereka ada yang berbisik-bisik sambil menunjuk-nunjuk. Apakah sosok Carol begitu menonjol di mata mereka semua?
Carol kebingungan mencari bangku kosong yang bisa didudukinya, sebelum akhirnya seorang gadis cantik berkulit kuning melambaikan tangannya dan memintanya datang.
"Hei, duduk sini aja, di sini kosong," ucap gadis yang belum Carol kenal tersebut. Dengan malu-malu, Carol menghampiri gadis itu dan menyimpan tasnya di samping bangku yang gadis itu duduki.
"Ayo sini duduk," ajak sang gadis. Carol tersenyum, lalu duduk dengan canggung di samping gadis itu. Sang gadis mengulurkan tangannya pada Carol. "Aku Ratna. Nama kamu siapa?"
Carol menjabat tangan Ratna, ia belum pernah berteman baik dengan seorang perempuan sebelumnya. "Aku Caroline."
"Hai, Carol. Kamu pindahan dari mana?" tanya Ratna.
"Hmm, Jakarta," balas Carol.
"Kenapa pindah?" tanya gadis itu lagi.
Mampus. Masa gue jawab kalo gue abis nyelakain anak orang, ucap Carol dalam hati.
"Soalnya orang tuaku pulang ke Jerman dan mereka pengen studiku di Indo beres dulu sebelum ikut mereka dan kuliah di sana. Hehe. Jadi aku dipindahin ke Bandung, tinggal sama tante. Biar ada yang jagain. Hehe," jawab Carol sekenanya.
Bagus, Care. Bagus, puji Carol dalam hati.
"Oh gitu. Kamu punya darah Jerman, ya? Pantesan agak beda," ujar Ratna.
"Hehe, iya. Papaku," jawabnya.
"Semoga betah ya sekolah di sini," kata Ratna.
Carol hanya tersenyum. Ia berharap tidak akan menemukan orang menyebalkan selama dua tahun ke depan, yang pantas untuk ia hajar habis-habisan. Bahkan ia pun berharap dirinya akan menjadi seseorang yang penyabar, jika ternyata semua orang di lingkungan barunya menyebalkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Oh My Carol
RomanceSetelah mengunci seorang siswa di dalam loker sekolah sampai pagi, Carol yang terkenal badung mendapatkan hukuman. Tidak hanya dari sekolah, tetapi juga dari kedua orang tuanya. Mama dan Papa memindahkannya ke sebuah sekolah swasta biasa di Bandung...